ELEVEN

196 14 4
                                    


MATAnya kini tengah menatap langit-langit kamar, ia tak bisa tidur, entah apa yang dipikirkannya sekarang, ia hanya mengingat kata-kata yang Dheka ucapkan waktu itu, ia masih betul dengan kata itu, kalau Alvin bakalan nembak seorang gadis yang ia tak kenal. Tapi walau bagaimanapun, ia tak ada urusan dengan mereka, toh Kiena hanyalah seorang gadis lugu yang tak tahu apa-apa soal itu.

Ia meremas rambutnya frustasi, ia benar-benar tak bisa tidur malam hari ini, udah mana besok masih sekolah. Ia membuka pintu kamarnya yang menghadap ke arah balkon kamarnya, ia duduk di bangku sambil melihat pemandangan malam hari yang sunyi dan sepi, pikirnya bahwa orang disekitarnya sudah di alam mimpi.

Ia menghela napas sejenak, baru kali ini ia dilanda kegalauan seperti ini, kini butiran air matanya siap-siap turun, entah kenapa jika ia menarik napas dan akan ketarik membuat punggungnya terasa sakit.

Karena cuaca malam begitu menusuk kulitnya, ia lantas masuk ke dalam kamarnya lagi, ia tetap tak bisa tidur sampai akhirnya ia mengambil wudhu dan sholat tahajud.

Seketika ketenangan itu datang, ia langsung terlelap dari tidurnya dan terbang ke alam mimpi.

-----

"Ca?" panggil seseorang menepuk betisnya. "Eh, bangun sayang, pagi nih," Dina seraya menyibak tirai pada sisi kanannya.

"Vo ... jangan, Vo ... jangan tinggalkan ak—" belum sempat ia melanjut mimpinya, tubuhnya sekarang sudah jatuh, dan bibirnya tepat sekali mencium lantai kamarnya. Ugh pagi yang buruk.

"Hei, Nak? Kamu mimpiin siapa sampai jatuh seperti itu?" tanya Dina melihat anaknya sudah bangun, lantas anaknya hanya duduk di lantai dan menyender pada kasur.

Kiena menggarukkan rambutnya yang berantakan. "Hah?" suara kantuknya terdengar jelas.

"Mandi, kamu 'kan harus sekolah hari ini," jawabnya seraya melangkahkan kakinya ke pintu luar.

"Aku nggak mau sekolah ah, aku mau tidur," ia kembali terlelap.

"Caca, nggak bisa dong, kamu harus sekolah, mau kamu diomelin sama Papa, hm? Trus kamu nggak disetujuin hubungan kamu sama Alvo." goda Dina, tak berapa lama, Kiena merubah posisinya menjadi duduk dan sontak rasa kantuknya pergi begitu saja, membuatnya gelagapan mencari handuk.

"Emang kalian udah punya hubungan?" tanya Dina membuat Kiena melongo setengah mati.

Dengan wajah datar, polos, dan flat ia menggeleng, sedih sih bisa dibilang, digantungin gitu.

"Oh ya, Ca, kamu katanya mau ajak Alvo makan malam bareng keluarga," ucap Dina membuyarkan lamunannya.

"Eh? Hm, ya Mama maunya kapan, nanti biar Caca bilang langsung ke Alvonya," jawabnya seakan itu pernyataan enteng.

"Ya, Mama sih maunya secepatnya," jawab Dina antusias.

"Ya udah, pokoknya Mama pikirin ya, kalau udah mateng banget baru kasih tau Caca."

"Sip, sana kamu mandi."

Kiena hanya mengacungkan jempolnya seraya memasuki kamar mandi yang berada di dalam kamarnya dan setelah itu ia menjalani kewajibannya.

-----

"Pagi, Bun, Yah, Qoniii, Qilaaa dan Leira mana?" teriaknya dari arah tangga, dengan terburu-buru ia duduk di sebelah Ghina.

Ghina sontak menggeleng dan menaikkan bahunya. "Nggak tau, dari tadi Bunda udah ngetuk pintunya dan apa jadi, pintunya di kunci, Bunda khawatir, Nak sama, Leira."

KUNATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang