A/N: Buat Sarah Golda Sabrina, jadinya seperti ini deh... semoga kamu suka ya mwah mwah mwah!
ENJOY!
***
Harry berdiri di depan ranjang. Cahaya matahari merembes masuk dari jendela-jendela di kamarnya dengan sudut sempurna. Dia seperti siluet yang bermandikan cahaya keemasan, punggungnya penuh bekas cakaran, otot-ototnya kencang, celananya masih terlalu rendah di pinggulnya sampai-sampai aku harus memaksa otakku untuk tetap berpikir jernih.
"Stop staring at my ass,"
Harry berbalik dan nyengir. Aku ingin merobek mulutnya saat itu juga.
"Like what you see, Sarah?" katanya lagi, kali ini dia merangkak naik ke tempat tidur dan berbaring di sampingku.
Aku tersenyum mengejek. "100%."
Harry mencibir. Dia meraih tanganku yang masih berada di bawah bed cover dan menggenggamnya.
"Kau perlu potong kuku sepertinya. Bukannya kau yang sakit, malahan aku yang menderita."
Aku menarik tanganku lagi dan mendelik sebal. "Menderita?"
Harry tertawa. Sebuah tawa yang sangat indah untuk didengarkan di pagi hari. "Pagi ini terlalu menyeramkan tanpa sebuah pelukan, y'know?"
Aku memandangnya lama dan tersenyum. "Kau akan mendapatkan ratusan!" kataku sambil mendekapnya ke dalam pelukanku. Dia melingkarkan tangannya di punggungku dengan erat.
"Besok kau akan pulang dan aku sendirian lagi," gumamnya.
"Aku tahu," balasku. Aku memejamkan mataku sejenak, padahal kami baru melepas rindu setelah empat bulan lamanya tidak bertemu.
Harry menjauhkan tubuhnya dariku dan menghela nafas panjang. Dia menatap langit-langit kamar, pandangannya menerawang.
Aku menyibakkan sejumput rambut dari keningnya. Rambutnya sedikit lebih panjang dan aku baru sadar bahwa aku tidak pernah memperhatikannya sebelumnya. Aku tidak menyangka bahwa rambut cokelat gelapnya selembut itu. Bagaikan cokelat meleleh. Halus sekali.
Harry menatapku lagi. Lirih. "Kau punya pilihan, Sarah, tinggallah disini, di London bersamaku."
Aku memutar mataku. "Dan melihat kemesraanmu dengan Cara secara lebih dekat?"
Alis matanya bertaut, dia mendengus. "Bukan itu maksudku."
"Oh, ya?" aku menajamkan mataku. "Lalu, untuk apa aku di London? Pindah sekolah, meninggalkan semua temanku, tapi pacarku sendiri tidak bisa menyerukan pada dunia bahwa dia milikku dan bukan milik Cara, seperti yang mereka selalu sebut-sebut di setiap artikel dan wawancara?"
Harry mengakkan punggungnya dan bersandar di headboard. Dia mengatupkan mulutnya kembali. "Aku tidak ingin bertengkar, Sarah."
"Kenapa kau selalu menghindar tiap kita membahas soal Cara?" desakku marah. "Kenapa kau tidak pernah mengklarifikasi semuanya pada media bahwa setidaknya Cara bukan pacarmu!"
"Cukup, Sarah," Harry mengangkat kedua telapak tangannya. "I've given up so much for you. The least you could do is relax. Aku tidak akan pergi kemana-mana. Aku cuma butuh waktu."
"You gave up so much for me? You did?" aku tertawa sumbang. "Harry, aku bertaruh segalanya demi dirimu! Aku bahkan membiarkanmu berpacaran dengan Cara karena itu permintaan management sialanmu itu! Semua fans-mu menganggapku kampungan, tidak cocok untuk bersanding denganmu, mereka mengolok-olokku karena aku dekat denganmu padahal kenyataannya, aku pacarmu yang sebenarnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
L'Éternité et Aprés
Short Story❝I love you, I adore you, I want you, I need you, I miss you, I hate you...❞ What do those words simply mean to you?