Liam Payne; "Knight in Shining Armor"

4.5K 269 28
                                    

A/N: Going to end this book real soon.

ENJOY!

***

"Punya saputangan?"

Aku menghentikkan gerakan tanganku dan mendongak. Seorang gadis tiba-tiba datang sambil menangis dan sekarang dia sedang duduk di bangku taman yang sama denganku. Aku mengangguk enteng sebelum memasukkan benda tajam dalam genggamanku ke saku celana lagi.

"Kau baik-baik saja?"

Dia mengangkat wajahnya dan aku menemukan sepasang mata besar, yang berair dan merah. "Tidak, aku tidak baik-baik saja."

"Kalau begitu, ada sesuatu yang bisa kubantu?"

"Aku tidak akan memintamu membantuku, aku bahkan sama sekali tak mengenalmu." dia mengelap air matanya dengan saputangan kumal milikku yang ada di tangannya.

"Hanya karena kau tidak mengenal seseorang dengan baik, bukan berarti kau tidak dapat berbuat baik terhadapnya. It costs nothing to be nice."

Dia mendesah. "Aku tersesat."

"Kuharap kau setidaknya masih ingat alamat rumahmu."

"Tentu saja! I'm lost, not dumb!"

Tawaku hampir saja meledak kalau saja mata itu tidak menatap sinis ke arahku. Cepat-cepat aku menelan tawaku lagi. "Aku bisa mengantarmu pulang."

Dia terlihat mengalah dan akhirnya bangkit untuk berdiri. Pada detik itulah aku baru sadar kalau warna gaunnya benar-benar... mencolok. Merah menyala. Warna merah yang membara, aku serasa dibakar melihatnya saja.

"Apakah kau akan terus menatapku atau kita akan pergi sekarang?"

Aku menunduk malu karena tertangkap basah memandanginya terlalu lama. "Uh, maaf. Kita pergi sekarang."

Kami berdua terdiam. Tidak ada yang membuka suara. Waktu terus berjalan, entah sudah berapa lama kami terdiam. Masing-masing mempunyai pikirannya sendiri. Aku sangat bingung, apa yang harus kulakukan?

"Apakah masih lama?" tanya gadis itu sambil memeluk dirinya sendiri.

Aku meliriknya sekilas. "Sekitar dua blok lagi," jawabku sambil melepaskan jaket yang kupakai. Tidak terlalu tebal, sih, tapi cukup lumayan untuk menghangatkan badannya. Dia kelihatannya sangat kedinginan. Aku pun memberikannya padanya.

"I actually don't like it when people make an effort to be nice," dia kemudian mengangkat bahunya dan mendesis. "Tapi untuk kali ini, terima kasih, ya."

Aku tidak bisa lagi menahan senyum. "I'm impressed."

Dia tidak merespon.

"Sebenarnya, bagaimana kaubisa tersesat?"

"Kau pasti akan tertawa mendengarnya tapi, aku kabur dari acara perjodohan yang diatur oleh ibuku," dia memejamkan matanya sejenak untuk menikmati embusan angin malam yang menerpa wajahnya. "lalu tersesat dalam perjalanan pulang."

Orang tua jaman sekarang, batinku.

"Kenapa bisa tersesat? Kau baru di sini?"

Dia nyengir. "Yah, semacam itulah. Kami baru pindah dari Kansas." katanya. "Kau sendiri, sedang apa sendirian di taman tadi?"

Aku cuma tersenyum, enggan menjawab pertanyaannya, dan dia pun memakluminya.

"Ini rumahmu?" aku menunjuk sebuah bangunan putih besar tanpa pagar yang mengelilinginya.

Dia mengangguk mantap, hendak melepaskan jaketku yang melekat di tubuhnya. "Terima kasih untuk jaketnya, saputangannya, dan karena kau sudah mau repot-repot mengantarku sampai ke rumah."

L'Éternité et AprésTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang