"Asik, udah punya tambatan hati."
"Acaranya sukses, nih."
"Gua do'ain, kalo lo nikah nanti acaranya juga bakal sukses, kaya begini."
"Gila, Zeila cantik man."
"Congrast, bro."
"Baru lulus SMA berapa minggu, udah tunangan aja,"
Semua ucapan dari teman-temannya tak jarang membuat Reagan terkikik geli. Apalagi, dari sahabat satu-satunya itu. Siapa lagi kalo bukan Sean?
"Akhirnya!! Lo ujung-ujungnya sama si Zeila juga 'kan? Udah gue bilangin, kalian itu jodoh. Mau sekuat apapun mereka misahin lo, si waktu pasti balikin lo berdua, lagi--"
Sean terdiam. Seakan ia mengingat sesuatu, "widih, keren ya gue? Udah cocok belum jadi penulis cerita romance?" Dengan sadisnya, Seina memukul belakang kepala Sean.
"Ntar gue amnesia. Terus ntar lu ga gue akuin jadi kembaran gue, loh. Ntar gue ingetnya Andrew Garfield jadi kembaran gue. Ntar ... kebanyakan ntar nya, he." Cengir Sean.
Zeila meliriknya tajam. "Gue tau lo Nyindir gue 'kan?"
Seketika tawa Reagan, Sean, dan Seina meledak. Rasa hangat menyelubungi hati Reagan. Inilah yang ia ingin kan, bukan masa-masa kelam saat Zeila tak mengingatnya sama sekali.
2 tahun, Reagan harus berusaha keras untuk membuat Zeila mengingatnya kembali. Memutar kembali kejadian itu di otaknya. Kejadian dimana Zeila mencaci maki Reagan yang pagi buta sudah bertengger di depan rumahnya. Dipikir-pikir lagi, lucu juga.
Seperti sinetron, omong-omong. Mengutarakan perasaan masing masing, bahagia sementara, bum! Kecelakaan dan Happy ending.
Zeila menyenggol lengannya. "Bengong, lagi? Kamu dengerin aku gak sih?" Ya, kejadian seperti ini sudah biasa. Dimulai dari Zeila yang mencebikkan bibirnya, dan diakhiri dengan cubitan Reagan yang menimpa pipi Zeila.
"Iya, maaf deh. Ada apa ma lady?" Efeknya masih sama ternyata; Pipi Zeila merona. Padahal panggilan itu sudah sering Reagan gunakan.
Alih-alih mengomel, Zeila malah menyembunyikan mukanya di dada bidang tunangannya itu.
"Gausah panggil aku kaya gitu, ga baik." Buat kesehatan jantung aku. Ucap Zeila, tentu saja yang akhir hanya ada di benaknya. Jika tidak, Reagan akan besar kepala.
Reagan mengulum senyumnya sambil memeluk wanita yang sangat ia cintai. Ia teringat sesuatu. Kakanya, ia tak melihat Revan.
Jika kalian ingat, Revan lah yang paling berusaha menghalangi jalan Reagan dan Zeila. Tapi setelah Zeila mengingat semuanya, Revan merasa sudah tidak ada ruang untuknya di hati Zeila.
Ugh, mungkin itu terlalu ... berlebihan?
Dan disanalah dia, seseorang yang sangat mirip dengan Reagan. Membawa koper yang sangat besar, kening Reagan berkerut.
"Jangan Langkahin gue, dek. Gue abang. Harus gua dulu yang nikah, key?" Bisik Revan yang mungkin masih bisa didengar Zeila. Mereka berdua tertawa.
Mata Reagan menuju koper yang Revan bawa. "Lo ... mau kemana?" Revan hanya tersenyum.
"Pengennya sih ke New York. Tapi, harus ke Chicago dulu. Ada yang nungguin," cengir Revan dan lanjut berkata "sekitar USA aja sih, omong-omong. Takut Zeila kangen sama gue,"
Zeila mendelik. "Kasian yang ada di sana. Jangan godain cewe mulu."
Revan hanya terkekeh. Yang dulunya ia kira Zeila adalah jodohnya, tau-tau malah bertunangan dengan adiknya sendiri. Takdir memang tidak bisa di tebak.
Yang dulunya Reagan berpikir akan mengalami sad ending malah sebaliknya.
Namun, ini bukan ending dari Reagan - Zeila. Ini hanya baru permulaan.
•–•
Is this story really reach 2k readers? .-.
Thankyou soooo much for reading this story thankyou for everyone who give me vote and comment xx!
KAMU SEDANG MEMBACA
Twins
عاطفيةRevan, lelaki berumur 16th yang harus meninggalkan semuanya demi pendidikan. Meninggalkan keluarganya, dan juga Zeila, kekasihnya. Zeila, gadis yang ditinggalkan oleh Revan. Dan karna itu ia harus menjalani hidupnya di umur 15th ini tanpa Revan. Nam...