07 - Gangguan

698 47 7
                                    

"Betari Geni! Hisap lalu hempaskan mereka semua!"

Paku Puntianak milikku menyala semakin terang dan membuat pusaran aura di sekeliling tubuhnya, banaspati-banaspati yang mencoba menabrakkan tubuh mereka padaku saling menabrak Paku Puntianak. Kemampuan Betari Geni yang bertapa di dalam Paku Puntianakku membuat banaspati itu seakan berada di dalam pusaran angin, lalu dalam sekejap kuhempaskan semua banaspati itu dan membuat mereka hancur berkeping-keping.

"Menyebalkan sekali... Betari Janur! Telan mereka semua!"

Cahaya kuning keemasan bersinar dari Paku Puntianak Kencana Kemuning, logam panjang bersinar itu menghisap banaspati-banaspati tanpa sisa dalam sekejap. Mataku terbelalak, dengan kekuatan semengerikan itu kenapa Ia memilih menggunakan Widia untuk menyerang Aya?

Banaspati-banaspati yang lain bergerak menyerang Baskara dengan serempak, mereka kini menyadari bahwa ancaman yang sebenarnya adalah laki-laki cuek yang mengenakan jas dan kemeja mahal itu.

"Muntahkan!"

Cahaya kuning keemasan laksana laser beam muncul dari ujung Kencana Kemuning, membakar habis banaspati-banaspati yang berniat untuk menyerang Baskara dan nyaris membakar kepalaku yang tepat berada tepat di dekat jalur tembaknya.

"Oi bahaya tahu! Kau pikir kemana arahmu menyerang?"

"Tentu saja Aku berniat untuk menyerangmu sekaligus bersama makhluk-makhluk hitam jelek itu, tapi sayang meleset.

Apa kau pikir dengan adanya makhluk-makhluk ini kita tiba-tiba saja langsung bekerja sama?"

Baskara yang banyak omong tak menyadari gerakanku, dengan cepat Aku melangkah dan menghunuskan Paku Puntianak. Baskara yang terlambat menyadarinya tak bisa berbuat apa-apa.

Dengan satu tebasan seekor banaspati hitam yang nyaris menelan leher Baskara terpotong menjadi dua.

"Kau benar-benar cerewet ya?"

"Tch, Aku tidak menganggap itu sebagai hutang budi."

Aku dan Baskara saling memunggungi, banaspati-banaspati lain berdatangan, mulut kera mereka menggeram-geram tanpa makna. Dengan ganas mereka mulai menyerang dan disambut oleh tebasan dan tusukan dari Paku Puntianak kami.

"Oi Baskara, bisa kau gunakan serangan cahaya aneh tadi?"

"Jangan sok kenal! Kau pikir mudah mengeluarkan Lintang Kencana? Kenapa kau tak menggunakan angin puyuhmu?"

"Bara Langit hanya bisa kukeluarkan satu kali lagi, jika kau siap menggunakan Lintang Kencana, Aku juga siap untuk menggunakan Bara Angin"

Baskara terdiam, Dia sama sibuknya denganku yang harus mengurus banaspati-banaspati bandel yang terus menyerang. Seakan ada orang yang memerintah mereka untuk terus menyerang tanpa henti.

"Baiklah, akan kugunakan Lintang Kencana dalam satu serangan. Sekarang katakan apa rencanamu?"

"Telan semua Banaspati yang kau bisa, usahakan jangan kau lepaskan sebelum menerima tanda dariku."

"Terserah kau sajalah!"

Baskara menggunakan seluruh tenaganya untuk menghempaskan banaspati-banaspati di sekitar tubuhnya, ruang yang cukup besar muncul dan membuat laki-laki berdasi itu memiliki cukup ruang untuk bergerak.

"Batari Janur, lepaskanlah Lintang Kencana!"

Cahaya kuning keemasan muncul di belakang tubuhku, bias kilatan cahayanya terlihat jelas memantul di dinding dan juga pagar besi di sekitarku. Saat Aku yakin Baskara telah menelan banaspati-banaspati itu sebisanya Aku segera menggunakan kekuatan Paku Puntianakku.

Malam Jumat [3] Paku PuntianakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang