EIGTHTEEN

152 11 2
                                    

SASKYA memutarkan badannya ke kiri dan ke kanan, entahlah badannya terasa pegal sekali, setelah insiden marah-marah nggak jelas tadi, ia memutuskan untuk tidak menghubungi Kiena lagi yang notabenenya sekarang sudah taken, bahkan Saskya dianggap dilangkahkan oleh sahabatnya sendiri, tapi tak apalah ia bahagia jika sahabatnya itu bahagia.

Lihat, betapa romantisnya mereka jadian di bawah hujan deras yang menyelimuti mereka, setelah itu Alvo membawa Kiena ke rumahnya dan bercanda ria dengannya, oh astaga, bahkan Saskya ingin menjadi seperti itu, bagaimana dengan nasibnya seperti ini? Yang terlihat jones. Berhenti dengan hal itu! Dan pikirannya sekarang adalah bagaimana dengan nasib sang Abang? Kalau ternyata malah, ugh bahkan Saskya tidak bisa membayangkan apa yang terjadi setelah ini.

"Sas, bengong aja," suara dehaman terdengar dari belakangnya, sejak kapan Abangnya di sini? Dan, kenapa Abangnya tidak mengetuk pintu kamarnya terlebih dahulu?

"Apaan sih," desisnya setelah bang Zidan menoel pipinya gemas.

"Gue laper, bikinin makanan dong," rengeknya seperti anak kecil, sebenarnya di sini yang Adik dan Kakak siapa sih?

"Nggak, nggak, untuk kesekian kalinya gue nggak mau disuruh apapun sama lo," desisnya

"Oh ayolah, bonyok 'kan nggak ada di rumah, trus yang masak selain lo siapa?"

"Lo."

Zidan menggeleng tanda tak mau. "Lo aja yang masak, masakan lo 'kan—"

"Kata Caca 'kan masakan lo enak," sambungnya dengan nada santai, tanpa Zidan sadari pipinya memerah.

"Cie blushing ...," godanya membuat Zidan menahan semburan merah di kedua pipinya saat ini.

"Siapa yang blushing!"

"Lo lah, siapa lagi," desisnya, "sekarang yang masak lo ya, Bang?"

Zidan tetap menggeleng. "Nggak, keputusan tetap keputusan."

Saskya tau Abangnya ini keras kepala, Saskya hanya menghela napas tak acuh lalu beranjak dari kamarnya untuk menuju dapur, terdengar selingan tawa dari belakang, tampaknya Zidan berhasil.

"Mau makan apa?" tanyanya jutek.

Zidan terkekeh mendengar itu. "Sas, nggak usah sok dijutekin gitu deh, gue yakin lo nggak bakalan bisa jutekin di hadapan Abang yang ganteng ini, ya 'kan?"

Saskya lebih memilih untuk tidak memedulikannya dan memutarkan kedua bola matanya, dan detik itu juga bel rumah berbunyi. "Bukain sono, Bang!"

Zidan menggeleng. "Nggak."

"Bukain sono!"

"Enggak!" geramnya menatap Saskya tajam.

"B-U-K-A-I-N N-G-G-A-K!" katanya dengan penuh penekanan di setiap hurufnya, entahlah mereka sering seperti ini.

"E-N-G-G-A-K!"

"Bang ...," rengeknya membuat Zidan menghela napas panjang lalu berjalan gontai disusul siulan dari Saskya penuh kemenangan untuk saat ini.

-----

"Iya, aku mau ke rumahnya Saskya, kamu bisa jemput aku?"

"Iya, apa sih yang enggak buat kamu," suara gelak tawa terdengar dari sebrang sana membuat Kiena blushing sendiri mendengarnya.

"Oke, sip."

"Eh tapi Saskya yang mana ya?"

Kiena memukul keningnya sejenak lalu berpikir. "Masa lo lupa sih Vo! Itu teman SD kita, wah lo amnesia ya?"

KUNATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang