00 - Kerangka Yang Tak Mungkin Ada

3.1K 75 25
                                    

Setelah semua hal-hal menyebalkan yang melibatkan Chandra, Aku dan Aya berniat untuk pulang menaiki bus malam yang melewati kotaku. Sebelum kami pulang Layla pamit duluan bersama Agnia untuk pergi ke dunia Jin, sementara itu Atmaja kembali menjadi Jin Qarin dan masuk ke dalam tubuhku.

Ada rasa sesal dalam hatiku karena kehilangan Keris hebat yang dapat membunuh berbagai Demit, akan tetapi Aku tak bisa protes karena memang seharusnya Atmaja terus berada di dalam tubuhku dan tidak berkeliaraan di sekitarku.

Ayuningtyas pulang duluan setelah mengantarkan Aku dan Aya ke halte bus terdekat, Ia pulang bersama sebuah mobil avanza berwarna hitam. Ketika mobil itu menjemput Ayuningtyas, Aya memalingkan wajahnya dan berusaha tidak memperdulikan mobil itu.

"Ayo pulang Aji..."

Sebuah bus malam berhenti tak beberapa lama setelah itu, Aya menarik tanganku dan menyadarkanku dari lamunanku. Malam ini bus terlihat sepi tanpa seorang penumpangpun, kami memilih tempat duduk tiga kursi di belakang supir.

Aku menawari Aya untuk duduk di dekat jendela, tapi Ia menolak dan berkata kalau Ia terlalu lelah untuk membuka matanya. Lalu kami duduk, pemandangan malam dari jendela bus menggodaku untuk melihat ke arah jendela, pemandangan kota yang sunyi dengan temaram lampu di setiap rumah.

Ketika Aku sedang santai menikmati pemandangan sesosok makhluk yang berbentuk mata raksasa menengok ke dalam jendela, Aku sangat terkejut dan hampir berteriak. Lalu saat itu Aku sadar, Aku lupa belum menutup mata gaibku.

Kupejamkan mataku dan membukanya kembali, sosok mata raksasa itu menghilang dan Aku bisa kembali menikmati pemandangan di luar jendela.

Tiba-tiba kepala Aya jatuh bersandar di bahuku, beberapa ekor rambutnya terjatuh ke depan menutupi wajahnya. Sepertinya Aya benar-benar lelah, Ia melawan Agnia dengan seluruh kekuatannya.

"Selamat tidur Aya..."

Aku berbisik lembut dalam hati, takut kalau-kalau Aya merasa terganggu dengan bisikanku.

...............................................................................................................................................................................................

Sesampainya di rumah, Aku berharap segera tidur. Aya yang tertidur di bus terpaksa Aku gendong keluar dari bus meski harus menerima lirikan curiga dari pak supir.

Tapi sesampainya di rumah, Aku menghela nafas panjang melihat ruang tamu yang lampunya belum dimatikan oleh Lia.

Memasuki rumah, Aku menghela nafasku untuk kedua kalinya, Lia masih belum tidur dan kini sedang menonton tv. Hal yang membuatku kepalaku lebih pening lagi adalah seorang laki-laki berambut gondrong tak terurus yang menyapaku sambil membaca koran.

"Aku terlalu lelah untuk menerima penjelasanmu Lia, Aku akan mengantar Aya ke kamarnya dan setelah itu Aku akan bertanya tentang apa yang terjadi selama Aku tidak ada dan juga tentang laki-laki yang auranya mirip dengan Uwo di pojokan."

...............................................................................................................................................................................................

Mendengar cerita Lia Aku tak terkejut dengan Uwo yang memiliki wujud manusia, akan tetapi dua orang laki-laki misterius yang mencoba menyusup ke dalam rumah membuatku merasa curiga. Terlebih lagi mereka menggunakan keris yang mampu menembakkan aura.

Karena kami sedang berbicara penting Lia mematikan tv dan membuat kopi untuk kami bertiga. Malam ini untuk pertama kalinya Aku melihat Lia tanpa rambut terkuncirnya, dan Ia terlihat dewasa dengan gaya rambut tergerainya.

"Jadi Kakak, begitulah ceritanya. Tapi karena kemunculan dua orang aneh itu juga Aku tahu kenapa Aku mendapatkan kekuatan mata gaib semenjak kecil."

"Dan hal itu karena..."

"Kutukan Ratu Laut Selatan pada keluargaku, Wanita yang kulihat sekilas dalam pikiranku itu mengatakan bahwa Aku akan menjadi pewaris darahnya."

"Lalu bagaimana dengan laki-laki aneh itu."

Aku dan Lia sama-sama memandang ke arah Uwo yang kini berubah menjadi manusia dengan pakaian hitam yang menampakkan dada berbulunya. Tubuh Uwo terlihat kekar dengan wajah bergaris tegas dan terlihat tampan meski dengan rambut gondrong panjang keriting yang tak terurus.

"Namanya adalah Joko, dia adalah kaki tangan Ratu Laut Selatan. Akan tetapi melihat sosoknya yang sekarang Aku benar-benar mencurigainya.

Apalagi Ia sudah berbulan-bulan menggunakan wujud Demit Genderuwo dan berpura-pura menjadi binatanag hanya untuk membuatku senang.

Aku curiga jangan-jangan dia itu pedofil"

Lia berbicara setengah beribisik, sementara itu Joko yang melihat kami hanya tersenyum lebar lalu melanjutkan aktivitasnya untuk membaca koran.

"Untuk dua laki-laki itu mungkin kakak bisa ceritakan pada kakek tua yang pernah Kakak beri laporan tentang Paku Biru di tubuh Uwo... Maksudku Joko."

"Kakek Slamet ya? Mungkin dia memang tahu sesuatu."

Malam semakin larut, Lia yang mulai mengantuk segera Aku suruh untuk pergi ke kamar dan tidur. Meninggalkanku bersama Joko yang masih asyik membaca koran.

"Ehm..."

Aku mencoba menarik perhatian Joko, dan sepertinya Ia segera cepat menanggapiku. Koran di tangannya segera Ia turunkan dan memperlihatkan garis-garis tegas wajah dan juga sepasang mata hitamnya.

"Ya?"

"Karena sebelumnya Aku bertemu denganmu dengan wujud yang berbeda, bisa kita berkenalan terlebih dahulu?"

Kucoba tersenyum dan mengulurkan tanganku, Joko balas tersenyum dan menyambut uluran tanganku. Menjabat tangannya seperti memegang sebuah besi berdaging yang terasa hangat. Aku yakin jika dia ingin tanganku pasti bisa patah hanya dengan satu remasan tangan.

"Aji Saputra"

"Joko Genderuwo, makanan favoritku adalah ketan dan gagak bakar."

Baiklah, setelah mendengar makanan favoritnya Aku jadi tidak meragukan lagi kalau dia adalah Uwo. Tapi mengingat wajah mengerikan Uwo yang mirip dengan gorila entah kenapa Aku jadi kembali ragu. Wajah Joko lebih mirip Arnold Schwarzenegger di film terminator dengan aksen cokelat pada kulit wajahnya.

Kusandarkan tubuhku pada sofa, mengambil handphone dan melihat layar kosong tanpa sms masuk ataupun panggilan yang tak terjawab.

"Sejujurnya Aku senang kamu memiliki wujud manusia Joko, tinggal sendirian bersama Aya dan Lia itu terasa sedikit menakutkan"

"Benarkah? Padahal Aku pikir kau menyukainya."

Joko meminum kopi buatan Lia sambil tak sedikitpun mengalihkan pandangannya dari koran.

"Ngomong-ngomong, sebenarnya berita apa yang kau baca? Kamu terlihat asyik sendiri, bahkan saat Lia membicarakanmu..."

"Pedofil ya? Hmm... Kaum kami memang suka menggoda wanita, tapi Aku adalah pengecualian. Karena Aku seleraku bukan wanita dewasa."

Kuanggukkan kepalaku, dalam mitos masyarakat Genderuwo memang biasanya mengganggu wanita. Beruntung sekali Joko bukan genderuwo yang...

Eh tunggu, kenapa Aku merasa ganjil dengan kata-kata Joko?

Oi, bukannya kalau kamu terang-terangan mengaku tidak tertarik dengan wanita dewasa bukankah itu berarti kamu memang mengaku pedofil?

Aku ingin menegur Joko agar tidak mengganggu Lia lagi, tapi Aku urung saat Joko membalikkan koran dan menunjukkan headline berita hari ini padaku.

KEJADIAN LAGI! DITEMUKAN KERANGKA TUBUH MANUSIA BERPAKAIAN LENGKAP!

"Awalnya Aku berpikir tidak ada yang aneh dengan judul koran itu, tapi Aji masalahnya adalah bukan judulnya. Tapi ada hal yang aneh dalam kerangka itu, karena kerangkanya ditemuka tak lama setelah korban menghilang."

Kornea mataku membesar melihat gambar kerangka yang terpampang di koran, tulang-tulang itu lebih mirip kerangka manusia purba sangiran yang telah mati ribuan tahun daripada manusia yang baru mati beberapa hari. Tapi bagaimana mungkin?



Malam Jumat [3] Paku PuntianakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang