10 - Titisan Ratu Selatan

699 51 11
                                    

Tugas laki-laki adalah bekerja di luar rumah, sementara tugas perempuan adalah bekerja di dalam rumah. Anggapan seperti itu sekarang mulai pudar dengan adanya emansipasi wanita. Selain itu dengan adanya masyarakat yang modern sekarang, urusan rumah seperti masak memasak dan juga kebersihan rumah bisa mudah diatasi dengan fasilitas yang ada pada masyarakat seperti katering dan juga asisten rumah tangga.

Namun meskipun begitu Aku tetap menganggap bahwa memasak itu adalah hal yang indah, meski ketika Aku menjadi manusia dulu hampir satu kali pun hal itu tak pernah kulakukan. Dalam makanan itu ada berbagai zat-zat yang dapat menjadi obat ataupun racun bagi tubuh, dan orang yang paling mengerti tentang hal itu adalah diri kita masing-masing.

Karena itulah Aku menganggap bahwa memasak adalah sesuatu yang menakjubkan, khususnya adalah memasak untuk orang lain. Saat memasak untuk orang lain, kita akan menanyakan makanan kesukaannya, makanan yang seharusnya Ia makan dan tidak seharusnya dia makan. Kemudian kita mencoba mewujudkan makanan itu, berusaha memasak sesuai harapannya, lalu menghidangkan untuk orang itu.

Memahami orang lain, lalu berusaha untuk mengabulkan harapannya. Bukankah itu adalah sesuatu yang indah?

Bau asap dari ikan sarden kalengan yang ditambah dengan bumbu spesial, sosis, dan tempura tercium harum semerbak. Spatula atau sudip besi menari di atas wajan, membolak-balikkan ikan dan sosis agar bumbu merata. Setelah beberapa lama kemudian kumatikan api, lalu menghidangkan masakan itu selagi hangat diatas mangkok kaca.

"Masakan sudah siap..."

Tidak ada sahutan, tidak seperti biasanya meja makan kosong tanpa siapapun disana. Setelah meletakkan ikan sarden di atas meja bersanding dengan tempe goreng buatanan Ajeng, Aku berjalan keluar dari ruang makan dan berpapasan dengan Ajeng di dekat tangga.

"Sardennya sudah?"

"Siap makan Nyonya Ajeng, ngomong-ngomong dimana Tuan Aji?"

"Wah ceritanya Aya jadi pembantu ya? Padahal lebih cocok jadi model istri yang baik lho..."

"Ihh Ajeng apaan sih"

Ajeng hanya tertawa kecil melihat wajahku yang memerah, dia masih belum memberikan jawaban dan Aku masih menunggunya.

"Soalnya rasanya tidak mungkin ada pembantu yang memasakkan majikannya sarden kalengan.

Bukankah lebih tepatnya Aya seperti Istri payah yang belajar memasak!"

"AJENG!!!!"

Gadis berponi itu menghindari lemparan serbet yang mengarah padanya, tanpa dosa Ia tertawa lagi dan berlari naik ke atas tangga.

"Tunggu!"

"Kalau mencari Aji, sepertinya dia bersama Joko dan Lia di ruang kerja, jangan ganggu suami saat bekerja ya Aya..."

Sebelum Aku melempar serbet kedua Ajeng segera masuk ke kamarnya, Ia benar-benar berubah menjadi menyebalkan setelah agak akrab dengan kami. Kulangkahkan kakiku menuju Ruang Kerja yang ada di lantai dua. Pintu tempat itu tertutup, dan kuputuskan untuk mengetuk pintunya sebelum masuk.

"Aku masuk ya..."

Kubuka pintu, tak seperti biasanya malam itu ruangan terlihat terang dengan lampu bersinar. Aji dan yang lainnya duduk diatas lantai, terlihat sedang melihat sebuah peta pulau Jawa yang terhampar di atas lantai.

"Hai Aya, makanan sudah siap?"

Lia datang menyambutku sambil tersenyum, tak seperti biasanya Lia duduk diatas pangkuan Joko. Laki-laki berbadan gorila itu tak memperdulikan Lia dan terus terfokus pada peta sambil sesekali menggoreskan pulpen diatas kertas peta.

Malam Jumat [3] Paku PuntianakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang