Lilo Paynlinson; "Blindfolded"

5.9K 184 51
                                    

A/N: Bukan challenge siapa-siapa. Also please, kalo kamu-kamu nggak suka cerita boyxboy/slash/homosexual, silahkan tinggalkan page ini. I've warned you and do not bash me around or I'll block you (iya, kejem iya bodo amat dah :P).

[Lilo Paynlinson: Liam Payne x Louis Tomlinson-----and some Zouis also Niam]

ENJOY!

***

Dulu ia kira hidupnya sudah lengkap. 

Sekarang ia yakin benar hidupnya belum samasekali lengkap. 

Dulu ia kira berdoa saja sudah cukup. 

Sekarang ia yakin benar berusaha pun belum tentu membuahkan hasil. 

Dulu ia kira menggunakan perasaannya saja sudah cukup. 

Sekarang ia yakin benar tindakan lebih terlihat nyata. 

Dulu ia kira menggantungkan harapan saja sudah cukup. 

Sekarang ia yakin benar takkan pernah ada yang terjadi setelahnya. 

Dulu ia kira mengandalkan insting saja sudah cukup. 

Sekarang ia yakin benar takkan pernah bisa menebak isi hati dan pikirannya. 

Dulu ia kira pendekatan saja sudah cukup. 

Sekarang ia yakin benar bahagianya jauh dari jangkauannya. 

Dulu ia kira dirinya dapat bertahan dengan sendirinya. 

Sekarang ia yakin benar kalau dirinya tak kuat menyimpannya lagi. 

Dulu ia kira hanya ada aku dan kamu dalam ceritanya. 

Sekarang ia yakin benar dirinya telah lalai dan membiarkan orang lain masuk menghancurkan ceritanya. 

Dulu ia kira merelakan dan berkorban saja sudah cukup. 

Sekarang ia yakin benar bukan itu yang ia inginkan. 

Dulu ia kira semuanya akan membaik seiring berjalannya waktu. 

Sekarang ia tidak tahu harus meluruskannya melalui jalan mana. 

*** 

"Suntuk?" 

Liam Payne—atau akrab disapa Liam, meremas pundak temannya yang duduk termenung di balkon rumahnya sekedar memandangi lampu jalan yang cahayanya remang-remang atau menghindar, menjauh, menyingkir dari keramaian, kegaduhan, kemeriahan pesta yang diadakan di lantai bawah rumahnya. Pesta ulang tahun ke dua puluh satunya. Pesta milik Louis Tomlinson. 

Yang ditanya hanya memberikan sebuah senyum ambigu. Seakan-akan sesuatu yang kusut berada di relung hatinya. 

"Bersenang-senanglah," kata Liam. Matanya mengarah pada tangan Louis yang saling bertautan satu sama lain, mungkin untuk melawan udara dingin yang mulai menyelimuti. Ia menggelengkan kepalanya pelan, kemudian melanjutkan kalimatnya. "Ini, kan, pestamu sendiri. Nikmatilah. Jay sudah bersusah payah memersiapkannya untukmu." 

Louis membuka kancing atas kemeja abu-abu yang ia pakai. Ia meneguk sekaleng bir yang berada di tangannya sejak tadi dan mendesah panjang. 

Liam yang terpaku menatap temannya bersikap dingin seperti itu hanya tertunduk lemas. "Aku turun ke bawah, ya." 

L'Éternité et AprésTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang