Adriana cemberut sepanjang pengobatan yang dilakukan -lagi- oleh kakak sepupu Dion -Hans-.
Dion hanya mau Adriana diobati oleh dokter Hans, dia bersikeras meminta dokter Hans yang melakukan pengobatan, meski dokter Hans diberitahu sedang menangani pasien lain saat itu. Untungnya dokter Hans mau melakukannya dan meminta dokter lain menggantikannya mengurus pasiennya itu.
"Kau keterlaluan Dion, kau menganggu pekerjaan dokter Hans!." kata Adriana sambil menatap tajam dia. Dia menerimanya dengan wajah datar cuek andalannya, "aku hanya percaya kalau Hans yang mengobatimu." Alasannya. Alasan yang konyol!, " ini hanya luka yang penanganannya tidak perlu sampai dokter kepala rumah sakit menanganinya, dokter biasa juga bisa, lagi pula bisa saja pasien yang ditangani dokter Hans itu jauh lebih parah dariku!" Seru Adriana memarahinya.
"Sudah-sudah, kalian jangan mulai bertengkar. Adriana, tidak apa-apa kok, pasien yang kutangani tadi hanya terkena penyakit demam, bukan masalah serius" sela Hans menenangkan. Agak geli melihat sikap Dion kepada Adriana. Sikap yang jarang dilihatnya.
"Kau dengar sendiri kalau dia tidak mempermasalahkannya" timpal Dion. Adriana menggeram jengkel, melirik dokter Hans yang sedang membalut tangannya dengan perban, "dokter Hans tidak membelaku, padahal aku membela dokter" gerutu Adriana. Dokter Hans tergelak mendengarnya, "yah, maafkan aku Adriana. Kalau aku tidak menuruti keinginan pacarmu itu, bisa-bisa dia mengamuk." Katanya sambil tertawa kecil.
Dion mendengus mendengarnya tapi tidak berkomentar apapun. Adriana masih cemberut meski agak geli mendengarnya. Dion yang mengamuk?, pemikiran yang unik untuk sifat Dion.
"Nah, sudah selesai!. Kau harus menjaga tanganmu baik-baik, jangan melakukan aktivitas yang bisa membuat luka ini terbuka lagi ya, Adriana?" Tanyanya ala dokter.
Adriana mengangguk sebagai jawaban, "ya, dokter. Akan saya usahakan." Katanya ala pasien.
Dia tergelak lagi, "jangan terlalu formal, panggil saja kak Hans, Adriana." Adriana mengangguk patuh dan memanggilnya dengan sebutan itu, "iya kak Hans."
"Nah, begitu lebih baik. Tunggu sebentar ya" Kata dokter Hans lalu beranjak mendekati Dion. Dion yang sejak tadi diam menatap kami, Dion melirik dokter Hans.
"Kalau boleh aku bertanya, kenapa Adriana bisa terluka lagi?." Tanya dokter Hans saat sudah mendekat. Dion tampak mengernyit saat mendengar kata "lagi" diucapan Hans.
Menutup mata sebentar karena amarah yang ditunjukannya kepada siapapun yang berniat melukai Adriana dan kepada dirinya sendiri karena lengah membiarkan Adriana terluka lagi. Dion lalu menatap Hans, sebelum sebuah pengakuan muncul, handphonenya berbunyi.
"Tunggu sebentar." beritahunya yang dianggukki Hans. Dia mengambil hpnya di kantung saku celananya dan mengangkat telepon dari Aldo.
* I Hate Popular *
Mereka memasuki Rumah sakit, melewati lobi dan menuju meja resepsionis. Bertanya dimana ruang dokter Hans karena tahu kalau mereka berada disana sekarang.
Setelah mendapat informasi, mereka beranjak menuju kesana. Tapi, baru beberapa langkah berjalan Aldo menginstruksikan semua untuk berhenti, "tunggu sebentar."
"Ada apa?" Tanya Nina karena Aldo tiba-tiba berhenti dan ia nyaris menabrak punggung Aldo kalau terlambat berhenti sedetik saja. Suasana rumah sakit tidak terlalu ramai, para pasien beserta perawat berlalu lalang disekitar mereka.
Leo yang berada dibelakang mereka sedang berjalan beriringan dengan Arlena yang masih linglung. Di mobil tadi dia ketiduran saat dibangunkan untuk masuk kesini. Leo yang disampingnya mendesah kesal karena tidur Arlena ternganggu, padahal wajahnya masih pucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Popular? I Hate Popular!
Fiksi RemajaSetiap orang pasti ingin popular, hanya beberapa aja yang nggak mau atau memang malas menjadi populer. Aku termasuk kedalam yang malas menjadi populer, aku orang biasa, cantik? aku nggak cantik, pintar? aku nggak pintar dan aku pun juga nggak kaya...