Part 12

274 9 0
                                    

Senja sore ini muncul walau sebentar, hadirnya digantikan oleh mendung. Aku menikmati angin sore dibalkon, sambil menyesap secangkir cappuccino. Kutatap sebelah tangan dipangkuan. Sepertinya aku semakin kurus saja, tulang di pergelangan tangan terlihat jelas. Kuraba kedua pipi juga semakin tirus.

Kembali kutatap senja yang hampir pudar. Pandangan perlahan menjadi lamunan tanpa sadar.

"Apa yang kamu suka?"

"Senja"

"Kenapa?"

"Karena ia berada ditengah antara siang dan malam, tidak terang juga tidak gelap. Indah."

"Kakak kenapa suka hujan?"

"Tetesan air hujan seperti sebuah kenangan, tidak akan pernah habis. Tetesan demi tetesan seperti alarm pengingat."

Aku tersentak. Ini bukan seperti lamunan, tapi sekelebat potongan masa lalu. Sepertinya itu aku, dan seseorang. Aku kenal suara itu, sangat kenal. Kupejamkan mata, berusaha mengingatnya lagi, nihil. Justru kepalaku sakit.

Pukul 19.00 aku sekeluarga bersiap, keluarga om Wijaya mengundang kami makan malam. Sejak tadi aku berdiri didepan lemari, mencari gaun mana yang akan kupakai. Pilihanku jatuh pada gaun hitam selutut, dengan lengan sampai siku.
Kupoles sedikit make up, rambut coklat ikalku kubiarkan tergerai. Mematut diri dicermin sebentar, lalu turun.

Sambutan hangat kita terima dari keluarga ini, Dirga menatapku lama lalu tersenyum. Ada apa dengan dia?

Makan malam telah selesai, para orang tua masih berbincang diruang keluarga. Mereka sempat membahas rencana perjodohan kami. Sekarang aku dan Dirga berada ditaman belakang.

"Lo setuju dengan perjodohan ini?" Menganyunkan kaki, tanpa menolehnya.

"Sepertinya, kenapa gak? Kamu keberatan?"

"Bukan itu, gue belum mikirin soal pernikahan. Kita masih muda banget kan." Jelasku.

"Kita gak langsung nikah juga kali, aku juga belum siap. Kita jalanin aja dulu, cocok atau gak nantinya biar waktu yang jawab. Toh ini juga bukan keharusan, kalau suatu saat kamu nolak juga gak papa." Terang Dirga. Aku lega mendengar penjelasannya.

"Kalau gitu gue setuju." Ia tersenyum menatapku. Senyumnya sangat manis, tanpa sadar pipiku merona dibuatnya.

"Oh iya apa yang kamu suka, siang, malam, hujan, atau apa?"

"Gue suka senja."

"Kenapa? Apa bagusnya?"

"Karena ia berada ditengah antara siang dan malam, tidak terang juga tidak gelap. Kalau lo?."

"Aku penikmat hujan."

"Kenapa?"

"Tetesan air hujan seperti sebuah kenangan, tidak akan pernah habis. Tetesan demi tetesan seperti alarm pengingat."

Aku tersentak kaget, tenggorokanku tercekat. Ini semacam de javu. Obrolan yang sama persis dengan potongan ingatan tadi sore.

Apa mungkin seseorang itu Dirga?
Dan suaranya sama persis dengan anak laki-laki dimimpiku. Siapa sebenarnya dia?

"Lo sebenarnya siapa?" Tanyaku masih kaget.

"Maksud kamu?" Dirga mengernyitkan dahi, tidak mengerti.

"Obrolan barusan, gue kayak pernah ngalamin. Dan suara lo.." Suaraku menggantung.

"Suaraku kenapa?"

"Suara lo persis anak laki-laki dalam mimpi gue akhir-akhir ini. Tapi kayak bukan mimpi, seperti potongan-potongan ingatan. Tapi gue gak yakin"

Dirga terkejut kemudian terdiam. Itu memang aku Sha. Dan itu bukan mimpi, semuanya kenangan kita. Masa kecil kita.

"Dirga kenapa diem? Lo tahu sesuatu? Apa itu memang potongan memori gue yang hilang? Jawab gue Ga." Tanpa sadar mataku berkaca-kaca. Aku sedikit frustasi, tentang semuanya.

"Kamu gak harus mengingat semuanya sekarang, biarkan waktu yang nantinya mengembalikan ingatanmu. Memori memang bisa hilang, tapi disini selalu bisa kita rasakan". Ia menaruh tangan didadanya.

"Jadi bener feelingku selama ini, kita bukan hanya sekedar tetangga. Aku bisa merasakan, dan suara itu aku ingat."

"Pelan-pelan pasti kamu akan mengingatnya. Aku selalu siap membantu." Dirga mengusap pundakku lembut.

"Mulai sekarang jangan bosen, kalau gue banyak nanya ya?"

"Tanyakan apapun yang pengen kamu tahu."

"Terimakasih Dirga."

Mendengar semuanya aku merasa sedikit lega, bebanku seakan berkurang. Feeling memang tak pernah salah. Aku berharap bisa mengingat semuanya lebih cepat.

Aku pasti akan mengingat semuanya lagi. Aku akan berusaha ingat kamu Dirga. Tunggu aku.

I Can Hear Your VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang