TWELVE

196 11 0
                                    

"MAU kemana, Bang?" tanya Saskya yang hendak menyeduh teh panasnya ke dalam cangkir.

Zidan tampak berpikir, dan liat sekarang Saskya tampak sangat antusias dengan jawaban yang Zidan ucapkan nantinya. "Rumah temen."

Singkatnya, Saskya kepo dengan kepergian Abangnya.

"Bohong," Saskya selalu tahu jika Zidan akan berbohong seperti itu.

Terdengar helaan napas dari Zidan. "Oke gue akan ke rumah Kiena."

"Kiena nggak ada di rumahnya, dan lo nggak perlu tau soal ini."

Zidan menautkan alisnya heran melihat adiknya seperti itu. "Gue akan tetap ke sana."

"Bang! Lo nggak usah keras kepala, kalau gue bilang enggak ya enggak," bentaknya melihat Zidan yang sedang di ambang pintu.

"Gue harus berkomitmen, Sas," jawabnya mantap melihat ke arah Saskya.

Saskya terlihat heran, terlihat dari gerak bibirnya yang sedikit menaik keatas, dan alisnya yang ia tautkan pada wajahnya, mukanya disitu benar-benar absurd gila. "Bang!"

Belum sempat Saskya memanggil Zidan, tapi mobilnya sudah melesat keluar pekarangan rumahnya, ia hanya menggigit bawahnya lemas dan menarik napas lelah.

Karena ia tak ingin melihat abangnya sedih atau pun sakit hati karena seorang perempuan.

-----

Sudah hampir sejam mereka menunggu di depan kamar Leira, seperti anak gembelan. Sedangkan Alvo mengacak rambutnya frustasi kala ia tak mendengar suara Leira, dan Kiena tampak panik dengan ini.

"Kenapa lo nggak dobrak aja pintunya?"

Alvo menaikkan salah satu alisnya. "Kenapa lo nggak bilang dari tadi?"

"Yeh, dari tadi kita kayak orang idiot tau nggak nunggu di depan sini tanpa hasil," jawabnya dengan antusias. "Dobraklah."

Seperti ada suara decakan dari dalam, dengan cepat Alvo mengehentikan aksi mendobraknya itu.

Kontan keduanya kaget dikala Leira muncul dengan wajah bantalnya, seperti biasa wajah tanpa ekspresi, dengan alis yang ia tautkan karena heran melihat perlakuan kakaknya ini.

Dengan cepat Alvo memeluk adik kesayangannya itu, Leira juga tidak menganggapi pelukan itu, malah lebih kearah tidak pedulian seperti itu.

"Kakak seneng kamu akhirnya buka pintu kamar," wajahnya sekarang sudah mendekat ke arah Leira.

Kiena juga tersenyum senang melihat Leira yang sepertinya baru saja bangun dari tidurnya.

"A-aku boleh ngomong sebentar sama kamu?" tanya Kiena hati-hati.

Leira mengangguk dan menutup kamarnya kembali, ia mengajak dirinya untuk ke ruang tv yang berada di lantai atas.

"Jadi?" suaranya keluar, Kiena tersenyum kala mendengar nada yang Leira keluarkan.

Kiena tampak antusias dengan ini, ia menghela napas lalu ia keluarkan secara perlahan. "A-aku—"

Leira menautkan alisnya. "Jadi, Kakak mau ngomong apa?"

Kok ngomong sama adeknya Alvo susahnya kayak gini amat, dan egh kenapa hape gue geter, tak berapa lama ia melihat layar called id nya menandakan kalau Zidan menelponnya. Sebelumnya Kiena meminta izin kepada Leira untuk menerima telpon ini.

KUNATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang