POV Gerald _ 4 jam yang lalu.
"Lo mau kemana kak ? " tanyaku pada Brian. Melihatnya berpakaian rapi membuatku penasaran.
"Gue keluar bentar" katanya datar. Aku tau dibalik semua kedatarannya ini dia orang yang sangat perhatian.
Bagiku dia lebih dari kakak kandungku, dia papaku di Indonesia, juga penasihat pribadiku. Walaupun cara menyampaikannya cenderung kasar. Tapi aku mengerti dibalik sifatnya itu.
"Sama siapa ?" Cecarku, tanpa dijawabnya. "Velin?" Tanyaku memastikan. Brian lalu memalingkan mukanya kearahku. Aku tau sekali dia terkejut.
"Darimana lo tau ?" Brian tanya balik.
"Gue udah tau kali kak!" Kataku sambil tersenyum. "Gue juga tau kalo lo yang nemuin gelangnya" lanjutku membuat Brian tambah terkejut.
"Reva yang bilang kan?" Katanya datar.
"Bukan, gue sendiri yang liat gelang itu di meja lo, dan beberapa hari kemudian berpindah ditangan Ve" beberku.
Waktu itu aku ingin mencari kunci mobil. Aku melihat gelang dengan ornamen indian ada diatas meja Brian. Brian bukan orang yang menyukai aksessoris seperti ini. Paling mentok dia pake jam tangan.
Lalu beberapa hari kemudian, Velin berteriak kegirangan di kantin menunjukkan ku gelangnya yang hilang. Aku sempat terkejut melihat gelang itu.
Aku awalnya gak percaya itu gelang yag sama. Tapi waktu aku dirumah. Ku cek di meja Brian, gelang itu tidak ada. Aku baru percaya.
"Gue cuman nemu, dan gue gak tau siapa pemiliknya. Ternyata dia" ungkap kakakku. Aku tau dia berbohong.
"Ohya ?" Brian mengangguk mengiyakan.
"Gue cabut dulu ya" katanya sambil melambaikan tangan.
"Kak, perlu lo tau, Velin suka sama gue" lanjutku. Langkahnya terhenti kemudian berbalik ke arahku.
"Ge, gue uda bilang kan ke lo jangan deketin Reva" katanya.
Brian pernah mengingatkanku untuk tidak terlalu dekat dengan Velin. Tapi aku gak tau alasannya. Dia tidak memberi alasan. Maka dari itu aku tidak menurutinya.
"gue bakal nurutin kalo lo ngasih alasan yang jelas kak" protesku.
"Gue kakak lo, dan gue gak mungkin ngelarang lo kalo itu baik" paparnya
"Jika Velin gak baik buat gue, kenapa baik buat lo?" Tanyaku semakin penasaran. Brian tidak menyahut.
"Kak?" Aku menunggu jawabannya.
"Gue ga bisa bilang sekarang. Intinya lo boleh deket, tapi jangan kebawa perasaan !" katanya. Aku tidak ingin menanyakan lebih lanjut karena itu percuma.Brian memang seperti itu. Dia akan menjelaskan saat waktunya. Dia akan kekeuh dengan argumennya.
"Oh ya, cewek itu, Patricia !!. Lo pindah kesini gara gara dia kan? apa dia orang yang sama ?" sambungnya. Yang membuatku memercingkan mata.
****
"Reva lo gak papa ?" Aku menganggu pelan. Brian segera memberiku minum ."Lo kenapa ?" Lanjutnya.
"Gue-gue gak papa" kataku terbata bata. Aku mengkode Brian untuk keluar dari food court. Brian mengangguk paham.
Brian langsung membawaku naik lift turun ke lantai dasar. Aku hanya berjalan mengekor dibelakangnya. Bayangan itu terulang secara otomatis beberapa kali di otakku.
gak kerasa aku sudah ada di parkiran. Aku menghentikan kakiku dan bersandar pada mobil Brian.
"Reva? Lo gak papa?" Badanku gemetar, air mataku keluar tiba tiba. Bayabgan itu tidak bisa gilang di otakku. Bahkan teriakan 'anak haram' menggema di otakku. Aku tidak bisa menahan air mataku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Catcher
Teen Fiction"Dream Catcher akan menangkal mimpi burukmu" Apa pernah kau mendengarnya. Apa kau lebih takut pada mimpi buruk ? Lalu bagaimana jika itu kenyataan ? Siapa yang akan menolongmu dari kenyataan yang begitu pahit? Aku Reveline anastasia, gadis kecil...