*Dirga POV*
Hampir seminggu Asha berubah, sejak terakhir kali ia kerumah sakit, itu pun karena aku yang minta. Sms atau telpon ku tak pernah ia respon. Aku merasa dia sengaja menghindar dariku, entah karena apa. Mau tak mau aku harus mencari alasannya sendiri, kenapa ia berbeda.
Siang ini aku menunggunya di cafe biasa kita bertemu, aku begitu antusias. Namun ia tak kunjung datang, bahkan sudah lewat satu jam aku menunggunya. Dia bahkan tak menghubungi sama sekali, tapi aku bertekad menunggunya lebih lama.
"Bodoh! Kenapa masih disini?" Katanya ketika sampai.
Tanpa basa-basi atau sekedar menyapa. Tapi aku senang karena ia datang. Percakapan kita terdengar kaku, bahkan ia berbicara sama sekali tak menatapku. Matanya terus tertuju ke arah lain. Aku berusaha membuat obrolan kita mencair, tapi ia semakin sinis. Yang membuatku terkejut, ia menyuruhku untuk segera operasi. Ia bilang sudah menemukan donor hati yang cocok, tapi itu terdengar bohong. Bahkan terlihat jelas dari matanya jika ia sedang berbohong. Aku melihat matanya memerah, bibirnya sedikit bergetar seperti menahan tangis. Lalu ia berlari keluar setelah mengucapkan kata terakhirnya.
Tanpa ia sadari aku mengikutinya, ia terus berlari kencang. Tiba-tiba hujan turun deras, namun Asha sama sekali tak mempedulikannya. Ia kemudian berhenti di bangku taman, menangis dibawah guyuran air hujan. Aku melihatnya dari kejauhan, perlahan ingin menghampirinya. Tapi ku urungkan, karena Asha kembali berjalan menuju jalan raya dan menyetop sebuah taxi. Perlahan ia menghilang dari pandanganku.
Aku menghubungi Nico, untuk mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya. Tapi Nico bilang adiknya belum cerita apapun, Nico juga menyadari perubahan sikap Asha.
Mia! Dia pasti tahu sesuatu.
"Halo Dirga, ada apa?" Tanya Mia di seberang telpon.
"Sorry gue ganggu, Mi. Gue mau nanya sesuatu sama lo."
"Oke, apa?"
"Akhir-akhir Asha berubah, ia bahkan sengaja menghindar. Lo pasti tau sesuatu kan, bilang sama gue, Mi. Please?" Aku memohon pada Mia.
"Mmm, i-itu gu-gue gak tau."
"Gak mungkin, lo kan sahabatnya. Tolong bantu gue, Mi."
"Lo tanya aja sama Florence."
"Florence? Apa hubungannya sama dia?" Tanyaku bingung.
"Gue cuma bisa bilang itu, sorry Ga."
Tut tut tut. Mia menutup telpon.
Florence? Apa hubungannya sama dia. Bukannya mereka baru kenal. Batinku.
Karena penasaran, aku langsung menghubungi Florence dan mengajaknya bertemu. Dalam perjalanan aku berpikir keras, namun tidak menghasilkan apapun. Kenapa bisa Florence yang membuat Asha berubah.
"Dirga! Udah lama? Gue telat ya, sorry sorry." Akhirnya ia datang juga.
"Gak kok, gue juga baru nyampe."
"Ada apa? Tumben ngajakin ketemu."
"Gue mau nanya sesuatu, ini soal Asha. Sebelumnya lo pernah ketemu dia?" Tanyaku langsung. Florence sedikit terkejut.
"Asha? Gaklah, aku kan tahu dia dari kamu. Mana mungkin aku ketemu dia sebelumnya. Kenapa sih?"
"Dia berubah sejak terakhir kali dirumah sakit, atau mungkin sejak ketemu lo. Tapi gue juga gak yakin."
"Kenapa bisa aku? Kamu lihat sendiri kan aku dan dia baik-baik aja waktu dirumah sakit. Tega ya kamu nuduh aku."
"Sorry gue gak maksud nuduh, tapi ada yang bilang Asha berubah gara-gara lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
I Can Hear Your Voice
Teen FictionNatasha Dimitri (22) Nicolas Dimitri (25) Dirgantara Wijaya (23)