1. Meet in Town

34.4K 1.6K 8
                                    

Hay, ini adalah story pertama setelah saya vakum beberapa lamanya hehe.
Dan story ini juga saya terinspirasi dari beberapa penulis yg genre nya sama kayak saya.

Maaf mungkin masih banyak typo yang bertebaran.

Dan di multi media itu adalah cast untuk Revio.

So, Happy Reading guys.

-Revio

Town Coffie. Aku sedang menunggu sahabat karibku sejak kuliah di coffie shop langgananku.

Selama menunggu, mataku selalu terpaku melihat gadis yang sedang sibuk dengan laptop dan kopi hitamnya.

Menarik. Baru kali ini aku memperhatikan seseorang secara diam-diam.

Seorang pria masuk kedalam cafe ini dan menghampiri gadis itu. Pria itu tampan. Dan gadis itu tersenyum hangat menyambut pria itu. Entah mengapa ada rasa tak suka melihat kejadian itu. Jealous at the first sight, eh.

Tak lama, sahabatku datang dan menghampiri meja di mana aku duduk dan menunggunya.

"tak pernah berubah. Kau selalu telat bro." kebiasaan sekali bocah satu ini. Selalu telat, tapi aku bersyukur karna ke telatannya aku jadi mendapat kesempatan melihat gadis itu.

"sorry bro, lo tau kan jakarta macet" kilahnya.

"alesan aja lo."

Ku teguk kopi hitam ku sambil ekor mataku melirik gadis itu.
Argh. Kenapa pria itu tidak pergi saja.

"hebat lo Rev, udah megang perusahaan bokap lo sendiri."

"biasa aja bro, lagian yg mbangun dari 0 kan bokap bukan gue" kataku merendah.

"ya tetep aja keren bro"

-Tifany

Bukannya tak sadar aku di perhatikan. Aku hanya pura pura tidak tahu. Aku tidak mau geer juga. Nanti di kira aku kepedean lagi.

Saat Bang Gerald datang pun pria itu masih diam diam melirik kearahku. Dan semakin jelas kalau pria itu memperhatikan kearah aku dan Bang Gerald.

Aku tidak bisa menyembunyikan senyumku saat Bang Gerald datang. Rasanya sudah 1 tahun aku tidak bertemu dengannya. Pasalnya Bang Gerald memang mengerjakan anak perusahaan ayah di London, Inggris.

"lama banget sih bang. Aku capek nungguinnya" kemanjaan ku mulai keluar karena dari dulu aku dekat dengan Bang Gerald.

Bahkan saat pertama Bang Gerald pindah ke London aku ngambek 3 hari di kamar tidak mau melakukan apa apa. Tapi bang Gerald datang ke kamar ku dan memberiku pengertian.

Flashback On

"dek, bukain pintunya dong, abang mau ngomong sebentar."

Aku membuka kunci pintu kamarku dan membiarkan bang Gerald masuk. Lalu aku duduk di kasur yang diikuti bang Gerald di sebelahku.

"kok adek abang cemberut gitu sih" bang Gerald memelukku dari samping, dan aku membiarkan dirikku di dekapannya. Aku menyembunyikan wajahku di dada bidang bang Gerald.

"loh kok malah nangis sih" abang mencium puncak kepalaku saat merasa ada air mataku yang keluar dan isakan kecil.

"aku gk mau hiks.. abang pergi hiks hiks" aku memeluk bang Gerald lebih erat.

"sejak kapan sih adek cengeng gini. Abangkan pergi juga ngebantuin ayah, dek" Bang Gerald menepuk nepuk punggungku agar aku berhenti terisak.

"tapi nanti Tifany sendirian bang. Tif maunya sama bang Gerald.Ayah sibuk, bunda juga."

"kalo km ikut abang, nanti kuliah kamu gmn? Dengerin abang ya " bang Gerald menangkup kedua pipiku yg chubby dengan kedua telapak tangannya.

"Ini kan jaman udah modern dek, nanti bisa chat sama abang, bisa skype juga sama abang."

"tapi kan bedaaa bang" kilahku lagi.

"abang janji deh tiap hari bakal telpon Tifany terus. Abang vidcall kamu. Pokoknya gk ada satu haripun gk telp km"

Aku berfikir sejenak. Mungkin ini yg terbaik. Apalagi seharusnya aku tidak menghalangi karir abangku satu satunya ini. Harusnya aku mendukung, eh aku malah tak rela.

"hmmm, janjii ya bangg" aku mengarahkan kelingkingku agar bang Gerald mau berjanji.

" iya abang janji dek" bang Gerald menautkan kelingkingnya ke kelingking ku.

Flashback Off

"maaf ya, tadi macet dek" bang Gerald duduk tepat di sebelahku.

Bang Gerald memesan satu kopi pahit pada pelayan, setelah itu kami bercerita tentang banyak hal. Mulai dari kehidupan bang Gerald di London, sampai aku bercerita bahwa saat ini aku bekerja sebagai pelayan di sebuah cafe.

Bang Gerald awalnya tidak setuju, karna sebenarnya aku tidak bekerjapun tetap bisa hidup mewah karna kekayaan keluargaku. Tapi aku ingin mencoba sesuatu yang baru dan aku ingin hidup mandiri.

Akhirnya bang Gerald tidak mempermasalahkan hal itu lagi. Walaupun, bang Gerald terlihat sedikit khawatir. Namun, aku katakan aku akan baik baik saja.

Aku keluar dan menunggu mobil bang Gerald di depan cafe. Aku sengaja tidak bawa mobil agar bisa pulang dengan bang Gerald.
Kebetulan hujan turun, walau tidak terlalu deras. Saat aku berjalan menuju mobil bang Gerald, rupanya lantai di situ terlalu licin.

Aku jadi terpeleset, dan jatuh. Heels ku bahkan patah. Aku malu sekali di lihat orang orang. Mereka mentertawakan ku seakan aku adalah gajah yg jatuh.

"Apa kamu baik baik saja? Mari saya bantu" pria itu mengulurkan tangannya. Pria ini adalah pria yg memperhatikan aku tadi.

Aku menyambut uluran tangannya dan mengucapkan terimakasih.
Aku memberi tanda bahwa aku baik baik saja pada bang Gerald yang tampak khawatir dan akan menghampiriku.

My Lovely (Fat)eTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang