Aku telat!!. Aku minta maaf karena telat updet. Banyak kegiatan akhir - akhir ini. Maafkan saya ya. Maaf.... banget...
Nah silahkan membaca!! (^_^)
- Adriana -
Seminggu telah berlalu sejak kejadian di ruang kepala sekolah itu. Keila mengaku kalau dialah dalang dari rencana itu. Ternyata itu maksud dari ' peran ' yang dikatakan Sely kepadanya, kami tidak bisa mengatakan yang sebenarnya tanpa bukti, apalagi ditambah pengakuan Keila. Kami tidak bisa menolongnya, Keila terkena hukuman serius akibat kejadian itu, orang tuanya dipanggil dan dia terkena skorsing selama seminggu untuk merenungkan kesalahannya saat itu, padahal bukan dia yang berbuat. Yah memang ada sih yang dia lakukan, tapi kan hanya karena dipaksa Sely. Dan selama seminggu ini Sely tidak banyak bertingkah macam macam, mungkin menunggu saat yang tepat untuk menyerang lagi. Harus super waspada nih.
Aku telah berteman dengan Arlena, setelah kejadian itu kami jadi dekat. sesuai dugaanku dia memang baik. Dia tidak lagi menjadi gangnya Sely. Banyak para siswa yang tidak percaya, tapi saat mereka melihat sendiri kalau Arlena tidak lagi berjalan bersama Sely and the gang, akhirnya mereka percaya. Ada satu ekspresi yang sangat kuingat saat Arlena berjalan dijalan yang berbeda dengan Sely and the gang di sekolah, yaitu ekspresi yang terbuka, bahagia, bebas atau entah sebutannya apa lagi. Intinya dia senang, tampaknya dia selama ini tertekan berada di sekat Sely. Aku turut senang melihatnya bahagia.
Nah dan sekarang, masalah yang utama. Sekarang aku sedang duduk di kursi kantin dengan Dion yang duduk disebelahku, Hery dan Leo dihadapan kami, dan Arlena duduk di samping Leo, wajahku cemberut sekarang. Mengapa?, itu karena sikap Dion yang kelewat protektif kepadaku. Dimulai dari saat seminggu yang lalu, dimana dia hampir membawaku kerumah sakit untuk mengobati kepalaku. Padahal lukanya nggak parah.
& ulasan &
Aku memberontak dalam gendongan Dion. " apa - apaan sih Dion!, sudah kubilang kalau aku nggak apa - apa!. Ini cuma luka kecil! ". Sambil mencoba melepaskan diri dari pelukkan lengannya. " nggak ". Katanya pendek. " kau harus diobati ". Kukuhnya. Untungnya disepanjang koridor masih sepi, masih di tengah pembelajaran, jadi nggak ada orang yang melihat kami. Mencoba memberontak lagi namun lelah juga pada akhirnya. Pada akhirnya aku bersandar dipelukkannya. Ingat ini karena kelelahan. " baiklah, kalau kau bersikeras mengobati luka ini ". Kataku sambil mengerutu. Tapi ada yang aneh, saat kusadari kalau kami bukannya mengarah ke UKS melainkan ke arah luar sekolah. " tunggu dulu ". Kataku menatapnya bertanya, " kita mau kemana?, bukannya kita ke UKS? ". Dion tetap melaju menuju parkiran, " kita kerumah Sakit ". Aku langsung melotot kaget mendengarnya, " apa?! ". " kita kerumah Sakit " ulangnya. Aku menatapnya tidak percaya, " ini hanya luka kecil dikepala, Dion. Bukan luka dalam yang serius! ".
Dion berhenti berjalan dan menatapku. " menurutku luka ini masalah serius yang perlu penanganan yang semestinya ". Aku menatapnya dengan keheranan bercampur tidak percaya. Penanganan semestinya dia bilang?, ini mah berlebihan! " Dion, menurutku luka kecil ini tidak perlu sampai harus dokter yang menanganinya!. Tinggal diobatin di UKS pun bisa. Ini terlalu berlebihan. " kataku menekankan kata 'berlebihan'. Saat dia membuka mulutnya lagi, aku memotongnya buru-buru. " aku hanya mau diobati di UKS, kalau nggak, aku nggak mau diobati ". Ancamku. Dia menatapku lama, aku membalas menatapnya juga. Menantangnya, susah juga menatap wajahnya, kelewat cakep sih, eh.... maksudku wajahnya lumayan tampan. Tak lama kemudian dia menghembuskan nafas frustasi, aku tersenyum penuh kemenangan melihatnya. " baiklah, kita obati di UKS. Kau sungguh keras kepala ". Katanya menyerah. Mataku berbinar, " itu memang sifatku! ".
Namun yang terjadi selanjutnya adalah ujung - ujungnya aku tetap di obati oleh dokter. Dion dengan liciknya menghubungi dokter kenalannya untuk datang ke sekolah, aku memang diobati di UKS tapi tetap saja yang mengobatinya bukan petugasnya, malah seorang dokter!. " dasar licik! ". Kataku kepada Dion yang sedang duduk dikursi samping kasur UKS yang sedang kududuki. Kepalaku sedang diobati oleh sang dokter yang ternyata adalah kakak sepupu Dion. Dion menanggapi dengan mengangkat bahu cuek, " kau hanya mau diobati di UKS, aku turuti, tapi kau tidak bilang kan siapa yang harus mengobatinya ". Aku menatapnya geram. Lain kali tidak akan lagi!. " sudah - sudah. Kalian jangan bertengkar, yang penting sekarang lukanya sudah diobati. " kata kakak sepupu Dion - Hans -. " baiklah ". Kataku dengan agak nggak rela. Menyentuh kepalaku dengan lembut, " luka ini akan sembuh dalam beberapa hari, kau harus hati - hati, jangan sampai kepalamu terluka lagi ". Beritahunya. Aku mengangguk mengerti. Dion menjauhkan tangan Hans dari kepalaku, " sudah, jangan lama - lama pegangnya ". Kata Dion lalu menarikku mendekat. Aku menatap Dion heran. Hans tertawa menatap Dion, " posesif sekali Dion ". Katanya sambil tersenyum. " gadis ini istimewa ya, kau sangat mempedulikannya sampai - sampai meminta bantuanku ". Dion cuek tidak menanggapi, dia mengelus kepalaku pelan. Kulihat Hans tersenyum melihat tingkah Dion. Lalu dia merapikan peralatannya dan pamit pergi, " aku pergi dulu ya, mau melanjutkan pekerjaanku dirumah Sakit ".
KAMU SEDANG MEMBACA
Popular? I Hate Popular!
Teen FictionSetiap orang pasti ingin popular, hanya beberapa aja yang nggak mau atau memang malas menjadi populer. Aku termasuk kedalam yang malas menjadi populer, aku orang biasa, cantik? aku nggak cantik, pintar? aku nggak pintar dan aku pun juga nggak kaya...