PART SATU

8K 363 25
                                    

Laura Pov

Aku mengerjapkan mataku dan menguap lebar. Jam berapa sekarang, aku melihat ke samping untuk melihat jam, Hah?! Jam lima?! Aku ketiduran. Ck kebiasaan.

Aku bangun dari tempat tidurku, mengambil handuk dan berjalan dengan malas menuju kamar mandi sambil sesekali menguap. Masih ngantuk.

^^

Malamnya, saat aku sedang membaca novel, terdengar suara ketukan dari arah pintu kamar.

"Ra, makan malem udah siap. Turun yuk! Ditungguin tuh," ucap kak Tara di balik pintu kamar.

"Iya kak. Kakak duluan aja. Entar aku nyusul."

Setelah memberi pembatas pada novel yang sedang ku baca, aku keluar kamar dan berjalan menuju meja makan. Di sana sudah ada papa, mama, kak Tara, dan anak kecil berumur tiga tahun, Adel, adikku.

"Maaf ya buat kalian nunggu lama." ucapku sambil tersenyum.

Adel cemberut. "Kak lala kan udah bisa ngalet."

Aku mengusap rambut Adel dan tertawa kecil.

"Masa? Emang Adel engga pernah ngaret apa?" tanya kak Tara jahil.

"Adel tepat waktu tahu. Kak Lala, kak Tala sama papa tuh yang suka ngalet."

Aku, kak Tara, dan papa tertawa kecil mendengar ucapan Adel.

"Udah-udah," Mama mengibaskan tangannya, "Tara, kamu udah jadi anak kuliahan masih aja suka jailin adeknya. Jangan gitu. Kasian." Mama memperingati sambil mengambilkan nasi untuk papa.

Kak Tara tersenyum dan menangkupkan kedua tangannya, "Iya mah, maaf-maaf."

Aku hanya tersenyum melihat keakraban keluargaku. Nyaman. Ya, aku sangat nyaman jika berada di tengah-tengah keluargaku.

Setelah selesai makan, aku membantu mama mencuci piring.

Papa, kak Tara, dan Adel menonton tv diruang keluarga.

"Gimana hari pertama masuk sekolahnya, Ra?" tanya mama mengisi keheningan.

"Biasa aja mah. Rara masuk kelas 12 IPA1."

"Wah anak mama emang pada pinter-pinter ya," Mama tertawa kecil. "Kamu harus lebih giat lagi ya belajarnya, biar bisa kuliah di luar negeri."

Aku terdiam. Terkejut mendengar ucapan mama.

"Mama sih pengen nya kamu kuliah di Paris. Kamu mau 'kan, Ra?" Mama tersenyum lembut.

Aku hanya tersenyum kecil dan mengangguk, "Do'ain aja mah, biar Rara bisa kuliah di sana."

"Pasti mama do'ain."

Tidak ada yang memulai obrolan lagi diantara aku dan mama, yang terdengar hanya suara air yang mengalir dari keran westafle.

"Rara ke kamar ya, Mah." ucapku setelah selesai mencuci piring.

"Iya. Jangan tidur malem-malem, Ra."

"Iya."

Kamar

Aku menghempaskan tubuhku ke tempat tidur, melihat langit-langit kamar yang di hias oleh kak Tara. Pemandangan yang paling aku suka, pantai.

Aku teringat dengan perkataan mama yang menyuruhku melanjutkan kuliah di Paris.

Bagaimana dengan ke-empat sahabatku jika aku kuliah di Paris. Bagaimana reaksi Sheril, Grace, Randi, dan... Gandi, saat mereka tahu bahwa aku akan kuliah di luar negeri. Aku tidak bisa membayangkannya.

Gandi. Mengingat dia, aku jadi teringat kejadian tadi di sekolah.

Flashback On

Aku berjalan santai menuju mading untuk melihat pembagian kelas. Penuh. Ya, di depan mading penuh dengan murid-murid yang berebut untuk tahu di mana kelas baru mereka. Menghela napas, aku pun ikut bergabung dengan murid- murid itu untuk melihat di mana kelas yang akan ku tempati nanti. Tapi sebelum aku bergabung dengan mereka, tanganku di tarik oleh seseorang.

Hangat dan nyaman, itu yang aku rasakan saat orang itu menggenggam tanganku. Gandi.

"Mau kemana?" tanyaku.

"Kelas." jawabnya singkat.

Aku mengangguk dan mengikuti
Gandi dalam diam. Hening. Selalu seperti ini, jika kita berdua bersama.

"Ini kelas kita." Ucap Gandi tiba-tiba.

Aku mendongak, dan melihat papan kelas di atas pintu, Kelas 12 IPA1, "Kita sekelas?"

Gandi mengangguk. Dia berjalan ke dalam kelas dengan tangannya yang masih menggenggam tanganku.
           
Aku berdehem kecil, "Gan."

Gandi menoleh, "Kenapa?"

Aku melirik tanganku yang di genggam oleh Gandi.

Dengan cepat Gandi melepaskan genggaman tangannya, "M-maaf Ra, gue tadi refleks." Gandi menggaruk tengkuknya salah tingkah.

Aku hanya tersenyum kecil, "Iya Gan, gapapa kok."

"Lo duduk disini, sama gue." ucap Gandi sambil duduk di kursi paling belakang.

"Gue sama Grace atau Sheril aja deh. Mm ... sama Randi juga boleh." ucapku tanpa melihat ke arah Gandi.

"Yaudah. Minta pindah kelas sana ke wali kelas kita." ucapnya datar.

Aku menghela napas, "Kenapa harus minta pindah kelas?"

"Kita engga sekelas sama mereka."

"Yahh...."

"Lo ngga suka kita sekelas?"

"Eh? Engga, bukan gitu maksudnya, gue cuman sedikit kecewa aja kita semua engga sekelas lagi," ucapku sambil duduk di bangku sebelah Gandi.

Gandi tiba-tiba berdiri dari duduknya, "Kenapa?" tanyaku.

Sebelum Gandi menjawab, terdengar teriakan yang sangat berisik yang memanggil namaku dan Gandi.

Aku tau suara siapa itu. Grace. Ya, di memang berisik. Suaranya itu nyaring sekali.

Gandi melirikku sebentar sebelum berjalan mendekati mereka.

Flashback Off

Aku menghela napas dan melepas cepolan rambutku.

Gandi. Cowok itu sulit di tebak. Dia cuek, kadang bersikap dingin, jarang tertawa, irit senyum. Dia beda.

Tapi, aku tahu sesuatu, sesuatu yang sangat menyakitkan bagiku.

Gandi menyukai Sheril, sahabatku. Itu terlihat dari sikap Gandi terhadap Sheril, ramah, perhatian, dan dia juga sering tertawa kalo bersama Sheril.

Itu membuatku sakit. Tapi sampai kapan pun aku tahu, aku tidak akan bisa bersama dengan Gandi. Dan aku butuh seseorang untuk menghilangkan perasaanku terhadap Gandi. Aku selalu menunggu seseorang itu.

Aku melihat jam dinding, jam menunjukkan pukul 21:15 WIB. Aku menarik selimut, berdo'a dan memejamkan mata. Siap untuk berjelajah di alam mimpi.

***
Part 1 nya. Gimana2? Kritik dan saran nya yaa:)

Let It FlowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang