STRONG 10

64 12 6
                                    

Seorang gadis lari tergopoh-gopoh dikoridor rumah sakit. Aroma yang menusuk. Suara langkah kaki yang terburu-buru. Suara roda. Dan berbagai macam khasnya yang lain.

Berlari menuju seorang pria yang tengah menangis. Dia Fergio Arthalla Putra. Adik dari kekasihnya, yang sedang menunggu pria yang tak lain adalah kekasihnya. Nando. Yang tengah terbaring lemah dikelilingi alat-alat rumah sakit beserta para dokter dan suster yang menanganinya.

"Aku gak mau kehilangan dia Gi. Dua kali Gi. Dulu dia pernah hampir meninggal. Karena kecerobohan aku..." ujar Gio sambil tersedu. "Dulu aku sama dia lagi main ditepi sungai. Gue gak sengaja ngedorong dia sampe masuk ke sungai. Kepalanya kebentur batu sungai. Dia pingsan. Aku cuma bisa nangis ngeliat darah yang bercucuran. Aku hampir ngebunuh Nando. Sekarang aku juga ceroboh. Aku tadi berantem sama dia. Seharusnya aku gak nyuruh dia pergi. Tapi aku..." Gio tetap terisak.

"Gio ini bukan salah kamu. Sudahlah, lebih baik kita berdo'a biar kak Nando bisa selamat." ucap Gia seraya memeluk badan atletis Gio. Gio hanya bisa terisak didalam pelukan Gia.

"Untuk sekarang aku mohon, seperti ini dulu. Aku takut." Gio mempererat pelukannya. "Iya Gio, aku gak kemana-mana. Kak Nando pasti baik-baik aja."

Rasanya Gia sangat sulit untuk tidak meneteskan air mata. Kenapa bisa? Tentu saja. Pria yang tak berdaya yang tengah terbaring itu kekasihnya. Takut? Sangat. Apalagi ketika mendapat kabar itu. Biarpun pura-pura. Perasaan Gia tidak bisa ditepis kalau dibilang nyaman. Sangat nyaman jika berada didekat Nando.

Sekarang mereka berdua hanya bisa berdo'a kepada Tuhan agar orang yang dicintainya selamat. Lia dan Rio pun datang setelah diberi kabar oleh Gia.

Ini adalah hari kopi menurut Gia. Ada manisnya dan ada pahitnya. Seperti seorang pemula peminum kopi. Lebih dominan merasa pahit daripada manis. Seperti itulah kira-kira.

===

Gia's POV

Sudah berapa lama aku disini? Bagaimana keadaan kak Nando? Aku berusaha untuk tegar demi Gio. Dia sangat lemah sekarang. Aku tau. Disana terdapat abang yang sangat dicintainya. Aku hanya bisa berdo'a. Aku menyayangi Nando. Sungguh. Ntah sejak kapan.

Rasanya sangat nyata ketika Gio mengelus puncak kepalaku. Seperti Nando. Seperti Nando yang selalu mengelus rambut panjangku. Aku merindukan tangan lembutnya yang kokoh itu. Aku merindukan senyumannya. Aku merindukan aroma tubuhnya.

Aku mencintainya. Aku mencintai Fernando Gentalla Xavier.

===

Detik demi detikpun berlangsung lama. Seperti ketika kau menaiki roller coaster. Jika kau tidak menyukainya, kau akan merasa takut dan sangat lama rasanya berada dikursi permainan itu.

Ini yang dirasakan semua orang yang menunggu Nando. Sampai dokter keluar dengan keringat bercucuran.

"Keluarga Fernando?" ucapnya. "Saya adiknya dok. Orangtua kami sedang diluar negeri. Ada pekerjaan penting yang gak bisa diganggu." sahut Gio.

'Bagaimana perasaanmu ketika saudara yang kau cintai terbaring lemah. Dan orangtua kalian malah mementingkan pekerjaannya?' batin Gia miris.

"Baiklah. Anda bisa ikut saya sebentar?" sahut sang dokter. "Baik dok."

*skip*

Cukup lama Gio pergi keruang dokter tersebut. Gia berharap cemas seraya melihat Nando yang terbaring lemah. Tubuhnya ditancap oleh peralatan rumah sakit. Kepalanya dikelilingi perban. Pipi kanannya lebam. Sangat miris melihat keadaannya sekarang.

"Gi." Gio kembali dengan wajah ditekuk. "Gio gimana keadaan kak Nando? Dia gakpapa kan?" pertanyaan beruntun keluar dari mulut Gia.

"Abang perlu perawatan intensif terlebih dahulu. Lengannya patah. Tapi bersyukur dia gak mengalami hal parah di bagian kepala. Hanya luka ringan dibagian wajah." ucap Gio miris.

Giapun segera memeluk Gio sambil terisak. 'Bagaimana dengan kuliahnya?' Gia membatin.

"Kita udah diperbolehin masuk. Kamu mau duluan Gia?" tanya Gio. "Kamu aja duluan. Kamu adiknya." ucap Gia lembut.

Gio berlalu ke ruang ICU yang ditempati oleh Nando.

"Bang, maafin gue bang. Gue udah dua kali bikin lo masuk rumah sakit. Gue jahat bang. Gue adik yang jahat bang." Gio menangis tersedu-sedu disamping Nando. Gio tau kalau Nando mendengar semua yang dikatakannya.
Cukup lama Gio tersedu dan berceloteh kalau semua ini kesalahannya. Gia yang melihat itu hanya menunduk lesu.

"Gi, aku mohon sama kamu. Sayangin bang Nando. Berhentilah berpura-pura tentang hubungan kalian. Masuklah, dia pasti senang melihatmu." ucap Gio yang telah keluar. Gia hanya tersenyum lesu mendengarnya. "Aku sudah mulai mencintainya dengan tulus Gi."

STRONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang