Sahara duduk termenung di halaman rumah. Rumput hijau yang di didudukinya terasa sangat nyaman, sekalipun udara malam itu cukup dingin tapi suasana dan pemandangan indah yang jelas nyata di langit membuatnya tidak bisa beranjak.
Melihat bintang dia seperti melihat bahwa dirinya memiliki tempat untuk menenangkan diri dan mengadu.
Sahara memandang langit sambil merebahkan diri di rumput. ' aku selalu berharap bisa melihat ini bersama orang yang kusayangi, aku berharap memiliki keluarga yang utuh. Ayah dan Ibu kandung juga kakak dan adik. Pergi berlibur bersama setiap weekend, atau jika tidak sempat, hanya berkumpul dan bercengkrama bersama pasti itu sangat menyenangkan. Tapi,... saat ini aku tidak merasakannya.' gumam Sahara.
Sahara mendengar suara mobil Raihan. Dia baru saja pulang dari rumah Beni. Sahara melihat Raihan melewati tempatnya tapi dia tidak melihat Sahara yang saat itu berada di halaman. Sahara pura - pura tidak tahu dan melanjutkan aktivitasnya sekalipun jam sudah menunjukkan pukul 20.00 wib.
Raihan masuk rumah, tanpa sadar dia melirik ke arah ruang tengah tempat menonton tv. Biasanya Sahara selalu sedang menonton tv jika dia pulang, tapi kali ini dia tidak ada dan itu membuat Raihan sedikit bingung tapi dia pura - pura tidak perduli hingga dia sampai di depan kamarnya dan terlihat jelas pintu kamar Sahara terbuka lebar hanya sang penghuni kamar tidak menunjukkan keberadaannya di dalam sana.
Raihan iseng memasuki kamar itu dan memang benar, Sahara tidak ada disana.
Saat itu, kebetulan Lilis, pembantu rumah tangga di rumah Raihan melewati kamar Sahara. Dia melihat Raihan berada di kamar Sahara. Dia pun menghampiri Raihan dan itu membuat Raihan kaget.
" sedang apa disini, Mas Raihan?" tanya Lilis. Dia seumuran dengan Sahara.
Raihan yang masih kaget hanya menarik napas panjang.
" maaf, saya mengagetkan mas !" sesal Lilis.
" kamu tahu kemana gadis itu ?" tanya Raihan.
" non Sahara? Oh, dia bilang mau ke halaman sebentar. Jadi dia minta saya untuk jangan dulu mengunci pintu, paling lama sampai jam 21.00 saja katanya." cerita Lilis.
" ah, paling dia alasan saja pergi ke halaman, padahal akhirnya keluyuran juga." komentar Raihan.
" memang keluyuran malam - malam menggunakan piyama itu sekarang lagi tren ya mas?" tanya Lilis polos.
Raihan tidak berkomentar apa pun, dia tahu asumsinya sepertinya salah. Tapi, untuk apa Sahara keluar malam hari hanya untuk pergi ke halaman. Apa yang bisa dilihat malam - malam seperti itu. Itu yang Raihan pikirkan.
Karena rasa penasaran yang tinggi, akhirnya Raihan memutuskan untuk sekedar mengecek keadaan. Baru saja dia membuka pintu rumah, Sahara sudah berada di hadapannya. Jelas, Raihan kaget untuk kedua kalinya.
Sahara menatap Raihan datar, " mau pergi kemana lagi ? ini sudah malam. Ayo masuk, diluar dingin !" Sahara masuk lalu melewati Raihan yang hanya bisa tertegun.
' perasaan apa ini, kenapa hanya dengan melihat wajah datarnya aku bisa ... '
Raihan masih terpaku untuk beberapa saat, hingga akhirnya memutuskan untuk menutup pintu dan naik ke kamarnya.
***
Sahara menatap foto pernikahan ibunya yang terpajang di ruang tengah. Dibawahnya terdapat meja berisi foto - foto keluarga Raihan saat ibunya masih hidup.
' keluarga yang harmonis, aku benar - benar iri. Aku mengerti, kenapa dia bisa membenciku. Aku mengerti betapa berharganya sebuah keluarga, dia pasti tidak rela posisi ibunya digantikan siapa pun. Aku pun mungkin akan melakukan hal yang sama." gumam Sahara.
" sedang apa kamu menatap foto - foto itu, terkesan ?" ujar Raihan sinis.
Sikapnya tiba - tiba berubah lagi, Raihan tadi malam, seperti sebuah mimpi. Tapi sekalipun begitu, Sahara sama sekali tak sadar mengenai sikap Raihan yang agak berbeda.
Sahara hanya diam, dia tidak ingin berdebat hari itu. Jadi, dia lebih memilih menghindar.
" hei, besok mereka akan pulang. Aku hanya mengingatkanmu !" seru Raihan. Dia lalu berjalan mendahului Sahara.
Akhirnya Sahara sampai di sekolah.
Sahara benar - benar tidak bersemangat pergi ke sekolah. Dia merasa pikirannya sedang kacau, jadi percuma berangkat ke sekolah.
Di perjalanan menuju ke kelasnya, Sahara berpapasan dengan Fadli, laki - laki yang pernah dibicarakan oleh Dewi beberapa waktu lalu. Hanya saja, Sahara tidak tahu kalau itu Fadli yang sempat Dewi bicarakan.
Fadli menyapa Sahara dengan senyuman. Sahara yang merasa tidak enak memilih untuk pura - pura tidak tahu. Fadli kecewa mendapati Sahara tidak membalas senyumannya. Dia hanya bisa memandangi Sahara yang terus berjalan menjauh dan akhirnya menghilang.
Sampai di kelas, Sahara disambut oleh Dewi.
" wajahmu hari ini lebih kacau dari biasanya. Apa yang terjadi?" tanya Dewi perhatian.
" aku rasa, sama saja." gumam Sahara.
" Ra, kamu tahu. Tadi Fadli datang kemari. Dia sepertinya mencari seseorang. Tapi, kayaknya orang yang dia cari belum datang. Kalau saja kamu datang lebih awal, pasti kamu akan langsung suka sama dia. Dia itu ganteng, keren, plus....ramah." cerita Dewi semangat.
" lalu apa masalahnya ? Yang dia cari bukan aku, kan ? Jadi apa masalahnya !" komentar Sahara.
" masalahnya adalah dia datang kemari dan itu artinya dia mencari orang yang ada di kelas ini dan kamu salah satu kemungkinan orang yang dicarinya tadi." ujar Dewi menjelaskan.
" memang aku mengenalnya ? pernah melihatnya saja belum pernah. Sudah, jangan buat kepalaku semakin sakit!" gerutu Sahara kesal.
" memang sih, dia satu tingkat dibawah kita. Tapi, kepindahannya kemari dari luar negeri membuat banyak gadis berpaling padanya daripada melirik Raihan yang dingin lebih baik meliriknya. Dia pasti akan membalas senyuman siapa pun." ujar Dewi melanjutkan ceritanya.
Sahara hanya bisa mengurut dahi mendengar ucapan Dewi yang membuat kepalanya semakin pusing. Meladeni Dewi, sama saja mengajaknya mengobrol panjang. Jadi, Sahara diam saja saat Dewi terus membicarakan Fadli hingga bel masuk berbunyi.
***
Fadli baru memasuki kelas saat bel berbunyi dan duduk disamping teman sebangkunya.
" baru dari mana saja kamu ?" tanya Toni, teman sebangkunya.
" aku baru ke kelas XI - C." jawab Fadli jujur.
" buat apa? Owh lagi nyari cewek kan ! Aku gak menyangka kamu suka sama kakak kelas." goda Toni seenaknya.
Fadli hanya tersenyum, dia tidak mengatakan apa pun. Dia tidak membantah atau mengiyakan.
" ketemu, sama cewek itu?" tanya Toni penasaran.
" tadi ketemu di jalan mau ke kelas." jawab Fadli jujur.
" oh, terus gimana ?" tanya Toni lagi.
" ya, gitu lah." ujar Fadli agak kesal.
" kalau tau gitu, kenapa gak sama kakak kelas kita yang sering dateng kemari. Kak Tania...Tania..." goda Toni.
" aku tidak suka gadis yang agresif. Itu membuatku takut." jawab Fadli jujur.
' lagian yang aku cari bukan gadis untuk jadi kekasihku. Aku mencari gadis yang harusnya bersamaku sekarang, membuat hubungan yang dulu terputus kembali terjalin. Membuat semuanya kembali utuh, dan normal.' gumam Fadli.
Aku berharap sekali ada yang mau memberi semangat, baik melalui vote atau komentar. Pedas juga tidak apa - apa asalkan membangun.
Terima kasih atas perhatiannya.
(﹡ˆ﹀ˆ﹡)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Sahara
RomanceSahara mendapati mamanya menikah dengan seorang duda beranak satu. Dia sadar, akan kebencian yang pemuda itu taburkan. Hingga kemudian, berbagai fakta mengejutkan merubah jalan hidupnya yang seperti gurun sahara.