Niall Horan; "Mr. Right"

3.3K 187 16
                                    

A/N: One shot request tentang Niall yang buta. Thanks FauStyles for the challenge!

ENJOY!

***

"Orang baik itu pasti dapatnya dengan orang baik juga. Kau itu terlalu baik!"

Sambil memeluk lutut, Fau memerhatikan Niall mengambil sebuah ranting kering yang agak pendek. Niall membolak-balikkan ranting itu, layaknya ia baru saja menemukan harta karun berharga di hamparan pasir putih pantai itu.

"Jadi, kau inginnya bersama orang yang tidak baik? Atau memang kaulah yang tidak baik? Tuhan memberikan yang baik untukmu, kenapa malah ditolak?"

Ujung bibir Niall tertarik ke atas, ia menyeringai. Tanpa sadar, tangannya bergerak sendiri. Ia menggunakan ranting itu sebagai pena di atas pasir. Ia pun menuliskan sebuah nama dalam huruf braille yang tak dipahami oleh gadis itu.

Niall mendesah berat. "Aku mau membenahi diri dulu, supaya pantas untukmu!"

Bagi Fau, mungkin titik-titik besar yang dibuat Niall menggunakan ranting itu tidak memiliki arti sedikitpun. Namun bagi Niall, nama itu merupakan dunianya.

Niall menulis nama Fau, menyimpannya di sudut hatinya mulai hari itu.

*

Setelah berbulan-bulan tak berjumpa dan mendengar kabar bahwa Fau telah bersama seseorang, Niall tidak yakin apakah ia mesti menangis atau menertawakan dirinya sendiri. Ia kira tidak akan ada yang mampu menggantikannya di hati Fau. Sepertinya, ia terlalu lama mengulur waktu hanya demi bisa menjadi yang terbaik di mata Fau. Padahal Fau mau menerima segala kekurangannya, sekalipun Niall memperlakukannya dengan tidak baik. Ini salahnya.

Lagipula, percuma saja. Entah mengapa semuanya menjadi begitu sia-sia meski hari ini, untuk pertama kalinya dalam hidup, Niall akan membuka matanya. Tidak ada Fau di sampingnya, itu yang membuatnya benar-benar takut menghadapi dunia yang sesungguhnya.

Faulah yang dulu meyakinkannya untuk menjalani operasi kornea. Faulah yang mengelu-elukan padanya kalau dunia ini terlalu indah untuk dilihat Fau seorang dan oleh karena itu Niall juga harus melihatnya. Dan yang ingin Niall lihat pertama kali adalah Fau, bukan dokter, bukan yang lain. Tapi bahkan, gadis yang selama ini selalu menjadi matanya, tidak ada di sini sekarang.

Namun Niall akan membuktikan pada dirinya sendiri dan di depan Fau kalau ia tak kalah hebatnya dibanding dengan siapapun lelaki yang sekarang menjadi kekasih gadis itu. Mungkin memang sepele, tetapi perjuangan yang Niall lakukan demi bisa mendapatkan donor mata yang sesuai untuknya sangatlah sulit dan butuh proses yang panjang.

Kalau Fau tidak bisa datang padanya, ia sendiri yang akan datang menemuinya nanti.

"I'm nervous, Mum." ucap Niall sambil menggenggam erat tangan ibunya hingga pergelangan tangannya memutih.

"Niall, love," Ibunya memeluknya sekejap. "Kalaupun ini tidak berhasil, it's not the end of the world. Kau tetap Niall yang sama yang kami semua sayangi."

Niall menyentuh perban tebal yang menutup matanya. Ia menggigit bibirnya cemas. "Tapi ka—"

Pintu kamar rawatnya tiba-tiba terbuka, seorang dokter tersenyum lebar dan menghampiri Niall bersama seorang perawat di sampingnya.

"Niall, you excited?" tanya dr. Phil, menarik sebuah kursi dan duduk tepat di hadapan Niall.

Niall mengangguk ragu.

"Dia sedikit gugup." Greg menjawab pertanyaan tadi untuk Niall yang mendengus dan membalas Greg tanpa suara 'shut up'.

"It's completely normal to be nervous, apalagi kau telah menjalani serangkaian tahap yang melelahkan." tanggap dr. Phil. "Now, siap untuk hasilnya?"

Niall mengangguk kaku, operasinya sudah dilakukan dua minggu lalu, yang membuat matanya harus diperban selama itu.

dr. Phil memotong lilitan perban terakhir dan setelahnya, ia membuka satu persatu kapas yang menempel di masing-masing mata Niall. "Akan terasa sangat terang dan menyilaukan pada awalnya, karena itulah kami akan mematikan lampu di ruangan ini supaya matamu bisa secara perlahan menyesuaikan dengan cahaya yang masuk."

"Mum?"

Ibunya meremas tangan Niall sambil tersenyum haru. "I'm here, baby. It's going to be alright."

Niall menahan nafas saat ia memutuskan untuk membuka matanya sekarang.

"It hurts," gumamnya, membuat ibunya menoleh ke dr. Phil takut-takut.

"Just keep going, rasa perihnya akan hilang seiring berjalannya waktu."

Jadi, Niall mengikuti perintah dokternya sampai sepasang mata biru menyambutnya dengan senyum hangat tepat ketika lampu dihidupkan lagi.

"Mum?"

Ibunya menangis tersedu-sedu dalam pelukan Niall saat menyadari kalau dialah yang pertama kali dikenali oleh Niall. "Shhh... I did it, Mum. Aku berhasil, dan jangan menangis lagi..."

Niall merenggangkan pelukannya dan menatap wajah ibunya. "You're the prettiest to see in person, Mum." katanya. Ibunya hanya bisa tersenyum sambil menghapus air mata harunya.

Niall mengedarkan pandangannya, senyumnya semakin mengembang saat mengenali ayah, kakaknya Greg serta istri dan anak mereka, juga sepupu dan teman-teman terdekatnya yang saling menyapa Niall dan mengucapkan nama mereka bergantian.

Lalu kening Niall berkerut saat melihat seorang gadis berperawakan sedang dengan tangan terkunci rapat di depan, menatap Niall penuh keraguan.

Tenggorokan Niall terasa tercekat. Ia pasti bermimpi, bagaimana bisa hatinya berkata kalau dia adalah Fau... bagaimana bisa...

Niall tersenyum tipis. "Hai... apakah aku mengenalmu?"

Gadis itu berjalan mendekat dan menyetarakan level matanya dengan mata Niall. "Apakah kau ingat dengan suara ini?"

Sialan. Ini benar-benar bukan mimpi, ini nyata. Dia Fau! Fau-nya!

"Fau..." Mau tak mau, tanpa disadari sekalipun, bibirnya melafalkan nama itu. Dan sepertinya perasaannya tepat karena gadis itu tersenyum manis sekali, membuat Niall benar-benar yakin kalau senyum itulah yang paling ingin ia lihat seumur hidupnya.

"Bagaimana kau bisa berada di sini?" tanya Niall sewaktu ia ingat kalau Fau telah memiliki kekasih.

"Tentu saja menagih janjimu!" Fau menyeringai kecil. "Apakah sekarang kau sudah merasa cukup pantas untukku?"

"Apa maksudmu? Kau, kan, sudah punya pacar!"

Fau tertawa nyaring. "So... you really believed that?

"A-apa?!"

"Aku kira kau percaya pada setiap omonganku, termasuk janji tentang aku yang akan selalu menunggumu sampai kau siap bersanding denganku?"

Niall menatap sekelilingnya. Sial, semua keluarganya sedang menonton adegan tolol ini. Fau mengerjainya! Niall benar-benar merasa sangat tolol. Shout out to Fau for making this awkward!

"Tapi ke mana sa—"

"Niall," Fau menangkup wajah Niall dengan kedua tangannya. Sekarang, Niall bisa dengan jelas melihat warna mata gadis itu. Entah apa nama warnanya, apakah itu merah... hijau... ungu...? Oh, sepertinya Niall harus belajar banyak tentang warna dan hal lainnya setelah ini.

Niall menyentuh pergelangan tangan Fau, membalas senyum gadis itu. "You have the most beautiful eyes, Fau."

Fau tertawa pendek. "You do too."

Dan, Niall mengambil start untuk mencium Fau duluan. Hari itu, segala tentang semua itu, adalah yang pertama bagi Niall. Oh, persetan... Niall lupa soal para penggembira di sekitarnya!

Sial.

*

"...I wanna wake up to

where you are..."

***

A/N: Hope you had a fun time reading it, and tell me what you think down below! :D

L'Éternité et AprésTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang