"Maafin aku yaaankk...."
Pia bingung dengan ucapan Bian pagi itu, ia pun mengendurkan tangan Bian yg tengah memeluknya dan berbalik menghadap Bian.
"Maaf untuk apa?"
"Maaf untuk yg kemarin malam. Maaf aku ga jujur sama kamu. Kamu ga usah dengerin omongan orang tentang kita." Bian kembali memeluk Pia.
Pia yg mendengarkan itu mendongakan kepalanya melihat wajah Bian yg tengah memeluknya dengan dagunya yg bertumpu pada dada bidang Bian.
"Maksud kamu apa?"
"Aku ga mau ke acara itu karena aku ga mau ketemu masa laluku. Aku ga mau kamu sakit hati ketemu sama dia,tapi ternyata kamu paksa aku datang dan akhirnya yg ku takutkan terjadi hati kamu terluka dengan mendengar kata-kata Tita yg seharusnya kami dengar. Kamu boleh marah-marah sama aku tapi jangan diemin aku kayak kemarin sayang."
"A..a..ku ga tahu harus ngomong apa. Tapi apa benar aku penyebab kamu dan dia putus?"
"Ngga sayang, bukan kamu tapi dia sendiri yg memutuskan ini semua. Kamu masuk ke hati aku setelah aku terlepas dengannya."
"Aku...." belum sempat Pia melanjutkan ucapannya Bian memotongnya.
"Kamu ga boleh ragu sama aku sayang,aku serius tentang hatiku semenjak aku mengajakmu untuk pacaran walau selama berbulan-bulan kamu nyuekin aku. Sekarang aku bukan serius lagi tapi aku yakin dengan keputusan ku saat itu saat aku menikahimu."
"Apa benar kamu udah ga ada perasaan sama Tita? Kau beneran cinta sama aku?"
"Iya aku udah lupa sam dia,siapa sih Tita? Kayak pernah denger." Dengan sedikit bercanda menjawab pertanyaan Pia agar suasana tidak terlalu kaku. Sementar tersirat senyum kecil Pia.
"Lagi pula untuk apa kalau aku ga cinta sama kamu tapi kita punya dia. Dia yg akan muncul ke dunia ini dalam menghitung beberapa bulan lagi." Bian mengeratkan pelukannya dan mencium puncak kepala Pia walau sekali lagi terganjal perut besar Pia.
"Yank, jangan kelitikin aku dong." Ucap Bian yg masih memeluk Pia.
"Siapa sih yg ngelitikin tangan aku aja lagi peluk kamu. Perut aku nih yg sakit dipeluk kamu kenceng banget."
"Ekh...ekh..sakit kenapa sayang?"
Bian pun melepaskan pelukannya dan melihat Pia yg sedang mengusap-usap perutnya dengan sesekali mengeluarkan nafasnya dari mulutnya.
"Yg tadi ngelitikin kamu ini nih." Ucap Pia terkikik geli.
"Gimana bisa kan dia masih di dalam yank." Bian menggaruk kepalanya yg tidak gatal.
"Sini tangan kamu." Pia menarik tangan Bian untuk mengusap perutnya.
"Yank,anak aku lagi nendang-nendang perut bundanya ya?"
"Anak kita bukan anak kamu doank. Iya akhir-akhir ini dia lagi aktif nih."
"Kenapa ga bilang dari kemarin. Aku seneng yank anak kita sehat. Cepat keluar ya anaknya ayah sama bunda,ayah udah ga sabar liat kamu. Cupp..." Bian mencium perut Pia.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love Brother
RomantizmAku tak sedarah dengannya tapi entah mengapa aku sayang padanya melebihi sayangku kepada teman ku. Apakah ini awal dari persahabatan yg berakhir biasa aja atau mungkinkah dia jodohku kelak?