PART TUJUH

3.3K 245 2
                                    

Aku dan Gandi semakin akrab sekarang. Kita sering mengobrol, chat, kadang jalan bareng, dan aku senang. Sheril dan Alvian, ternyata mereka pacaran di belakang kita. Sudah kuduga, mereka pasti ada apa-apa. Dan Gandi, dia biasa saja mendengar berita itu. Entah dia pura-pura biasa saja atau memang dia benar-benar biasa saja. Entahlah, aku tidak tahu.

Ketika ku mendengar bahwa
Kini kau tak lagi dengannya
Dalam benakku timbul tanya

Masihkah ada dia
Dihatimu bertahta
Atau ini saat bagiku
Untuk singgah dihatimu

Namun Siapkah kau tuk jatuh cinta lagi

Meski bibir ini tak berkata
Bukan berarti ku tak merasa
Ada yang berbeda diantara kita

Dan tak mungkin ku melewatkanmu
Hanya karna diriku tak mampu untuk bicara
Bahwa aku inginkan kau ada dihidupku

Aku melantunkan lagu sambil berjalan di koridor sekolah.

Kini ku tak lagi dengannya
Sudah tak ada lagi rasa
Antara aku dengan dia

Aku melihat Gandi yang sekarang sudah berada di sampingku. Dia tersenyum dan kembali menyanyikan lagu sambil terus menatapku.

Siapkah kau bertahta
Dihatiku adinda
Karna ini saat yang tepat
Untuk singgah dihatiku

Gandi, lo nyanyi ini seolah-olah lo bener-bener udah move on dari Sheril dan mempersilahkan gue buat ada di hati lo.

Namun Siapkah kau tuk jatuh cinta lagi

Meski bibir ini tak berkata
Bukan berarti ku tak merasa
Ada yang berbeda diantara kita

Dan tak mungkin ku melewatkanmu
Hanya karna diriku ta mampu untuk bicara
Bahwa aku inginkan kau ada dihidupku

"Lo nyanyi Gan?" tanyaku tak percaya.

"Nggak Ra, gue ceramah tadi," Gandi mengacak rambutku pelan, "ya gue tadi nyanyilah, Rara ...."

"Suara lo bagus, gue baru tahu."

Gandi kembali mengacak rambutku, "Lo lucu deh. Suara gue emang udah bagus dari dulu."

Aku mengerucutkan bibir, "Masih pagi Gandi, dan lo udah dua kali ngacak rambut gue."

"Tetep cantik kok." ucap Gandi santai.

Pipiku memanas mendengar ucapan Gandi.

"Kok diem aja?"

Aku melihat ke arah Gandi, "Lo lucu deh. Gue emang udah cantik dari dulu." ucapku dan mengacak rambut Gandi kasar lalu berlari ke kelas.

"Rara! Rambut gue lo rusakin," teriak Gandi sambil mengejar Rara.

Sifat mereka yang pendiam dan cuek hilang saat mereka sedang bersama.

^^

Kantin

"Mau pesen apa sayang?" tanya Alvian pada Sheril.

"Terserah kamu aja," Sheril tersenyum.

"Ayang beb, yuhuuuuuu," Randi berteriak ala iklan.

"Ha El," tambah Grace.

Aku dan Gandi tertawa melihat tingkah Randi dan Grace.

"Lo mau pesen apa, Ra?" tanya Gandi.

"Gue mau pesen sendiri aja," jawabku lalu berdiri.

"Gue temenin," ucap Gandi ikut berdiri.

"Lebay banget lo bang, cuma pesen makanan doang pake ditemenin segala," cibir Randi.

"Biarkan Gandi menjalankan misinya, Ran," Alvian tersenyum jail.

"Berisik lo." ucap Gandi.

Aku melihat mereka bertiga bingung, sementara Sheril dan Grace hanya tertawa melihatku. Aku mengangkat bahu dan berjualan ke arah gerobak mie ayam bang Jono.

"Jangan banyak-banyak saosnya,"  ucap Gandi saat aku sedang menuangkan saos ke mangkuk mie ayamku.

"Emang kenapa?" tanyaku bingung.

"Rara 'kan suka pedes." ucap Sheril.

"Nggak baik buat lambungnya, jangan banyak-banyak," Gandi mengambil botol saos dari tanganku dan menyimpannya.

"Gandi apaan sih? Ribet banget," ucapku kesal.

"Rara ... Rara ...," Randi menggelengkan kepalanya, "orang diperhatiin sama gebetan malah kayak gitu."

Gandi menoyor kepala kembarannya itu, "Berisik aja lo."

"Gebetan apanya? Masa gebetannya kayak gitu," ucapku lalu tertawa.

"Wah, Gandi tersakiti." ucap Alvian.

"Gandi galau." tambah Sheril.

"Gandi nangis bombai." ucap Grace lalu tertawa.

"Nggak deng, gue becanda doang." ucapku.

"Lo mau jadi gebetannya Gandi?" tanya Randi.

"Hah? Maksudnya apaan?" tanyaku bingung.

"Rara kok lemot?" Grace tertawa kecil.

"Rara error kali," ucap Alvian dan Sheril bersamaan.

Mereka semua tertawa kecuali aku dan Gandi.

"Ke kelas aja yuk!" Gandi berdiri dan menarik tanganku pelan.

Aku ikut berdiri, "Ke kelas duluan ya," pamitku.

"Cie pegangan segala," Randi menunjuk tangan Gandi yang menggenggamku.

Aku mencoba menarik tanganku cepat dengan pipi memerah.

"Kenapa dilepas?" Gandi kembali menggenggam tanganku.

"Cie ...." teriak mereka kompak.

Aku hanya berjalan mengikuti Gandi dalam diam. Tapi dalam hatiku, aku sudah teriak-teriak nggak jelas. Pengen loncat-loncat rasanya. Gandi jangan bikin baper terus, Please.

***
Part tujuhnya oy! Sorry kalo gajelas hahahaha
Thanks yang udah baca:*

Let It FlowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang