"Lepasin dia!" Entah sejak kapan Dirga muncul, dia langsung memukul Davin.
"Kurang ajar! Lo siapa?" Davin membalas dengan sebuah pukulan diujung bibir. Dirga jatuh tersungkur.
"Gue tunangannya!" Teriak Dirga.
"Gak mungkin! Asha milik gue! Gak usah ngaku-ngaku lo!"
"Tapi itu kenyataannya, lo mau apa? Sayangnya dia memilih gue" Dirga tersenyum mengejek.
"Apa bener Sha? Kali ini Davin menatapku tajam.
"Benar! Gue minta jangan ganggu gue lagi!" Davin semakin terbakar emosi.
Perkelahian pun terjadi, wajah mereka babak belur. Davin menindih Dirga, dan terus memukulinya.
"Stop! Davin berhenti!" Aku berusaha memisahkan mereka.
Bukk!
Sebuah pukulan mengenai pipiku. Aku jatuh tersungkur."Kurang ajar!" Dirga geram melihat pukulan Davin mengenai ku.
"Kumohon hentikan.." Aku pingsan.
Aku bangun dengan keadaan pusing luar biasa, dan pipiku terasa nyeri. Entah dimana, suasananya begitu asing buatku. Sebuah kamar yang didominasi dengan warna putih dan kombinasi hitam. Aku mencoba mengingat apa yang terjadi.
Perkelahian itu! Gimana dengan Dirga? Davin benar-benar keterlaluan.
"Udah bangun?" Dirga masuk membawa kotak obat, handuk kecil dan air hangat.
"Jadi ini kamar kamu?" Aku baru menyadari, ada beberapa foto Dirga dimeja.
"Aku gak mungkin bawa kamu pulang dengan keadaan seperti ini. Si brengsek itu benar-benar kelewatan!"
Dirga mengompres memar diwajahku dengan air hangat. Aku meringis kesakitan, diusapnya dengan hati-hati. Kulihat luka diwajahnya lebih parah dari memarku.
"Lukaku gak separah kamu, kenapa gak obatin wajahmu dulu?"
"Bahkan ini gak terasa sama sekali."
"Maaf soal Davin, kamu jadi luka kayak gini."
"Kalau dia berani ganggu kamu lagi, bilang sama aku. Akan kuhabisi dia!" Dirga mulai emosi.
"Sini gantian, wajahmu akan bengkak nanti." Kuambil obat ditangannya, mengobati luka diwajahnya dengan sangat hati-hati.
"Ssshh aw! Pelan-pelan" Ia meringis kesakitan.
"Katanya gak kerasa tadi." Sedikit kutekan pada lukanya.
"Aw! Sakit tau." Aku tertawa setelah menggodanya.
"Hehe maaf, sini aku obatin lagi."
Sementara aku mengobati lukanya, Dirga menatapku lekat. Jarak diantara kami hanya beberapa centi saja. Bahkan bisa kurasakan hembusan nafasnya yang lembut. Aku jadi salah tingkah ditatap seperti itu. Kemudian mata kami bertemu, saling menatap lama. Dadaku berdebar sangat kencang, nafasku terasa tak beraturan. Ia semakin mendekat kearahku.
"Selesai." Kataku mengagetkannya. Aku membereskan kotak obat, menunduk karena malu.
"Sha.." Panggilnya lembut.
Aduh mampus, kenapa lagi sih?
Aku belum bisa mengontrol detak jantungku, bahkan sekarang pipiku terasa panas.
"Hm y-ya?"
"Jangan sakit lagi ya?" Aku mengangguk dan memerikan senyuman semanis mungkin.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
I Can Hear Your Voice
Teen FictionNatasha Dimitri (22) Nicolas Dimitri (25) Dirgantara Wijaya (23)