Sebuah legenda, tentang sebilah keris yang ditempa dengan lahar gunung berapi dan didinginkan dengan air samudera selatan, diturunkan turun temurun oleh keluarga kerajaan.
Sampai kemudian hilang ditelan sejarah.
Dua bilah keris dalam sejarah yang menyimbolkan dua kerajaan di masa lalu.
Siapapun yang berhasil menyatukannya, akan menyatukan dua kekuatan yang berbeda dan berhasil menguasai pulau Jawa.
Namun sayang sekali, untuk kesekian kalinya keris itu dipegang oleh dua orang berbeda. Dan itu artinya salah satu dari mereka harus mati.
Kakek tua itu berdiri dengan seekor naga dengan sisik keemasan, sementara itu di hadapannya beridiri pula seorang laki-laki berambut lebat dengan seekor kuntilanak beraura hitam gelap.
"Selesaikan urusanmu Sasra! Karena Aku juga memiliki urusan yang harus kuselesaikan."
Naga emas itu mengangguk, lalu terbang dengan cepat menuju laki-laki itu. Tapi sayang, sebuah perisai kaca raksasa terbentang dengan tiba-tiba. Tanpa mantera, tanpa kata-kata. Jika Nagasasra lebih unggul dalam kekuatan, maka Sabuk Inten lebih unggul dalam pertahanan.
"Punti, kalau hamba boleh berkenan bersediakah anda membantu pasukan hamba untuk bertarung di garda depan?"
Tak ada jawaban, gadis Puntianak di samping laki-laki itu hanya berbalik dan menghilang dengan cepat bersama bayangan. Kakek tua itu termenung, menatap sosok berambut panjang misterius itu. Firasat buruknya muncul, akan tetapi di tempat ini Ia harus menyelesaikan apa yang harus diselesaikan.
"Aku sebenarnya mengajak Punti agar bisa kupertemukan dengan cucu kecilmu Slamet, akan tetapi sayang. Sepertinya kau meninggalkannya."
"Bukan urusanmu Anjani, selain itu demit misterius yang kau bawa itu...
Dia Langsuir bukan?
Mau apa kau repot-repot membawa makhluk itu kemari?"
"Itu juga, bukan urusanmu...
Dhawuh Gusti, Ingun Nimbali Panjenengan...
Putri Sabuk Inten!"
Sebuah kilatan cahaya, bersinar dengan begitu terangnya. Membelah awan, menyinari angkasa. Sang Senja memudar, seakan tak ingin terbit lagi.
"Menyebalkan sekali, tak bisakah Aku tidur lebih lama lagi?"
Cahaya putih menyilaukan itu perlahan sirna, kemudian mewujudlah menjadi seorang gadis kecil bersanggul. Selendang perak menghiasi tubuh manisnya, kain kebaya berlapis berliannya menyilaukan mata siapapun, sementara itu kain jarik putih keperakannya langsana sinar purnama tiga belas yang indah dan penuh.
Wajah gadis mungil itu tertutupi oleh sebuah kipas sebening Kristal yang membiaskan wajahnya, meskipun terasa samar tapi pesona wajah gadis mungil itu sangat terasa meski hanya bisa melihatnya melalui kipas kacanya.
"Walah-walah, langsung dihadapkan dengan Sasra. Apa kau sudah gila Anjani? Kalau kamu tidak sayang nyawa harusnya tak usah kau pedulikan kata-kata wanita ular itu saat menawarkan diriku kepadamu!"
"Maafkan hamba putri tapi jika tidak seperti ini maka mungkin masih memerlukan seribu tahun lagi untuk mendapatkan Raja baru bagi pulau ini."
"Walah? Benarkah kata muridmu itu, Slamet?"
"Dia sudah bukan muridku!
Manunggaling Kawula Gusti!"
Anjani segera mengambil posisi bertahan, Secara otomatis tubuhnya memberikan sinyal bahaya. Ia tak menyangka gurunya akan langsung menggunakan teknik yang bisa menghancurkan tubuh gurunya sendiri.
![](https://img.wattpad.com/cover/59990340-288-k678161.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Malam Jumat [3] Paku Puntianak
ParanormalBuku Ketiga Dari Seri Malam Jumat Setelah berhasil mengalahkan Chandra dan mendapatkan Aya kembali ke sisinya Aji dihadapkan dengan pengguna Paku Puntianak lainnya, dan juga sebuah organisasi bernama Gagak Hitam. Bagaimana nasib Aji dan Aya se...