Saku celanaku bergetar, ada panggilan masuk ke handphoneku. Membuyarkan suasana canggung antara Aku dan Aya.
"Telepon?"
Kuanggukkan kepalaku sambil berusaha mengambil handphone dari sakuku. Aya mengangkat tubuhnya sedikit dengan kedua tangannya agar Aku bisa bergerak untuk mengambil handphone yang terselip di dalam sakuku itu.
"Nomor ini kan... Baskara?"
Mata Aya berbinar mendengar nama itu, tanpa sungkan Ia mendekatkan wajahnya ke telingaku agar bisa menguping pembicaraan kami.
"Halo, Aku menganggumu Aji Saputra?"
Suara jernih dan sedikit berat terdengar dari seberang, samar-samar Aku mendengar suara musik instrumental yang mengiringi suara laki-laki itu.
"Sedikit, tapi jangan dipikirkan. Jadi, ada apa orang sesibuk dirimu repot-repot menelponku?"
"Aku mengadakan kontak dengan Puntianak ketiga."
"APA?"
Aku berteriak saking terkejutnya, membuat Aya menjauhkan wajahnya dariku. Dari raut wajah kesalnya sepertinya dia ingin protes, tapi hanya dengan satu jari di depan bibirku dia segera terdiam dan beranjak dari tubuhku.
"Aku akan menjemputmu sekarang Aji! Bawa gadis Puntianakmu juga!
Mati, tanpa sempat menanyakan apapun telepon itu mati. Panggilan diputuskan secara sepihak. Sial! Laki-laki menyebalkan itu tak memberikanku informasi apapun!
"Bagaimana Aji?"
"Kita bersiap sekarang Aya! Saatnya kita membolos sekolah!"
..................................................................................................................................................................
Sebuah mobil Chevrolet hitam melintas di jalanan yang sepi, Aku pikir di dalam mobil ini Baskara akan membiarkanku bersama Aya sementara Ia mengobrol bersama Widia. Tapi sepertinya masalah yang kami hadapi terlalu berat. Ia tinggalkan Widia di kursi belakang seperti seorang putri. Hal itu membuat Aya merasa harus menemaninya dan agar Aku bisa bicara empat mata dengan Baskara.
Hari ini Baskara mengenakan setelan kemeja dan jas lagi, dengan kacamata hitam sebagai aksesori tambahan. Pembunuh bayaran dengan pakaian jas? Memangnya ini adalah film laga barat?
Udara dingin berhembus dari AC mobil, sementara itu kaca jendela mobil tertutup rapat dengan kaca gelap yang tak mengizinkan siapapun untuk mengintip ke dalam mobil.
"Ada apa Aji? Kau ingin mobil sepertiku? Bunuhlah beberapa sampah di negara ini, dan akan ada orang-orang yang membayarmu mahal untuk itu."
"Aku bukanlah pembunuh Baskara! Aku takkan membunuh demi uang."
"romantisisme, kau tak mau membunuh demi uang, tapi jika hal itu menyangkut gadis kecil pendek dibelakangmu itu kau pasti akan melakukan apapun meski itu artinya kau harus membunuh orang bukan?"
Mataku sekilas menatap Aya yang sedang asyik mengobrol dengan Widia. Entah apa yang mereka obrolkan, tapi sepertinya Aya tertawa tepat setelah Widia memamerkan smartphonenya kepada Aya.
Handphone ya? Aku tak pernah berpikiran untuk memberikan satu padan Aya. Bukankah dengan kontrak resmi kontraktor dapat menemukan Puntianaknya dengan telepati? Lalu kenapa Baskara membelikannya?
"Kau mendengarkanku Aji? Oi!"
"Aku tahu Aku tidak boleh melamun saat menyetir, akan tetapi bukankah peraturan itu juga berlaku untuk orang yang sedang diajak berbciara dengan orang lain?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Malam Jumat [3] Paku Puntianak
ParanormalBuku Ketiga Dari Seri Malam Jumat Setelah berhasil mengalahkan Chandra dan mendapatkan Aya kembali ke sisinya Aji dihadapkan dengan pengguna Paku Puntianak lainnya, dan juga sebuah organisasi bernama Gagak Hitam. Bagaimana nasib Aji dan Aya se...