20 - Dewi Kegelapan

572 47 15
                                    

Keesokan harinya aku tak akan pernah menyangka bahwa kami akan kedatangan tamu, tepat sebelum matahari terbit terdengar suara gagak bersahut-sahutan di jendela kamarku. Aku segera pergi ke lobi depan begitu Baskara menelponku dan mengatakan bahwa ada seorang kakek tua yang tiba-tiba muncul di lobi.

Perasaanku rasanya tidak enak, tidak ada kakek tua lain yang akan datang selain Kakek Slamet. Tapi kenapa dia datang? Bukankah selama ini ia selalu berada di rumah joglonya dengan tenang?

"Aji..."

Aya yang baru saja keluar dari kamar langsung datang menyusulku, aku tersenyum padanya sambil mengucapkan selamat pagi.

Hanya perlu beberapa menit bagiku dan Aya untuk sampai di lobi. Di tempat itu sudah berkumpul Baskara dan Widia yang mengenakan pakaian santai sembari duduk dengan Kakek Slamet. Seperti biasa Kakek tua itu mengenakan blangkon gelap dan pakaian serba hitamnya. Sepasang mata sekelam malam miliknya menatapku dingin.

"Duduklah anak muda, aku datang kemari bukan untuk memarahimu karena membuat cucuku menangis."

Tiga pasang mata di ruangan itu menatapku dengan tatapan heran, jadi Kakek tua itu tahu ya? Tapi hal itu tak mengherankan, karena Kakek tua itu juga yang sudah menyelamatkan nyawaku saat itu. Mengetahui masa depan dan masa lalu orang lain dengan tatapan mata, mungkin itulah kekuatan khusus Kakek Slamet.

Tanpa menunggu perintah kedua dari Kakek Slamet, aku segera duduk berhadapan dengannya.

"Keris Betari, Puntianak ketiga, dan bagaimana cara mengalahkannya. Ketiga hal itu yang kini berada di kepalamu bukan, anak muda?"

Kuanggukkan kepalaku, menyembunyikan sesuatu kala berhadapan dengan Kakek Slamet seperti ini memang hal yang tidak mungkin, tapi aku senang orang tua itu tidak memihak siapapun dan berada dalam posisi netral.

"Seperti yang pernah kukatakan padamu anak muda, Paku Puntianak adalah pusaka leluhur yang digunakan untuk menaklukkan Puntianak. Tapi pertanyaannya sendiri adalah kenapa hanya Puntianak saja yang bisa disegel menggunakan Paku Puntianak.

Hal itu karena sebenarnya Paku Puntianak bukanlah senjata, akan tetapi tempat bersemayam para dewi terkutuk.

Betari Geni yang menyimbolkan Senja, Betari Janur yang menyimbolkan fajar, Betari Nila simbol dari badai, Betari Areng simbol dari kegelapan, Betari Rikma simbol dari langit hitam tanpa bintang atau rembulan dan Betari Wulan yang merupakan simbol dari bulan.

Sejauh ini itulah nama dewi-dewi yang bersemayam dalam Paku Puntianak."

Dewi yang bersemayam dalam sebuah paku? Lalu kenapa senjata ini malah berubah menjadi alat penyegel puntianak.

"Para Betari, atai dewi-dewi dalam paku itu membutuhkan tubuh untuk media reinkarnasi mereka. Akan tetapi manusia yang masih memiliki jiwa takkan mungkin melakukannya. Oleh karena itulah hanya demit saja yang bisa menjadi tempat reinkarnasi mereka"

Kakek Slamet menatapku tajam, sekali lagi ia membaca pikiranku. Hal itu semakin membuatku berhati-hati dalam berpikir.

"Tunggu Kakek Tua! Lalu bagaimana dengan Keris Betari?"

Iris mata hitam pekat milik Kakek Slamet bergerak menatap Baskara tanpa menoleh.

Melihatnya Baskara seakan gentar, Ia mungkin merasakan ancaman saat Kakek Slamet menatapnya tajam.

"Anak muda, namamu Baskara Sugito bukan? Anak haram dari Sugito, dukun cabul dari Nganjuk!"

Baskara yang mendengar itu langsung naik pitam dan menghunuskan ujung Paku Puntianak Kencana Kemuning miliknya di leher Kakek Slamet. Tapi saat Ia melakukannya, tangannya mengkhianatinya dan bergerak berlawanan arah.

Malam Jumat [3] Paku PuntianakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang