sembilan

82 10 2
                                    

Author's POV

Setelah makan malam selesai, Dhera memutuskan untuk langsung pergi ke kamar.

"Good night" kata Dhera seraya meninggalkan 4 orang yang masih terdiam di meja makan.

Ke empat orang tersebut saling pandang, mulai kesal dengan tingkah Dhera yang seperti itu.

"Dhera" Dheris mencoba memanggil Dhera

Dhera yang mendengar itu kemudian membalikkan tubuhnya ke arah Dheris tanpa berkata sedikit pun. Ekspresinya datar menatap ke empat orang yang ada di sana.

"Kamu kenapa sih?" Dheris bertanya.

"Aku? Aku gapapa" jawab Dhera santai.

"Ya terus kenapa kamu kaya gini?" suara Dheris sedikit meninggi.

"Kaya gini gimana? Aku fine fine aja kok"

Dheris bungkam, wajahnya mengeras menahan kesal. Melihat Dheris diam, Dhera langsung berbalik hendak pergi meninggalkan mereka.

"STOP DHERA!!!" teriakkan Windi menghentikkan langkah kaki Dhera.

Rain dan Gio terlihat terkejut, sedangkan Dheris hanya diam saja menundukkan kepala.

"Lo tuh kekanakkan Ra, lo tuh egois. Cuma karna kita mau main dan lo enggak , lo diemin kita kaya gini. Kalo emang lo gak mau main, terserah. Gue ataupun yang lain gak akan lagi berusaha buat bujuk lo untuk ikut" kata Windi masih dengan berteriak.

Dhera tersenyum, senyum menahan tangis. Hatinya mencelos, entah apa yang membuat kata-kata Windi begitu menusuk hatinya. Kemudian Dhera berbalik menghadap ke arah empat orang itu. Mereka semua menundukkan kepala, kecuali Windi yang berdiri menatap Dhera.

"Jadi menurut lo gitu Win? Oh atau menurut kalian gitu? Hmm?" Dhera masih terus berusaha tersenyum walaupun air mata sudah menumpuk di pelupuk matanya.

Windi diam, tak menjawab perkataan Dhera. Matanya masih menyorotkan kemarahan, tubuhnya menegang, napasnya berat.

"Ya gue emang kekanakkan, gue egois, gue penakut, dan ya gue pengecut" Dhera tersenyum masam, suaranya tertahan.

"Kalian boleh menilai gue sesukanya, terserah kalo kalian emang gak suka sama sikap gue. Gue gak pernah maksa kalian untuk mau temenan sama gue" sebutir air mata menetes ke pipi Dhera.

"Kalo kalian masih tetep mau main ya silahkan toh gue juga gak pernah ngelarang" Dhera berbalik berusaha menyembunyikan air matanya yang mulai membanjiri pipinya.

Di sudut sana, Rain pun juga mulai mengeluarkan air mata. Gio yang tau akan hal itu langsung menggenggam erat tangan Rain, memberinya sedikit kekuatan.

"Selamat bersenang-senang" katanya lagi kemudian hilang dari pandangan.

Rain's POV

"Gue gak pernah maksa kalian untuk mau temenan sama gue"

Kata-kata Dhera membuat hatiku sakit. Aku gak pernah merasa terpaksa temenan sama dia, sama Windi, Dheris maupun Gio.

"Kalo kalian masih tetep mau main ya silahkan toh gue juga gak pernah ngelarang" katanya lagi lalu berbalik pergi.

Aku tau dia sedang menahan tangis atau bahkan sudah menangis. Aku tau. Di sinipun aku menangis melihat sahabatku bertengkar seperti ini hanya karena sebuah permainan.

Gio menggenggam tanganku dalam diam, memberikan sedikit efek menenangkan.

"Selamat bersenang-senang" katanya lagi.

Dhera pergi meninggalkan kami semua yang masih terdiam disini. Selamat bersenang-senang katanya. Itu membuatku semakin sedih. Sungguh aku menyesalkan perkataan Windi tadi. Seharusnya dia tidak mengatakan itu. Lo tuh kekanakkan Ra, lo tuh egois.

Tangisanku pecah, aku tak bisa menahannya lagi. Gio semakin mengeratkan genggamannya. Windi kemudian memelukku, Dheris juga ikut mengelus bahuku.

"Udah Rain udah ya jangan nangis" Windi mencoba menenangkanku.

Aku mengangkat kepalaku dan mengelap air mataku yang tetap saja keluar.

"Apa kita gak usah main aja?" tanya Gio.

"Oh ayolah Gi" Dheris menjawab.

"Kita bisa tetep main, dan kalo ternyata kita gak kenapa-kenapa pasti Dhera bakalan baik lagi" jawab Windi.

"Ya emang seharusnya kita gak kenapa-kenapa" kata Gio.

"Kamu gimana?" Gio bertanya padaku.

Aku hanya mengangguk, tak bisa menjawab. Suara ku hilang di telan air mata.

"Kita pasti gak kenapa-kenapa" kata Windi sambil tersenyum.

Unknown's POV

Oh ku lihat kalian sekarang sedang bertengkar ya dan bahkan beberapa dari kalian menangis. Hmm tenang sayang tenang tak perlu bertengkar seperti itu, permainan belum di mulai. Ini baru awalnya saja, kalian belum mengetahui bagaimana akhirnya nanti bukan?
Ku dengar lagi kalian akan tetap bermain. Apa? Kalian pikir kalian akan baik-baik saja? Kalian yakin? Lihat saja bagaimana nanti sayang, akan ku buay kalian menyesal dengan keputusan ini. Tunggu aja. Dan ku beritau sekali lagi. Berhati-hatilah, aku datang.

UnknownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang