Samar - samar aku mendengar suara ketukan yang aku yakin ditimbulkan oleh Grandma. Ia memanggilku di balik pintu. Suara itu Menyadarkan diriku dari tidurku. "Avalee Dwyne! Buka pintunya nak, ada Calista di bawah. Cepatlah bangun dari bathub. Kau tidak ingin ketinggalan pesta kan dear?"
Pesta? Oh god aku lupa akan pesta itu. Kulihat sekarang sudah pukul enam berarti aku tertidur dua jam.
"Sebentar Grandma aku akan turun. Tolong bilang kepada Calista untuk menunggu lima belas menit lagi."
Setelah selesai memakai baju. Aku mulai berjalan ingin menuruni tangga. Tapi ku urungkan semua niatku karena aku melihat Calista di balik pintu.
"Kau lama sekali Val! Jangan bilang kau tertidur? Ya ampun di hari penting seperti ini kau malah tertidur." Calista terlihat sebal terhadapku.
"Kemarilah, Duduk di meja rias ini aku akan mulai mendandanimu secantik mungkin. Grandma juga sudah mengizinkannya kepadaku. Aku juga tidak sabar ingin bertemu harold. Jadi aku minta kau untuk diam saja. Dan aku akan memulai semuanya."
Aku hanya diam seperti apa yang dia minta. Hingga tak terasa sudah dua puluh menit berlalu dan Calista telah selesai merias diriku.
Aku terpukau akan pantulan yang ada di depan mejaku. Siapa ini? Aku tidak mengenalnya. Apakah ini diriku? Wanita yang ada di pantulan ini sangat cantik. Aku tak percaya kalau ini diriku.
"Hasilnya cantik kan? Tidak salah kau memiliki sahabat sebaik aku bukan? Dengan bibir merah merona seperti itu pria manapun akan melirik ke arahmu. Dan juga aku sudah membuat bibir bengkakmu hilang." Calista tersenyum padaku dan mengedipkan satu matanya.
Saat aku datang hal yang pertama di cari Calista adalah tunangannya. Aku tak habis pikir kalau aku hanya akan sendirian di pesta dangsa yang ramai ini. Calista dan Harold sedang asik berdua. Tentu saja aku lebih memilih pergi dari pada harus melihat kisah drama mereka di mulai.
Seharusnya aku tidak usah ikut. Sangat membosankan. Seharusnya grandma tidak mengizinkanku. Kenapa belakangan ini grandma banyak berubah ya.
"Hallo Ms.Dwyne. kau menyukai pesta juga?" suara bariton ini. Suara ini yang sangat kurindukan.
Tunggu? Rindu? Sejak kapan aku rindu?. aku menoleh kulihat seorang pria duduk di sampingku.
Pria ini? Pria ini adalah pria yang kutemui di perpustakaan dan berada di mimpiku. Tunggu dulu? Mimpi? Apakah aku benar – benar memimpikannya dirinya?.
"J-jimmy O'nell?" Oh tidak mengapa aku terlihat gugup sekali.
"Kau mengingatku rupanya." Ia tersenyum. Senyumnya sangat menawan. Aku boleh berani taruhan siapa pun yang melihat senyumannya akan tertarik padanya. Begitu pun diriku.
Tunggu? Diriku? Aahhhh aku mulai gila jika dekat dengannya.
"Kau mau berdangsa?" Suara baritonnya mengajakku untuk berdangsa. Entah mengapa aku langsung mengangguk padanya. Aku seperti tersihir akan pesonanya.
Aku berdangsa. Oh god aku benar benar berdangsa dengannya. Kami seperti pasangan serasi. Ku lihat banyak perempuan yang melirik ke arah jimmy. Mereka menatap jimmy dengan tatapan memuja. Entah mengapa aku tidak suka. Rasanya aku ingin marah jika melihat perempuan lain memandangnya seperti terpesona olehnya.
Tunggu? Aku tak berhak marah bukan? Untuk apa aku peduli. Benar aku tidak peduli.
"Avalee Dwyne." Ia memanggil namaku. Matanya menatapku. Aku tak bisa melepaskan tatapannya dariku.
"A-ada a-apa Mr.O'nell?" aku merasa sangat gugup berdekatan dengannya. Aku takut tak bisa mengontrol diriku hingga pingsan.
Deru Nafasnya terasa begitu dekat. Aku merasa seperti pernah merasakan ini. Tapi? Di mana?
"Kau sangat cantik malam ini." Ia memuji diriku, oh tidak aku merasa pipiku mulai memerah.
"T-terima kasih Mr.O'nell kau juga sangat tampan. Kurasa banyak perempuan yang ingin berdekatan dengamu. Aku yakin kau sangat beruntung." Aku tersenyum. Entahlah kali ini aku merasa harus memaksakan senyumanku
"Tidak Ms.Dwyne. aku hanya menginginkan dirimu." Ia tersenyum padaku. Senyumnya seolah - olah mengatakan bahwa ia mengucapkan kejujuran.
"Apa maksudnya Mr.O'nell?" Aku heran dengan ucapannya.
Ia menghentikan dangsanya dan memelukku. ia memelukku dan menghirup aroma tubuhku. Kepalanya berada di puncak pundakku. Aku merasa sangat geli. Tapi aku juga menikmatinya.
Oh god apa yang terjadi pada diriku. Kenapa aku tidak bisa melawan.
Ia berhenti. Lalu ia mencium bibirku. Astaga ia mencium bibirku di depan umum. Ia menciumku dengan sangat lembut hanya ciuman semata. Tapi tetap saja ia telah mengambil ciuman pertamaku. Tapi aku merasa ini bukan ciuman pertama.
Aku merasa pernah merasakan bibir ini. Aku begitu menginginkannya. Ada apa denganku?
"Kau mate ku val. Jelas saja kau begitu menginginkannya." Aku mendongak menatap wajahnya. Ia seperti membaca pikiranku. Aku heran dengannya.
Apa? Mate? Dari kemarin aku selalu mendapatkan jawaban seperti itu.
"Omong kosong dengan mate! Aku tidak percaya. Kau jahat Jim. Kau mengambil ciuman pertamaku. Menjauhlah dariku, jangan pernah muncul lagi dihadapanku."
Aku menjauh darinya. Aku berlari. Aku berlari sekencang mungkin. Aku berlari melewati kerumunan. Orang – orang yang melihatku terlihat cukup terkejut karena aku seperti lari dari penjahat. Aku tidak tahu aku berlari ke arah mana.
Aku begitu bodoh. Untuk apa aku berlari? Tubuhku berlari tapi hatiku tidak ingin pergi darinya. Aku begitu menginginkannya.
Apakah aku matenya? Apakah ia adalah werewolf? Bukankah itu semua dongeng? Ini semua sangat tidak masuk akal.
Aku merasa aku berada di sebuah hutan. Banyak sekali pohon - pohon yang menjulang tinggi di sekelilingku saat ini. Suasananya begitu mencengkam.
Apakah aku berlari sejauh itu? Aku sangat bodoh. Mengapa aku bisa menjadi seperti ini.
Kacau merupakan hal yang sangat tepat untuk menggambarkan keadaan diriku saat ini. Aku tidak tahu jalan pulang. Aku harus bagaimana? Aku takut binatang buas akan memburuku di sini. Mengapa aku bisa tidak sadar berlari ke arah hutan.
Tiba tiba aku mendengar suara lolongan seperti serigala. Aku menoleh ke belakang. Ku lihat serigala berwarna brunette datang menghampiriku. Oh tidak rasanya ajal sangat dekat menghampiriku. Serigala itu mengeram ke arahku. Hingga akhirnya semua begitu gelap.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Avalee Dwyne
WerewolfCOMPLETED Semenjak aku bertemu dengannya berbagai macam kenyataan mulai muncul bersama dengan emosi yang terkadang begitu menyakitkan. Belum lagi sikap, aroma, suara dan tubuhnya yang membuat diriku terus merasakan tekanan aneh yang terus berkecamu...