duabelas

67 7 1
                                    

Gio's POV

Sekarang kita semua sedang berada di ruang depan setelah lari dari lantai 2 tadi. Sungguh itu tadi meyeramkan. Bertemu dengan sebuah sosok yang gue tebak itu midnight man.

"Sial hhh...hhh..." kata Dheris terengah-engah.

"Hampir aja tadi" lanjutnya lagi.

"Untung refleks lo bagus tadi" sahut gue.

Gue lihat Windi menunduk memegangi kakinya.

"Kaki lo gapapa Win?"

"Kaki gue sakit banget Gi astaga" jawabnya mengeluh.

"Yaudah istirahat dulu sebentar disini" ujar Dheris.

Wuuuussssss

Angin berhembus di sekitar ruangan. Api lilin yang dipegang Dheris bergoyang tak keruan, dan tiba-tiba saja mati.

"Shit! Gi cepet nyalain" teriak Dheris.

Gue merasakan ketegangan di antara kami. Dengan segera gue menyalakan korek yang sedaritadi gue pegang dan mendekatkannya ke sumbu lilin.

Sekilas gue denger Dheris berbisik menyebutkan 123 dan seterusnya. Pada hitungan ke 8 dia berhenti, tepat pada saat lilin kembali menyala. Saat itu juga aku menyadari sesuatu.

"Rain mana?" tanyaku pada Windi dan Dheris.

Dheris dan Windi celingukan.

"Lah bukannya dia ada di depan lo?" tanya Windi dengan wajah panik.

"Iyaa tadi gue tarik tangannya pas lari" gue jawab gak kalah panik.

"Oh plis Gi jangan bercanda" kata Dheris.

"Siapa juga yang bercanda Dher, ini serius. Gue gak sadar pegangannya kelepas" jawabku mulai kesal.

"Ya terus Rain dimana?" tanya Windi makin panik.

Aaaaaaaaaaaaaa.....

"Holly shit!" umpat Dheris.

"Oh God gue mohon jangan"

Gue langsung dengan cepat berlari menerjang kegelapan, mencari sumber suara itu diikuti Dheris dan Windi di belakang.

Semoga kamu gak kenapa-kenapa Rain gue berdoa dalam hati.

Rain's POV

"Hhhhh...hhhh" aku berusaha mengatur nafasku yang memburu.

Tadi dengan tiba-tiba Gio berlari dan menarik tanganku setelah kami melihat sebuah sosok dengan pisau di tangannya yang dengan perlahan menghampiri kami.

Tapi tanganku terlepas dari genggaman Gio karena aku mulai lelah dan memperlambat lariku. Sekarang aku disini sendirian. Aku tak yakin ini dimana, tapi ku rasa ini di ruang tengah. Dengan pencahayaan minim aku tak bisa melihat dengan jelas, di tambah lagi aku menggunakan kacamata.

"Pada dimana ya" tanyaku pada diri sendiri.

Aku memicingkan mataku, berusaha mencari jalan. Tapi percuma disini gelap sekali.

Wuuuusssss....

Tiba-tiba saja aku merasakan suhu di sekitarku menurun, terasa dingin. Aku meraba tengkukku, merinding.

Wuuusssss...

Lagi-lagi angin berhembus di belakang leherku, membuat bulu kudukku meremang. Ini benar-benar mengerikan. Nyaliku yang sudah ciut makin menciut. Aku menengok ke sekeliling ruangan, berjaga-jaga kalau sosok itu muncul lagi.

UnknownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang