Bgn. 23 - Permulaan 2

3.5K 178 4
                                    

- Semua -

Cuaca mendung terlihat melalui jendela kamar rawat Adriana. Angin berhembus dari jendela yang belum tertutup. Menampilkan pemandangan taman Rumah sakit yang dihuni para pasien beserta keluarganya.

Alan menatap Adriana yang tampak terlelap dalam tidurnya. Menatap datar dengan dingin kepada targetnya. Target yang seharusnya sudah mati, entah bagaimana gadis ini bisa masih hidup ia tidak akan mencari tahu, yang terpenting.

Mengeluarkan suntikkan di sakunya, ia mendekat. "Kau beruntung karena masih selamat dati tusukkanku, tapi coba kita lihat bagaimana kali ini kau akan selamat dari cairan mematikkan ini."

Saat akan menyuntikkan cairan ke infus, seseorang menginturpsinya dan seketika membuatnya waspada.

"Kupikir kau tidak akan segampang ini terjebak, mengingat reputasimu dalam perkerjaanmu. Jujur, aku jadinya agak kecewa melihatmu sekarang ini." Memasuki ruangan ia melirik suntikkan di tangan Alan.

"Siapa kau?." Alan bertanya seraya menyipitkan matanya. Tubuhnya bersikap waspada.

"Teman dari targetmu kali ini." Menunjuk Adriana dengan jarinya. "Nah sekarang." Menyinggungkan senyum kecil, ia mengeluarkan pisau kecil. Lalu melemparnya dengan keakuratan tak terbantahkan menuju Alan. Alan yang sempat menghindar karena reflek tetap terluka, lengannya tertancap pisau kecil itu.

Alan yang merasa kalau pria ini berbahaya memilih pergi. Meski ia bisa saja melawan, tetapi tidak memungkinkan akan datang orang lain yang memasuki ruangan ini dan membantunya. Melempar suntikan sebagai pengalihan, seseorang itu menghindar, suntikkan itu terbentur dinding belakangnya dan jatuh.

Beruntung jendela rumah sakit tidak di tralis, sehingga ia dengan mudah keluar melalui jendela itu. Alan melompat keluar tanpa ragu-ragu.

Dengan cuek ia melihat kebawah, melihat Alan pergi dengan tergesa-gesa dengan tubuh kesakitan akibat terjun bebas dari lantai 4. Cukup mengesankan melihat tindakannya barusan.

"Bagaimana?." Tanya seseorang dibelakangnya.

Berbalik, ia dengan datar menjawab. "Ternyata ia bukan hanya berprestasi soal membunuh, tapi berprestasi soal melarikan diri juga." Melihat ke bawah lagi dan mendapati Alan telah menghilang.

Seseorang itu mendekat, melirik keluar jendela, "sepertinya kita perlu menambahkan hal ini dalam rencana kita, Leo."

Leo menatap Hery, "kurasa itu memang perlu."

Disamping mereka, Adriana dengan terlelapnya tetap tenang.

.

"Jadi?." Dion bertanya langsung setelah sampai di ruangan rawat Adriana. Ia sudah dihubungi soal kedatangan Alan. Dengan secepat mungkin ia menuju kesini.

"Dia lari, dengan nekat dan cepat." Hery yang menjawab, Leo hanya mengangkat bahu dengan cuek, "dia melemparkanku suntikkan berbahaya sehingga aku tidak sempat menghadangnya." Leo menambahkan.

"Suntikkan?." Dion bertanya setelah mendengarnya.

"Niatnya Alan akan memberi cairan racun itu ke Adriana tapi tidak jadi karena Leo datang." Informasi kandungan disuntikkan itu tidak perlu dijelaskan, yang ada urat kemarahan Dion akan terlihat dan itu kurang bagus.

Dion mencerna informasi tersebut, menatap kedua sahabatnya. "dia pasti akan datang lagi." Jeda sesaat. Hery dan Leo menatap wajah dingin Dion.

"Kali ini kejutan kita akan ia dapatkan sesuai rencana kita."

Hery dan Leo mengangguk dalam diam. Angin berhembus, mengisi kesunyian yang ada diruangan tersebut. Tanpa mereka ketahui, jemari seseorang bergerak.

Popular? I Hate Popular!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang