Selama seminggu semenjak kejadian itu, Gio menjadi lebih pendiam. Siapa yang tidak cemas jikalau saudara yang dicintai tengah koma. Gia yang melihat itu selalu menemani Gio. Dia tidak ingin Gio menjadi pemurung yang selalu menyalahkan diri karena kecelakaan itu. Padahal itu sudah takdir. Siapa yang berani melawan takdir? Tidak ada.
Nando belum ada kemajuan. Padahal kepalanya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Hanya benturan ringan. Tapi kenapa dia belum bangun juga? Saat ini mereka terus berdo'a demi keselamatan Nando.
===
Gia's POV
"Hai kak. Ini bunga buat kakak. Yang kemarin aku ganti ya, udah layu soalnya. Kakak apa kabar? Udah seminggu loh kak. Gak mau ngajakin Gia jalan ya? Haha. Gia kangen sama kakak." aku mengelus rambut hitam kak Nando. Dia terlihat tenang, sangat tenang. Nafasnya teratur. Ingin rasanya merasakan tangannya dikepalaku.
"Kak, kalo aku mulai sayang sama kakak gimana?" aku terus berceloteh dihadapan kak Nando. Aku harap dia mendengarnya. Aku sangat merindukannya. 'Aku mencintaimu kak.'
Aku menggenggam tangannya. Dingin. Lemah. Seakan gak ada darah yang ngalir ketangannya.
Cukup lama hingga aku memejamkan mata.
'Gia, udah malem. Kamu pulang dulu ya.'
Aku tersentak oleh suara yang membangunkanku. Terdapat tangan lembut yang mengelus kepalaku. "Kak Nando!" aku mengusap mataku agar dapat melihat wajahnya lebih jelas.
"Aku Gio. Abang belum sadar. Kamu yang sabar ya. Pulanglah, biar aku anter. Udah malam." ternyata Gio yang melakukannya. Kenapa rasanya sedikit gak rela ketika Gio melepaskan tangannya? Perasaan aneh itu kemudian aku tepis.
"Gak usah, aku minta jemput papa aja. Kamu jagain kak Nando ya." tolakku halus. "Gakpapa biar aku anter. Nanti aku suruh suster jaga kak Nando bentar." paksanya. Yaudahlah gimana pun mau nolak pasti tetap dipaksa. Bagaimanapun Gio sangatlah keras kepala. "Okedeh. Makasih ya Gi." Gio hanya mengulum senyum.
===
Hari terus berganti. Gia terus datang menjenguk kekasihnya. Tak lupa dengan setangkai mawar putih yang selalu dibawanya. Seperti kegiatan rutin. Gia telah terbiasa dengan semuanya. Menganggap Nando sehat bugar, berceloteh dengannya.
"Kak gak bosen tidur terus? Tapi aku gak bosen kok kesini terus. Kan ketemu kakak." Gia tertawa geli mendengar penuturannya sendiri.
Tak lama dari itu ada pergerakan dari tangan Nando. Gia yang melihat itu dengan segera memanggil dokter untuk memeriksa Nando.
Gia sangat senang dengan pergerakan kecil yang dilakukan Nando. 'Pergerkan yang sangat berarti' pikir Gia.
Akhirnya, masa kritis yang dilalui Nando terlewati. Sekarang Nando tengah tersenyum menatap Gia.
"Udah makan?" tanya Nando. Gia yang mentapnya pun segera menjawab dengan lantang. "Belum. Ayo kita makan bareng ya kak!" sahutnya.
"Gak ah males." ucap Nando. Gia pun menekuk wajahnya sebal. "Bercanda sayang. Ayo kita makan. Suapin ya, tangan kakak gak bisa gerak nih yang kanan." ucap Nando sambil mengelus kepala Gia sayang.
Senyum Gia mengembang. Dia sangat merindukan tangan kokoh Nando mengelus kepalanya. "Ayo kita makan."
Mulai lah acara suap suapan yang dilakukan pasangan muda ini. Sepanjang waktu senyum Gia tak luput dari wajahnya yang cantik. Begitupun dengan Nando. Mengembangkan senyumnya setiap kali Gia tertawa mendengar lelucon atau guyonan yang dilontarkannya. Hari ini seperti hari susu. Bukan kopi. Terasa manis tanpa cecapan pahit. Menarik bukan?
Disamping itu, Gio sangat senang melihat kelakuan kedua orang yang disayangnya. Abang dan sahabatnya. Dia berharap itu akan bertahan untuk selamanya.
*skip*
3 hari semenjak Nando terjaga dari masa kritisnya. Dia diizinkan untuk pulang.
"Ah akhirnya boleh pulang. Kan enak bisa tidur nyenyak tanpa aroma rumah sakit." ucap Nando riang. Lengannya dikebat karena tulangnya ada yang patah. Tapi tak luput dari itu. Nando tetap senang karena dia masih bisa mengelus kepala dan merangkul Gia. Kekasihnya.
"Iya kakak harus istirahat." omel Gia. "Iya sayang. Nanti kan kalo udah sehat kakak bisa ajakin kamu jalan. Jalan kaki tapi haha." Nando tertawa lepas. Gia hanya tersenyum mendengar guyonan Nando.
"Gio, jangan beritau Mama Papa ya." pinta Nando. Gio yang mendengar permintaan abangnya mau tak mau mengangguk pasrah. Gio tau sifat abangnya. Dia sangat pantang membuat keluarganya kecewa. Padahal dia sendiri sering sekali dikecewakan. Pria yang sangat tegar.
KAMU SEDANG MEMBACA
STRONG
Teen FictionFriendship is important. But more important if its adding by trust and love. -Unknown- --- Aku ingin bebas seperti burung. Ingin sekali. Aku ingat kala aku memilikimu karena keputusan bodohku. Mencintaimu karena kepura-puraanku. Semuanya. Sampai di...