"HAH?" kagetnya luar biasa mengalahkan dunia sekitar, ia masih melihat ke layar ponselnya tak percaya dengan Alvo menelpon Kiena, selama kurang lebih empat tahun ini mereka tak pernah saling telpon menelpon seperti ini.
"Kesambet apaan Alvo tiba-tiba nelpon gue? Apa gue angkat?" tanyanya kepada diri sendiri, entah kenapa ia ragu untuk menggeser layar hijau. "Dia ... dia datang, kenapa ada rasa kecewa gini?"
"Angkat aja deh," dengan tangan bergetar ia menggeser layar hijaunya dan menghela napas sebentar untuk menenangkan dirinya.
"Halo."
"Hai, gue kira lo nggak bakalan angkat telpon dari gue, jadi apa kabar?"
-----
"DEMI APA LO DI TELPON SAMA ALVO, CA?" teriakkan Saskya malah mengalahkan teriakkan Kiena tadi malam. Mereka sedang ketemuan di kafe Salisa, sedang mengobrol-ngobrol asik dan tiba-tiba Saskya nyeletuk seperti itu.
"Lo tau 'kan Sas, ini kafe bukan rumah lo, jadi lo biasa aja dan bersikap layaknya orang biasa, nggak usah kagetan gitu, untung gue nggak jantungan, coba kalau iya?"
"Ssst! Gue nggak peduli seberapa kencangnya gue teriak, intinya, lo beneran Ca, ditelpon sama Alvo? Bukannya lo yang duluan yang nelpon dia?" suaranya diperkecil karena ini masalah serius.
"Beneran deh, Sas, kalau soal telpon-menelpon gitu gue nggak bakalan berani untuk nelpon duluan ke orang yang gue suka, Sas, gue aja ngangkatnya gemeteran kayak orang baru ketemu apaan tau."
Saskya menelan ludahnya tidak percaya dengan omongan Kiena barusan "Seumur-umur gue belum pernah di telpon sama doi, Ca."
"Gue juga awalnya nggak nyangka."
"Lo ngomong apa aja sama dia?"
Dengan tangan bergetar ia menggeser layar hijaunya dan menghela napas sebentar untuk menenangkan dirinya.
"Halo."
"Hai, gue kira lo gak bakalan angkat telpon dari gue, jadi apa kabar?"
"Ba-baik," jawabnya menghela napas lagi dengan berat. "Lo?"
Terlihat canggung namun sukses membuat senyum Kiena terbit mendengar suara Alvo lagi.
"Alhamdullilah baik, jadi lo gimana dengan sekolah lo yang sekarang?" tanyanya antusias membuat Kiena menjadi keringat dingin.
Tunggu. Alvo kenapa tiba-tiba menelpon Kiena? apa maksudnya?
"Hm, lumayan," jawabnya dengan nada enteng. "Tapi, kesambet apa lo tiba-tiba nelpon gue?"
Terdengar suara tawa dari sebrang sana yang sukses membuatnya lebih penasaran lagi. "Gue iseng aja kok, udah lama nggak ngobrol sama temen gue yang terkadang lebih nggak jelas dari gue."
"Bahasa lo terlalu sulit untuk gue cerna, Vo."
"Emang dari dulu bukannya gitu? Tapi lo tetep aja ngobrol sama gue," tawanya lebih menggelegar dari pada itu.
Kiena terpaku dalam diam, lidahnya kaku untuk menjawabnya, entah kenapa senyumnya lagi-lagi mengembang.
"Ca? Lo kenapa?"
"Eh, enggak kok, lo gimana dengan sekolah lo?"
"Terdengar canggung, namun sedikit familier."
KAMU SEDANG MEMBACA
KUNATA
Teen FictionKisah seorang gadis lugu, cantik dan konyol tentunya, dalam masa SMA nya yang seperti kata orang adalah masa paling indah, justru membuat sang pemilik nama Kiena ini kebingungan dengan adanya tiga laki-laki yang masuk ke dalam kehidupannya. Membuatn...