Part 13

276 9 0
                                    

Hari ini jadwal check up dengan dokter Rian. Setelah itu aku berencana makan siang bareng kak Nico. Beberapa hari ini dia sangat sibuk, sampai-sampai tidak ada waktu mengobrol denganku.

Butuh waktu lama merayu mama agar aku bisa bawa mobil sendiri. Setelah meyakinkan kalau gak akan terjadi apa-apa, akhirnya mama mengijinkan. Dengan beribu nasehat tentunya.

"Apa yang kamu rasakan akhir-akhir ini Asha?" Tanya dokter Rian.

"Baik dok, kadang tiba-tiba pusing. Beberapa hari lalu aku selalu mimpi aneh." Terangku.

"Mimpi aneh seperti apa?"

"Asha pikir itu bukan mimpi dok, seperti potongan-potongan masa lalu. Terakhir kali itu muncul saat aku melamun. Asha coba ingat lagi, tapi justru sakit kepala."

"Wajar ketika memori seseorang hilang, dengan sendirinya akan muncul hal semacam itu. Seseorang, benda maupun tempat di masa lalu akan sedikit membantu. Tapi jangan memaksakan untuk mengingat dengan keras. Hal ini akan mengganggu emosi, dan bisa berakibat fatal untuk kesehatan hati kamu Sha."

"Baik dok, Asha mengerti. Gimana soal cangkok hati untuk Asha dok?"

"Maaf Sha, sementara ini belum ada cangkok hati yang cocok. Kami tim dokter, akan mencarikan cangkok hati yang benar-benar sehat. Dokter tidak bisa mengambil resiko buruk nantinya. Mulai sekarang lebih pikirkan kesehatan, jangan terlalu lelah, terutama lelah fikiran."

"Baik terimakasih, dok."

Aku berjalan perlahan dilorong rumah sakit, memikirkan omongan dokter Rian tadi. Ketika melewati taman, aku teringat Dirga. Waktu terakhir kali aku drop, dia yang membawaku kesini. Jadi..

Jadi Dirga tau penyakitku?

***

Nico dan Dirga bertemu di sebuah cafe. Dirga menanyakan banyak hal tentang Asha. Terutama setelah kepindahan mereka ke Jakarta. Nico menceritakan semuanya tanpa terkecuali, termasuk penyakit Asha. Dirga merasa bersalah, ia berfikir dia yang menyebabkan semua ini.

"Ini salah gue, Nic." Dirga mengusap kasar wajahnya. Ia benar-benar menyesal.

"Jangan merasa bersalah, ini bukan salah lo Ga. Mungkin ini semua takdir, kenyataannya lo ketemu lagi sama Asha." Nico mencoba menenangkan. Dia tahu benar bukan hanya Asha yang menderita akibat kecelakaan itu.

"Kakak! Sorry telat tadi.. Kok ada Dirga?" Asha baru menyadari kakaknya tidak sendirian.

"Tadi gak sengaja ketemu Dirga, jadi sekalian nemenin kakak nunggu kamu"

"Hai Sha." Sapa Dirga ramah.

"Halo Ga. Kalian ngobrolin apa sih, kayaknya seru banget. Pasti ngomongin gue ya?"

"Ge-er!" Nico dan Dirga bersamaan. Asha mengerucutkan bibirnya.

Kak Nico pamit kembali ke kantor, setelah makan siang. Sekarang aku dan Dirga dalam perjalanan pulang.

"Mau jalan-jalan sebentar?" Tawar Dirga.

"Kemana?"

"Nanti kamu juga akan tahu."

Dirga mengajakku kesebuah pantai, tempat yang aku suka sejak kecil. Deburan ombak mengenai kakiku yang telanjang. Angin menerpa wajah, dan seolah memainkan rambutku. Aku mendongak, senjaku belum juga muncul. Ingin sekali aku nelihat matahari terbenam dari sini.

"Kita sering kepantai dulu, hampir tiap sore kamu mengajakku. Merengek untuk menikmati senja dan matahari terbenam. Dan kamu selalu minta gendong saat pulang." Dirga tersenyum getir, menatap langit. Dia seakan kembali ke masa itu. Aku menatapnya lama.

"Kemarin gue sempet mimpi ini, jadi benar yang dimimpi itu lo? Dan lo yang gue panggil kakak?" Asha teringat mimpi itu. Dan suara itu.

"Kita selisih satu tahun, dan kamu memanggilku kakak. Sampai-sampai Nico sempat cemburu karena kamu lebih dekat denganku dari pada dia. Apapun dan dimanapun kita selalu berdua. Kamu menangis saat kita beda sekolah, merengek minta pindah kesekolahku." Dirga menoleh, menatapku lekat dengan senyuman hangat.

"A-aku, eh Gue.. Jadi kita sedeket itu?" Dirga tertawa mendengarku.

"Senyaman kamu aja manggil aku apa." Pipiku merona karena malu.

"Berani lomba lari?" Tanyaku menantang.

"Siapa takut!" Dirga berlari tanpa memberi aba-aba.

"Curang! Dirga tunggu! Awas ya." Aku berlari mengejarnya.

Akhirnya aku berhasil mengejarnya. Kita berbaring dipasir karena kelelahan, sambil menatap langit yang semakin menggelap. Sore ini berakhir dengan kita saling menatap, kemudian tertawa.

Hari ini sangat menyenangkan, terimakasih Dirga.

I Can Hear Your VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang