Lia termenung menatap kotak besar yang berada di depan pintu rumahnya. Dia baru saja tiba diantar oleh Rio.
Perlahan Lia mengambil kotak tersebut. "Dari siapa ya? Eh ini ada kartunya." Lia membatin sembari membuka kartu yang berada di atas kotak.
Teruntuk Thalia Frandita
Aku ingin melihat senyummu yang secerah sinar matahari pagi.
Lusa temui aku di Kafe Youth jam 8 malam. Jangan lupa pakai baju ini ya!Pria yang mencintaimu.
Lia mengembangkan senyumnya. "Apa mungkin ini dari kamu?" Lia membuka kotaknya. Dan terpampanglah dress hitam pekat selutut yang indah. Lia sangat tidak sabar menunggu lusa nanti.
===
Gio masih tidak tenang. Malam ini dia tidak bisa memejamkan matanya. Dia masih memikirkan wanita itu. Belum lagi masalahnya dengan Nando yang belum selesai.
"Apa mungkin itu dia? Ah bukan bukan. Oke Gio, lo gak boleh negative thinking dulu. Lo harus cari tau yang sebenarnya."
Meskipun sudah mulai sedikit tenang tapi tetap saja Gio tidak bisa tidur hingga pukul 3 pagi.
Gio terbangun pukul 6, dan dengan tergesa-gesa menuju kamar mandi. "Jangan sampe telat lagi. Ah shit!"
"Bang, gue berangkat ya. Sarapan disekolah aja. Udah telat." ucap Gio melewati Nando yang sedang menikmati sarapan dimeja makan.
"Nanti pulang sekolah langsung pulang. Mama sama papa bakal pulang hari ini." pernyataan Nando hanya ditanggapi dengan anggukan oleh Gio.
"Bodo amat lah." ucap Gio membatin.
Gio tiba disekolah 5menit sebelum gerbang di tutup. Nyaris saja dia telat. Gio memarkirkan ninja hitamnya dan berlari menuju kelasnya.
Gio sumringah karena melihat Rio yang beberapa hari ini tidak terlihat.
"Masih idup lo?" sindir Gio.
"Haha. Hampir sekarat sih." jawab Rio bosan.
"Kemana aja lo?" Gio duduk disebelah Rio seperti biasa. Rio ingin membuka mulutnya untuk menjawab sebelum Bu Ros--guru fisika mereka masuk kedalam kelas.
"Gue gaktau mau cerita atau enggak sama lo Gi." batin Rio.
"Gue harap lo jujur sama gue Yo." batin Gio.
===
Sepulang sekolah, Gio tidak menuruti perintah abangnya. Dia hanya ingin membantu Rio. Dan mencari tau siapa wanita itu.
Gio menahan lengan Rio. "Lo ada masalah? Cerita sama gue. Mana tau gue bisa bantu lo." ucap Gio. Rio hanya terpaku. "Gue gak mau ngebebanin elo." jawabnya.
"Gue gak bakal terbeban, sahabat gue lagi sulit. Gue berhak ngebantu. Gue bukan sahabat yang bisa seneng-seneng doang sama lo Yo. Gue udah nganggap lo kayak sodara gue. Masalah lo berarti masalah gue juga." tutur Gio tak sabar.
"Gue diteror cewek. Nyuruh gue buat ngejauhin Gia dari Nando. Dia ngancam buat nyakitin Lia kalo gue gak ngelakuin perintahnya. Sorry selama ini gue nutupin diri. Gue gak suka sama Gia, gue cinta sama Lia Gi. Gue gakmau Lia kenapa-napa." Rio menundukkan kepalanya.
Gio teringat satu hal. "Gue tambah yakin kalo ini akal-akalan lo aja. Tunggu pembalasan gue." Gio membatin.
"Waktu gue tinggal 3 hari lagi Gi." lanjut Rio murung.
"Lo gak usah khawatir, gue bakal bantu lo. Sekarang, lo jagain aja si Lia. Jangan sampe tuh cewek malah neror Lia balik." jawab Gio.
"Makasih Gi." ucap Rio. "Jangan makasih dulu, yaudah gue pulang dulu Yo!" Gio menepuk pundak Rio.
===
Gio's POV
Kalo ini beneran elo. Bakalan sulit buat kompromi sama abang. Ah, kenapa sulit gini sih. Apa baiknya gue kasih tau abang aja? Tapi masalahnya gue ini lagi suasana kelam. Intinya gue sama bang Nando lagi banyak masalah. Ntahlah. Gue harus temuin siapa tuh cewek.
===
Nando menghantam dinding kamarnya dengan tangan kanannya. Sekarang buku-buku tangannya sudah lebam dan sedikit mengeluarkan darah. Entah apa yang membuat Nando kesal. Faktanya adalah Nando membenci dirinya sendiri. Nando menginginkan adiknya bahagia. Tapi pasti ada saja hal yang menghambat. Nando tau, Gio merasa bersalah akibat kecelakaan yang menimpanya beberapa bulan yang lalu. Padahal disinilah kesalahannya. Kalau saja Nando tidak pergi dari rumah karena kesal. Dia tidak akan mengalami kecelakaan tersebut. Kalau saja Nando menenangkan perasaan adiknya ini semua tak akan terjadi. Kalau saja dia tidak melakukannya, Gio tidak akan berubah seperti ini. Terbeban karena menyalahkan diri sendiri.
Tentang kabar kedua orangtuanya yang akan pulang hari ini adalah kebohongan. Orangtua mereka masih ada urusan di negeri sakura tersebut. Mungkin seminggu lagi mereka akan pulang.
Nando hanya ingin meluruskan semuanya. Beberapa saat kemudian terdengar deru motor yang diyakini Nando bahwa itu motor Gio. Nando segera membersihkan luka ditangannya dan menutupinya dengan handuk basah.
"Gi, gue mau ngomong." ucap Nando. Yang diajak bicara hanya berlalu. "Abang serius dek." Gio terpaku mendengar ucapan Nando. Sudah lama, sejak kejadian dimana ia merasa bersalah atas kecelakaan yang menimpa abangnya. Sudah lama Gio tidak mendengar panggilan itu. Abang-Adek.
Gio menarik nafas gusar. "Kenapa?" jawabnya singkat.
"Abang mohon jangan salahin diri kamu sendiri. Abang gakmau liat kamu gini terus. Pulang malem bau rokok gini. Maafin abang kalo abang jadi beban pikiran kamu." Nando menatap Gio sendu.
"Abang gak ngebebani aku kok." Gio tersenyum lemah. "A-aku juga minta maaf bang. Maaf kalo aku egois. Aku gakpapa kalo dia suka sama kamu." lanjutnya.
"Enggak dek, dia gak cocok sama abang. Kalo kamu mencintainya. Rebut hatinya dengan perlakuan kamu, jangan hanya bicara kosong." ucap Nando.
"Makasih bang." Gio memeluk Nando sambil meneteskan air matanya.
===
A/N
Haii maaf kalo aku late post. Tugas lagi menggunung! #Curcol
Oh iya, makasih buat yang mau nunggu cerita abal akuu inii hhe.And Thanks for your vomments!
Mella x
KAMU SEDANG MEMBACA
STRONG
Teen FictionFriendship is important. But more important if its adding by trust and love. -Unknown- --- Aku ingin bebas seperti burung. Ingin sekali. Aku ingat kala aku memilikimu karena keputusan bodohku. Mencintaimu karena kepura-puraanku. Semuanya. Sampai di...