Part 22.2

4.6K 311 5
                                    

8 tahun yang lalu...

Berenang.

Aku sangat penasaran bagaimana tubuh manusia bisa mengambang di atas air. Aku selalu bertanya-tanya bagaimana caranya melakukan hal itu.

Apakah sulit? Atau hanya semudah membalik telapak tangan? Aku ingin mencobanya.

Pada umumnya anak-anak seusiaku sudah bisa berenang dengan leluasa. Mereka selalu berenang bersama keluarga di setiap akhir pekan. Aku selalu memperhatikan mereka. Setiap melakukannya mereka selalu merasa senang. Aku juga ingin merasakan hal yang sama.

Namun kondisiku berbeda dengan anak-anak lainnya. Aku tidak mempunyai ibu yang selalu menemaniku pergi ke kolam renang. Ataupun Ayah yang mengajariku bagaimana caranya berenang. Aku hanya hidup bersama Grandma yang sudah seperti ibu kandungku sendiri.

Kondisi Grandma tidak memungkinkan untuk mengajariku akan hal itu. Walaupun ia selalu mengajakku dan mengatakan bahwa akan mengajariku untuk berenang. Namun aku tahu tubuhnya tidak cukup mampu untuk bertahan di air dingin cukup lama. Maka dari itu aku selalu menolaknya.

Sampai pada akhirnya aku memiliki kesempatan di sekolah untuk belajar berenang. Aku sangat senang karena akhirnya aku bisa berenang seperti anak-anak lainnya.

Awalnya aku masih merasa senang namun perlahan perasaan itu memudar karena berulang kali aku mencobanya aku selalu gagal.

Teman-teman seusiaku menjuluki diriku 'manusia kaku' karena jika aku berada di dalam air cukup lama aku merasa kehilangan kemampuan untuk bergerak.

Aku tidak mengerti apa yang terjadi pada tubuhku. Aku benci tubuh ini. Aku benci. Aku terus mengulang perkataan itu setiap kali aku merasa gagal. Namun kegagalan terbesarku dimulai pada saat itu.

Saat itu teman-temanku mentertawakan diriku di tepi sungai. Mereka membawaku ke sana untuk menunjukkan kalau mereka lebih berguna di banding aku.

"Dasar sampah tak berguna! Aku kasihan pada Ms.Jolie mengajari anak sampah seperti dirimu!" Mereka terus mengeluarkan makian sambil tertawa.

"Apa kau tidak memiliki orang tua untuk mendidikmu dengan benar?" Timpal anak yang lainnya. "Oh ya aku lupa kau tidak mempunyai orang tua!"

Mereka semakin tertawa memdengar hal itu. Aku hanya menunduk dan berusaha untuk tidak peduli. Aku menahan cairan yang mulai tumpah di pelupuk mataku. Kedua tanganku mengepal kuat.

"Kau ingin tahu caranya bukan? Kami bisa membantumu!"

"Ya itu benar, lihatlah kami!" Salah satu tangan temanku menarik bajuku.

"Pergi! Jangan ganggu aku! Aku tidak mau melakukannya bersama kalian! Jangan ganggu aku! Ku mohon." Aku berusaha melepaskannya.

Namun apa daya mereka jauh lebih banyak dariku. Lima lawan satu? Yang benar saja aku sudah kalah dalam permainan ini.

Mereka menyeret tubuhku untuk berjalan menuju sungai. Aku terus berusaha untuk lari dari mereka namun aku tak bisa. Tanpa terasa cairan yang aku tahan sedari tadi pun tumpah.

Aku gagal. Aku benci tubuh lemah ini.

Salah satu dari mereka mendorong badanku hingga akhirnya pertahanan ku tumpah. Tubuhku telah masuk ke dalam air sungai.

Aku berusaha mengingat atas apa yang selama ini aku pelajari di sekolah. Aku berusaha menggerakkan tubuhku namun aku selalu gagal untuk menjaga keseimbangan.

Sampai pada akhirnya aku mulai merasa tidak bisa bergerak. "Tolong! Siapapun tolong aku!"

Teman-temanku hanya bergeming melihatnya. Mereka tertegun atas apa yang mereka lakukan. Kemudian tanpa pikir panjang mereka lari meninggalkan diriku seorang diri.

Aku berusaha berteriak meminta tolong namun aku semakin susah untuk berbicara karena air mulai masuk melewati mulutku. Aku menangis, akan tetapi air mataku mengimbangi percikan air yang mulai masuk ke dalam mataku.

Tubuhku lemas. Aku tak dapat bergerak. Aku hanyut dalam derasnya air, hingga akhirnya semuanya gelap ketika sebuah teriakan berteriak menyuruhku untuk bertahan.

***

"Ayunkan kedua tanganmu kedepan lalu usahakan untuk tetap menjaga keseimbangan."

Jimmy mempraktikkan semuanya kepadaku. Tanpa terasa aku sedikit bernostalgia melihatnya. Apa kali ini aku bisa? Mengapa ia melakukan hal ini padaku? Aku tak mengerti.

"Aku tidak bisa, Jim."

Aku sudah melakukan apa yang ia minta. Rasanya masih sama seperti dulu. Aku benci tubuh ini. Aku selalu tumbang mencobanya.

"Percayakan semuanya padaku. Aku akan memegang tubuhmu."

"Percaya Jim? Semuanya tidak ada untungnya buat ku. Aku yang tidak bisa berenang atau aku yang bisa berenang. Semuanya sama saja! Tak ada kemajuan untukku."

"Ada Val--" Jimmy berhenti sejenak, "Sekarang di hidupmu ada aku. Kau tidak perlu merasa terbebani, merasa tak berguna ataupun tak pantas untuk hidup. Itu semua pemikiran yang salah! Kau sangat berarti untukku. Apapun akan aku lakukan untuk membuat kau berguna. Walaupun nyawa taruhannya."

Aku hanya terdiam mendengarnya. Entah mengapa perkataan Jimmy kali ini begitu berbeda. Seperti sesuatu yang dikeluarkan dari hatinya. Aku merasa sedikit tergugah.

Kemudian Jimmy melakukan apa yang ia katakan tadi. Ia berusaha memegang tubuhku dan mengajariku sekali lagi.

Dengan sabar ia terus melakukannya. Aku memang tidak tahu diri. Sampai kapan aku harus bersikap seperti ini? Kali ini aku harus lebih serius.

***

Aku mencoba. Melawan derasnya arus. Menerima ketakutan tubuhku. Membiarkan angin menentukan gerakanku. Aku terus mencoba apapun instruksi dari Jimmy.

Tanpa terasa waktu berjalan cukup lama. Matahari mulai memudarkan sinarnya, tenggelam dalam lautan. Berlawanan dengan tubuhku yang berusaha bangkit.

Aku bisa. Aku bisa bertahan di dalam air cukup lama. Aku bisa menyelam cukup lama. Aku bisa bertahan dengan lama. Aku bisa menggerakan tubuhku sesuai keinginanku.

Ternyata seperti ini rasanya berenang. Aku baru menyadarinya. Pantas saja setiap orang merasa senang.

Hanya dinginnya air dan suasana yang dapat menjawabnya. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Aku merasakannya dan aku bahagia.

"Kau sudah lihat bukan? Jika kau selalu berusaha maka apapun yang terjadi kau akan berhasil. Untuk itu jangan menyerah akan keadaan. Aku percaya padamu kau pasti bisa"

Saat ini aku berhenti melakukan gerakanku. Berdiri di hadapan pelatihku. Berdiri menatap matanya dalam diam. Mencerna apapun yang ia katakan.

Jimmy benar. Aku tidak akan menyerah akan keadaan. Aku harus bisa mengendalikan tubuhku. Dan aku mampu melakukannya.

Kami berdua saling menatap satu sama lain. Aku tidak tahu apa yang ia pikirkan saat ini. Pandangannya tak lepas dari wajahku. Hingga tak terasa hidungnya menyentuh hidungku.

Aku tersenyum merasakannya. Kemudian ia memulainya, Memberikan kecupan manis. Dan sedikit gigitan panas. Aku tak mengerti apa yang ia inginkan?

Kami terus melakukannya bersamaan dengan matahari yang mulai terbenam di ufuk barat. Aku bahagia, seperti ini. Aku harap waktu tidak akan cepat berlalu.

Semua ini terus mencair dalam gerakan spontan. Hingga akhirnya, mampu melakukan hal yang lebih jauh.


Tbc.

Avalee DwyneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang