Author's POV
BRAAAKKKKK
Suara itu membuat Dheris, Windi, Rain, dan Gio tersentak. Menyadarkan mereka akan sesuatu di sekitar.
"Itu apaan?" tanya Windi takut-takut.
"Jam berapa sekarang?" Dheris malah balik bertanya.
"03.33" jawab Gio.
"Ooohhh thanks God" kata Dheris sumringah.
"Kenapa?" tanya Windi menuntut jawaban.
"Kita berhasil, kita selamat. Midnight man udah pergi"
Jawaban Dheris membuat mereka semua tersenyum lega. Akhirnya mereka bisa melewati malam yang terasa panjang ini.
Tapi tidak dengan Dhera, mereka sejenak lupa akan keadaannya. Tubuhnya semakin lemah, kulitnya dingin memucat. Bahkan ia tidak bergerak sama sekali sedari tadi.
Rain's POV
"Midnight man udah pergi"
Kata-kata itu membuatku terkesiap. Badanku melemas, lega. Akhirnya permainan ini berakhir juga.
Tanpa sadar aku tersenyum dan air mataku mengembang. Kalian harus tau betapa senangnya aku mendengar perkataan Dheris.
Perasaan senang ini lebih daripada senang saat kau tau orang yang kau suka juga suka padamu. Tidak bisa dijelaskan, tapi lebih dari itu.
Tiba-tiba saja tanganku menyentuh sesuatu yang dingin. Langsung saja aku tersadar kalau Dhera ada disana, dia terluka dan membutuhkan pertolongan segera.
"Guys Dhera..." aku menggantung kalimatku.
Sepertinya mereka juga baru sadar kalau kita masih harus menolong Dhera.
"Rain, disini ada kotak P3K?" tanya Dheris.
"Ada di ruang tengah" jawabku
"Windi sama Gio tolong nyalain semua lampu, gue sama Rain duluan ke ruang tengah" perintah Dheris seraya menggendong tubuh Dhera.
Windi dan Gio mengangguk patuh dan langsung berlari ke dalam. Aku dan Dheris pun juga bergegas ke ruang tengah untuk mengobati luka di kaki Dhera.
Dheris's POV
Kamu pasti selamat, Ra. Kuat Dher kuat, aku mohon kamu bertahan demi kita. Demi aku...
Kalimat itu terus gue ucapin dalam hati selama gue lari sambil gendong Dhera ke ruang tengah dengan Rain yang ngikutin gue di belakang.
Akhirnya kita sampe di ruang tengah. Rain langsung nyalain lampu dan gue rebahin Dhera di sofa yang ada disana.
Gue liat Rain membuka-buka laci yang ada untuk mencari kotak P3K. Gak sabar gue langsung nyamperin dia dan bantu dia buka laci.
"Ini dia" kata Rain langsung berjalan mendekati Dhera.
Gue ngikutin Rain dan duduk di sampingnya. Muka Rain tiba-tiba keliatan agak panik.
"Kenapa?"
Dia gak menjawab pertanyaan gue dan malah keliatan bingung. Tangannya meraba bagian leher Dhera dan menekannya sedikit.
"Dia sekarat, denyut nadinya pelan banget" kata Rain menundukkan kepalanya.
"Dia pasti bisa selamat Rain, ayok cepet obatin!"
Tanpa bicara Rain membuka kain yang sempat gue iket di kaki Dhera tadi. Darah masih kekuar dari lukanya walaupun gak sebanyak tadi.
"Dher, tolong ambilin air anget buat bersihin lukanya" kata Rain.
Gue mengangguk seraya berlari menuju dapur. Mengambil wadah kemudian mengisinya dengan campuran air panas dan dingin dari dispenser. Dengan segera gue balik lagi ke ruang tengah.
Gue menyodorkan wadah berisi air anget itu ke Rain. Dan dengan hati-hati Rain membersihkan darah yang tersisa di kaki Dhera dengan kapas. Bersamaan dengan itu Gio dan Windi datang dan langsung menghampiri kami.
Gio's POV
"Menurut lo kita udah bener-bener selamat?"
Gue lagi jalan sama Windi buat nyalain semua lampu di villa ini. Dan pertanyaan yang keluar begitu saja dari mulut Windi bikin gue jadi mikir juga
Apa kita udah bener-bener selamat?
Pertanyaan itu terus terngiang di kepala gue. Gue gak menanggapi pertanyaan yang gue sendiri juga gak tau jawabannya itu.
Setelahnya gue cuma diem-dieman sama Windi. Mungkin dia lagi mikirin jawaban atas pertanyaannya tadi, sama kaya gue.
Lama-kelamaan gue ngerasa aneh juga sama keadaan ini. Krik banget.
"Nggg gue juga gak tau, tapi berdoa aja semoga emang ini semua udah selesai"
Akhirnya gue memutuskan untuk menjawab pertanyaan Windi tadi demi ngilangin awkward di antara kami. Windi hanya bergumam dan menganggukkan kepalanya.
Krik lagi. Ah yaudahlah bodo amat, gue juga gak tau mau ngomong apa. Jadi akhirnya kita diem-dieman sampe selesai nyalain semua lampu dan memutuskan untuk langsung ke ruang tengah.
Windi's POV
Gue bingung harus ngomongin apa lagi buat ngisi kekosongan antara gue dan Gio ini. Semuanya jadi awkward gara-gara gue nanyain sebuah pertanyaan bodoh ke Gio tadi.
Akhirnya gue memutuskan untuk diam. Setelah menyalakan lampu terakhir di villa ini, gue dan Gio langsung nyusul Rain sama Dheris ke ruang tengah.
Sesampainya di sana gue liat Rain lagi ngolesin kaki Dhera pake cairan yang gue rasa itu alkohol.
"Gimana Dhera?" tanya Gio.
"Buruk banget" jawab Rain lemah.
"Lukanya gak begitu lebar tapi kayanya cukup dalem. Darahnya udah berenti keluar, tapi Dhera udah kehilangan banyak banget darah" lanjut Dheris menjelaskan.
Tidak ada lagi yang melanjutkan percakapan. Rain terus mengobati luka Dhera. Saat dia meneteskan obat merah di luka itu, Dhera meringis kesakitan.
Rain berhenti sebentar saat Dhera meringkukkan tubuhnya. Ketika Dhera sudah tenang lagi, Rain segera melilitkan perban menutupi luka itu.
Aku menguap, merasakan kantuk datang. Beberapa kali aku mengucek mata untuk mengusirnya pergi.
"Tidur aja kalo ngantuk, gapapa kok" ujar Dheris.
"Yaudah ayok tidur" ajak Gio.
Kita semua tidur dengan posisi duduk menyandar ke sofa. Gio merangkul Rain yang kemudian menyandarkan kepalanya di bahu Gio.
"Butuh bahu juga?" tanya Dheris yang ada di sebelah gue.
"Eh enggak ko" jawab gue kikuk.
"Yaudah tidur gih" katanya kemudian.
Gue menurut dan langsung memejamkan mata. Dalam hitunhan detik aku sudah di alam mimpi. Rasa kantuk sudah benar-benar menguasai diriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unknown
Mistério / SuspenseHei, Kulihat dirimu sedang sibuk sekarang. Kau sibuk seperti orang jaman sekarang. Di depan layar monitor selama berjam - jam melakukan hal - hal yang tak aku pedulikan. Kau terlihat nyaman dengan berbaring di atas kasur empukmu itu. Tapi tunggu, ka...