Hari-hari semakin lebih berarti untuk Gia maupun Nando. Hubungan mereka semakin dekat. Begitupun dengan lengan Nando, sudah lebih membaik. Tapi sejauh ini belum ada satupun dari mereka yang meminta untuk menjalin kasih yang sesungguhnya. Ntah itu karena mereka menganggap pacaran pura-pura itu tidak ada atau apa tak ada yang tau. Mereka hanya menikmati kedekatan mereka sebagai sepasang kekasih.
"Besok bisa temenin kakak ke rumah sakit? Mau periksa lengan soalnya." tanya Nando. Gia berfikir sejenak. "Habis pulang sekolah ya kak. Soalnya jam 5 ada janji sama papa." ucap Gia.
"Okedeh. Besok kakak jemput ya disekolah." Gia heran mendengar jawaban Nando. Seakan tau keheranan Gia. Nando menjawab lembut. "Kakak naik taksi kok." seraya mengelus kepala Gia.
===
Sebentar lagi bel pulang berbunyi. Gia sudah tidak sabar untuk bertemu Nando.
"Wah susah ya yang lagi kasmaran. Senyum gaje terus dari tadi." sindir Lia. "Apaansih Li." ucap Gia malu-malu. Lia hanya tertawa melihat tingkah sahabatnya itu. Tak lama dari itu bel pulang berbunyi. Dan guru bahasa indonesia mengakhiri pelajaran kali ini.
"Li aku duluan ya! Mau nemenin kak Nando ke rumah sakit!" ucap Gia sumringah. "Iya iya. Hati hati Ya!" ucap Lia disambut acungan jempol oleh Gia.
*skip*
Ternyata Nando sudah nangkring didekat gerbang dengan senyum lebar. Gia yang melihatnya kemudian memeluk Nando dengan erat. Nando yang terkejut dengan pelukan Gia hanya tersenyum dan mengelus kepala Gia.
"Ayo bos kita pergi sekarang." ucap Gia semangat. "Siap nyonya. Silahkan." ucap Nando seraya membuka pintu taxi. Dan Gia hanya tertawa melihat perlakuan Nando.
Setelah tiba dirumah sakit. Dan memeriksa lengan Nando. Mereka pergi ke kafe disebrang rumah sakit. Tidak besar memang, tapi sangat nyaman. Dengan interior yang didominasi oleh kayu. Dan semuanya di cat dengan serba coklat menambah kesan tenang berada didalam kafe tersebut. Terdapat pajangan foto-foto berbagai macam alat musik yang tertata rapi. Para pelayan mengenakan pakaian ala koboy lengkap dengan topi serta sepatu bootsnya.
"Aku baru tau ada kafe disini kak." ujar Gia. "Iyalah, kamu kan anak rumahan." sindir Nando sambil mencolek hidung Gia. "Apaansih kak." ucap Gia. Dan mereka tertawa.
Pelayan tiba membawa berbagai menu. Mereka memesan dengan tenang. Setelah pelayan pergi, Gia menangkap seorang perempuan yang tengah merhatikan mereka berdua dari sebrang kursi mereka. Tepatnya dibelakang Nando. Tapi rasa penasaran itu pun hilang ketika Nando berceloteh tentang kesehariannya mengenakan satu tangan.
Setelah pelayan datang membawa makanan. Mereka berdua melahapnya dengan tenang diselingi gombalan Nando yang langsung membuat pipi Gia merona malu.
"Kak udah hampir jam 5. Yuk pulang, aku ada janji sama papa soalnya." ucap Gia. "Mau kemana emang? Yasudah ayo kita pulang. Kakak panggilin taksi dulu." ucap Nando seraya meletakkan beberapa lembar uang diatas meja.
*skip*
"Kakak hati-hati ya. Jangan lupa istirahat." ucap Gia mengingatkan. "Siap nyonya. Kamu tadi belum bilang mau kemana." ucap Nando.
"Eh oh itu. Aku mau ke... Iya ke toko buku." ucap Gia gugup. Nando tidak terlalu merasakan keganjalan yang mencolok hanya mengangguk mengerti. "Oke, nanti hati-hati ya sayang perginya. See you." ucap Nando sambil melambaikan tangan ke arah Gia.
Ting ting
From: Kak Nando
Love you.Gia tertawa melihat pesan yang diberikan oleh Gio. Bagaimana bisa, isinya hanya mengucapkan itu saja. Tapi Gia senang menerimanya.
To: Kak Nando
Love you more.===
Gia's POV
Hari ini jadwal ke dokter. Makanya aku gak bisa lama-lama sama kak Nando. Jadwal kemo kemarin ditunda karena aku ngejagain kak Nando dirumah sakit. Efeknya ya gini, suka kumat. Gak ikut kemo ya pastinya bakal kumat terus.
"Ayo nak kita keruang Dokter Mirza." ucap papa.
Ini bukan kali pertamanya aku kemo. Meski setiap kemo selalu merasa degdegan. Memikirkan apa kemo nya cocok denganku atau tidak. Aku berharap seterusnya akan cocok.
KAMU SEDANG MEMBACA
STRONG
Teen FictionFriendship is important. But more important if its adding by trust and love. -Unknown- --- Aku ingin bebas seperti burung. Ingin sekali. Aku ingat kala aku memilikimu karena keputusan bodohku. Mencintaimu karena kepura-puraanku. Semuanya. Sampai di...