Malam itu, Sahara duduk termenung di dalam kamar. Berharap semua hal yang terjadi segera berlalu. Seandainya dia bisa melompati waktu, dia ingin menghilangkan bagian pahit di hidupnya selama ini. Walaupun hal tersebut tak bisa dilakukan.
Besok, Sahara dan keluarga 'nya' akan pergi ke tempat yang jauh. Berat memang, jika harus meninggalkan mama. Tapi Sahara yakin, bersama keluarga Raihan, mama akan hidup bahagia.
Esoknya,
Semua orang sudah siap dengan barang bawaan masing-masing.
Sahara tidak banyak bicara, baik di perjalanan hingga sampai bandara. Karena dia kecewa mama dan Raihan tidak ikut datang ke bandara untuk mengantarkannya pergi.
"Kenapa mereka tidak bisa datang?" tanya Fadli ingin tahu.
"Sejak pergi kemarin, Raihan sulit dihubungi dan istriku tidak mengatakan alasan apapun. Dia hanya bilang tidak mau pergi." jawab Ayah Raihan seadanya.
Mendengar itu semua membuat ibu Fadli merasa berat membawa Sahara pergi, apalagi melihat betapa kecewa dan sedihnya Sahara menghadapi keadaan itu.
Ibu seketika menarik Fadli menjauh, mengatakan sesuatu.
***
Semalam, Raihan menginap di rumah Beni. Ken juga ada disana, mereka mencoba membujuk Raihan agar pergi. Karena mungkin, hari itu hari terakhirnya melihat Sahara untuk jangka waktu yang lama.
"Katanya kamu menyukainya, tapi kenapa kamu diam saja disini? Ayo pergi dan katakan perasaanmu padanya! Kapan lagi kamu bisa mengatakannya kalau bukan sekarang." bujuk Beni.
Raihan tetap diam tak bergeming. Beni sudah mencoba membujuk Raihan sejak ayahnya menelpon mencari Raihan, untuk mengajaknya pergi mengantar Sahara. Awalnya dia tidak mengerti, tapi kemudian dia tahu apa yang sebenarnya terjadi setelah mendengar penjelasan ayah Raihan. Sayang, dia terpaksa berbohong kalau Raihan tidak ada di rumahnya karena itu yang Raihan inginkan.
"Bener Han, sekalipun kamu tak mau mengatakannya. Setidaknya kamu harus datang, karena aku yakin dia berharap kamu datang." ujar Ken menambahkan.
Ken juga diberitahu Beni mengenai hal itu dan dia juga ikut membantu membujuk Raihan dengan datang ke rumah Beni.
Raihan kesal, "Ah.... Kalian berisik!" gerutunya.
Ken dan Beni sudah putus asa meyakinkan Raihan yang tetap tidak mau pergi. Karena Raihan berpikir percuma saja dia pergi karena Sahara tetap tidak akan merubah keputusannya.
"Han, kamu lupa soal ceritaku waktu itu. Pada kenyataannya, Sheila tidak bisa menerimaku lebih dari seorang teman, dan aku menerimanya. Itu artinya cinta tak selamanya harus memiliki, kalian masih bisa saling mencintai sebagai saudara yang dipertemukan oleh takdir. Aku bisa menerima itu, kenapa kamu tidak bisa?" Ini nasihat Beni yang terakhir sebelum dia masuk ke dalam rumah, meninggalkan Raihan yang masih duduk di teras.
"Kami ingin yang terbaik untukmu. Tapi jika ini yang kamu inginkan kami tak akan memaksamu lagi. Yang jelas, jangan pernah menyesal!" pesan Ken, sambil menepuk pundak Raihan sesaat, sebelum kemudian ikut masuk ke dalam menyusul Beni.
Setelah keduanya pergi, Raihan terlihat mulai memikirkan perkataan kedua temannya itu.
Di dalam rumah,
"Bagaimana?" tanya Beni.
Ken menggeleng, lalu duduk disamping Beni. Keduanya hanya bisa pasrah sambil menatap jam di dinding yang terus berjalan.
***
Fadli menghampiri Sahara dan mengajaknya untuk duduk.
"Ini belum terlambat. Jika kakak ingin tetap tinggal, aku sangat berharap kakak mengatakannya sekarang." ujar Fadli pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Sahara
عاطفيةSahara mendapati mamanya menikah dengan seorang duda beranak satu. Dia sadar, akan kebencian yang pemuda itu taburkan. Hingga kemudian, berbagai fakta mengejutkan merubah jalan hidupnya yang seperti gurun sahara.