STRONG 13

61 10 1
                                    

Hari berlalu dengan senang hati seperti angin. Tak terasa sudah sebulan sejak kejadian itu. Lengan Nando sudah pulih, dia tidak mengenakan penyangga tangan lagi.

Gia dan Nando hari ini seperti biasa menikmati sabtu malam seperti pasangan muda yang lain. Melakukan candle light dinner. Romantis bukan? Beruntungnya Gia memiliki kekasih seperti Nando.

"Kak, kan tangan kakak udah sembuh. Kakak belum cerita kenapa bisa kejadian gitu." tanya Gia sambil menyeruput lemon tea dihadapannya. Gia memang menyukai lemon tea. Nando tau itu.

Nando menegang mendengar pertanyaan Gia. Tapi dengan cepat kembali ke raut wajah seperti biasa.

"Ya kakak cuma lagi gak fokus aja sih. Ceroboh gitu haha." ucap Nando garing. Gia yang merasa ada keganjalan dihatinya hanya ber'oh'ria. Bagaimanapun dia sangat ingin tau. Tetapi dia tidak mau menghancurkan acara makan malam romantis mereka.

"Yaudah gak usah terlalu difikirin ya." ucap Nando tersenyum seraya mengelus kepala Gia. "Is kak, rambut aku jadi berantakan. Udah cantik cantik juga." ucap Gia kesal.

"Cantik darimana coba? Dari ujung sedotan lemon tea kamu itu? Iya?" sindir Nando. "I.ya.pu.as?" jawab Gia penuh penekanan.

"Belum. Senyumnya mana?" Nando tetap saja mengganggu Gia. "Nih senyum nih." Gia tersenyum lebar terpaksa. Nando hanya tertawa lepas.

Malam itu mereka habiskan dengan seksama. Sangat sangat romantis. Tetapi Gia masih penasaran dengan kejadian kecelakaan yang dialami Nando. Seperti ada suatu hal yang disembunyikan.

===

Gia's POV

Aku senanggg sekali hari ini. Makan malam romantis bareng kak Nando. Ah, wanita mana yang tidak menginginkan hal itu? Oiya sekarang sabtu malam. Lia tumben ya gak kesini. Kenapa ya? Coba telfon dulu deh.

"Halo Li? Gak tidur dirumah?"

"Eh kayaknya hari ini gak bisa deh Ya. Aku ada urusan sama sepupu aku. Sudah dulu ya Ya, bye bye."

Tumben Lia buru-buru gitu. Eh sama siapa? Sepupu? Sepupunya yang namanya Arin itu? Tumbenan itu anak akur sama sepupunya. Iya biasa nya mereka itu berantem terus.

Aku heran, biasanya yang suka berantem itu saudara kandung. Tapi Lia malah akur-akur aja sama abangnya, kak Raka. Ntah karena apa mereka--Lia sama Arin suka banget buat ribut.

Ting ting

From: Kak Nando
Gia udah tidur?

Tumben kak Nando sms singkat gini.

To: Kak Nando
Belum, kenapa kak?

Ting ting

From: Kak Nando
Gini, besok kayaknya kakak gakbisa jemput kamu. Bareng Gio aja ya? Tadi udah kakak bilang ke Gio. Maaf ya sayang

To: Kak Nando
Gakpapa kok kak. Aku ngerti, Gio yang jemput? Yaudah iya.

Ting ting

From: Kak Nando
Iya sayang. Yaudah kamu istirahat gih. Love you.

To: Kak Nando
Love you more.

Aku meletakkan handphone ku diatas nakas. Mengapa perasaanku jadi gak enak gini ya? Ngerasa kayak ada yang ditutup-tutupi.

Yaudahlah semoga gak ada apa-apa.

===

Seperti yang dikatakan Nando. Pagi itu Gia dijemput oleh Gio dengan motornya.

Sekolah berjalan seperti biasa. Hanya saja Gia tidak melihat batang hidung Rio disekolah.
'Kemana ya Rio? Hm mungkin sakit kali' batin Gia.

Ketika bel pulang sekolah. Gia menanyakan Rio kepada Lia. Tapi Lia malah menjawab tidak tau. Di absenpun keterangannya dibikin Alfa atau tidak ada keterangan.

Tumben tu anak gak ada keterangan. Si Gio juga mana sih. Perasaan dari jam pertama sampe sekarang dia gak keliatan. Masa iya Gio bolos? Kok bisa kompakan sama Rio? Ah terus aku pulang sama siapa kalo bukan sama Gio?

===

Gia menunggu Gio diparkiran sekolah. Cukup lama, hampir setengah jam lebih.

Dari arah gerbang muncul Gio dengan wajah berkeringat. Bajunya sudah basah dengan keringat. Gio berlari ke arah Gia.

"Hah... Aduh Gia maaf ya aku tadi ada urusan... Hah... sebentar. Aku lupa kalo aku... pulang bareng kamu. Dari tadi ya? Maaf ya. Yuk pulang." ucap Gio dengan ngos-ngosan.

Gia yang melihat Gio seperti itu merasa kasihan. "Istirahat bentar yuk Gi. Hirup dulu oksigennya. Ngos-ngosan gitu."

"Enggak! Kita harus pulang sekarang!" ucap Gio sedikit membentak. Ralat, sangat membentak. Gia terpaku mendengar nada marah Gio. Gio yang tersadar telah membentak Gia, seketika merasa bersalah.

"Eh... Maaf... Aku gak bermaksud ngebentak kamu..." ucap Gio tulus. "Gakpapa kok. Kita pulang sekarang aja." jawab Gia sambil tersenyum kecut.

Suasana dimotor menjadi canggung karena kecerobohan Gio. Bagaimana bisa dia membentak Gia? Gia tidak melakukan kesalahan apa-apa bukan?

Mereka tetap diam sampai tiba didepan rumah Gia. "Makasih ya Gi, aku masuk dulu." ucap Gia tetap dengan senyum kecutnya.

Hati Gio mencelos melihat senyum kecut Gia. Betapa bodohnya dia melampiaskan emosinya kepada Gia. Hanya karena seseorang yang datang menemuinya...

===

Seorang pria tengah duduk disebuah rumah yang megah. Tetapi sendirian. Kesepian. Dengan berada dipojok dinding kamarnya dia menundukkan kepala.

"Pokoknya lo harus dengerin kata-kata gue! Lo harus bisa ngedeketin Gia! Kalo enggak, nyawa Lia taruhannya. Oiya satu lagi. Lo harus pura-pura gak inget kalo Lia itu temen kecil lo! Gue gak main-main Rio Anugrah Dinata!"

Kata-kata itu selalu terngiang ditelinga pria itu. Sampai kapanpun dia harus menjaga Lia.

STRONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang