21

6.7K 345 4
                                    

Enjoy xx!

•••

Deg-degan? Jangan tanya lagi.

Gugup? Pastinya.

Sakit perut? Itulah yang Zeila rasakan sekarang.

Menunggu seseorang - yang meninggalkannya begitu saja disaat Zeila benar benar mencintainya- sungguh membuatnya mual.

Dia menyumpahi dirinya sendiri.

Mengapa tadi ia mengangguk?

Tapi tak bisa Zeila pungkiri, sebencinya dia terhadap Revan, ia masih 'sedikit' mencintainya. Dan jujur dia merindukannya.

Tak lama terdengar suara derap langkah kaki yang mendekat. Zeila semakin gelisah mendengarnya yang semakin mendekat. Zeila membelakangi pintu utamanya, jadi dia tak tau siapa yang menuju kearah ya sekarang. Reagan atau?...

"Sty?"

Panggilan itu. Panggilan yang Revan berikan untuknya.

Dengan perlahan Zeila memutar badannya dan terlihat lah lelaki yang selama ini sering ia tangisi.

Revan berjalan mendekat. Zeila ingin berlari menghindari Revan, namun kakinya sama sekali tak bisa ia gerakan.

Semakin dekat jarak Revan dan Zeila, terpampang lah mata cokelat itu. Mata yang sering membuat Zeila terhipnotis.

"Hai." Hanya satu kata itu membuat semua pertahanan yang Zeila buat bertahun tahun runtuh sudah.

Zeila menangis. Mengeluarkan semua perasaannya. Dan ia menangis dipelukan Revan.

Revan terus menerus mengusap punggung Zeila, menghirup aroma rambutnya yang sangat Revan rindukan. Kini Revan sangat bersyukur ia bisa merasakan pelukan Zeila lagi.

Di mobil, Reagan hanya melihat siluet mereka berdua. Hujan yang sangat deras mengaburkan penglihatannya, namun ia tau bahkan sangat tau jika mereka sedang berpelukan.

Jika dulu dia lah yang menjadi sandaran untuk Zeila, kini hadir Revan. Mungkin memang sedari dulu sandaran untuk Zeila hanyalah Revan.

Reagan menginjak pedal gasnya, meninggalkan rumah Zeila.

•••

Malam itu, Zeila habiskan bersama Revan.

Tak tahu mengapa Zeila bisa memaafkannya, padahal jika ia mengingat masa itu ... Ah sudahlah tak baik mengingat masa lalu.

"Sty?" Panggil Revan

Zeila hanya menggumam, tak sedetik pun ia berpaling dari bintang yang indah itu.

"Ehm kamu bener maafin aku?"

"Apaansih lo Van geli tau ga." Revan terkekeh mendengarnya.

Kita masih bisa temenan ko Van. Itulah yang diucapkan Zeila tadi saat Revan pertama kali meminta maaf.

Hanya sebatas teman.

"Dulu aja seneng digituin." Goda Revan lagi.

"Ya itu kan dulu beda sama sekarang."

"Beda gimana?"

Baru Zeila membuka mulutnya namun ia menutupnya.

"Ish jangan pancing pancing gue." Bibir Zeila mengerucut.

Revan hanya terkekeh melihatnya. Hanya wanita disebelahnya inilah yang bisa membuatnya jatuh hati.

Dulu sampai sekarang.

TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang