Kami turun dari mobil Niall, dan kami memasuki stadium yang sangat besar itu. Ini sungguh luar biasa. Aku mengambil foto stadium ini dan foto mereka sedang berjalan didepanku. Aku tidak akan menyebarkan foto ini karena aku tahu pasti Fans mereka akan mengotori diriku. Aku takut jika suatu saat ada Fans yang mengotori namaku tetapi aku tidak melakukan hal apa-apa, maka aku harus berbuat apa. Aku sangat ketakutan dan aku tidak mau membayangkannya.
"Jenna? Kau baik-baik saja?"
Hah? Ada apa? Apa aku melamun?
"Iya? Memangnya ada apa, Li?"
"Kau melamun sepanjang jalan sampai disini. Kau yakin kau baik-baik saja?"
"Ya aku baik-baik saja. Apa aku boleh melihat kalian berlatihan?"
"Aku tidak tahu. Aku akan bertanya pada Adam terlebih dahulu. Tunggu sebentar." Lalu dia pergi bertanya pada Adam dan meninggalkanku sendiri berdiri disebelah meja yang berbentuk lingkaran.
"Jenna, mengapa kau tidak duduk bersama kami? Kemarilah." Kata Zayn sambil menggeserkan dirinya ke ujung sofa dan memberikanku ruangan untuk duduk disebelahnya. Aku berjalan menuju sofa itu lalu duduk bersebalahan dengan Zayn.
"Mengapa kau dan Harry saling diam? Berbicaralah sedikit."
"Kau sangat berisik, dasar bodoh. Memangnya kenapa jika aku tidak berbicara?" Lalu aku teringat tentang kejadian tempo hari yang lalu apa yang telah Harry lalukan padaku. Aku benar-benar kesal dan marah padanya. Entah mengapa aku menangis, tapi bukan karena dirinya.
"Aku tidak mau berbicara pada Harry, Louis. Tidak sekarang."
"Memangnya ada apa diantara kalian? Harry, ceritakanlah."
"Kalian tidak perlu tahu! Ini bukan urusan kalian!" Berteriak pada kita semua sambil menghentakan kakinya ke atas lalu ke bawah. Mengapa jadi dia yang marah? Seharusnya akulah yang marah.
"Harry, tenanglah. Jaga emosimu. Kami hanya bertanya. Kau tidak perlu marah." Kata Niall.
"Diam kau, pengecut!" Lalu Liam datang dengan muka terkejut karena emosi dari Harry. Dia tidak tahu diri.
"Ada apa, Jenna?" Bisik Liam.
"Ceritanya panjang. Nanti saja aku ceritakan."
"Baiklah. Kata Adam kau boleh melihat kami--"
"Kau tidak perlu melihat kami berlatih. Kau disini saja, Jenna."
"Memangnya kenapa? Manajermu berkata bahwa aku boleh melihat kalian berlatih. Apa ada masalah?"
"Ya, ada." Sambil menatapku sinis. Dia benar-benar aneh. Memangnya dengan hal apa dia berhak melarangku untuk itu? Keparat.
"Terserah kau, Harry. Aku tidak mau membahas apapun denganmu."
"Baiklah. Kalau begitu, ikutlah denganku." Berjalan kearahku, lalu menarik tanganku dan berjalan keluar stadium.
"Kau tidak perlu masuk ke stadium. Tunggu saja disini sampai kita selesai."
"Apa? Kau gila. Apa hakmu untuk melarangku, Harry?"
"Aku berhak untuk melakukan apa yang kumau karena aku terkenal dan kaya."
"Sombong sekali kau. Asal kau tahu, kau kaya bukan karena hasil kerjamu. Melayinkan hasil kerja Niall. Jadi kau seharusnya berterimakasih padanya. Bukan untuk memanfaatkan uangnya saja."
"Sudah pergi sana, jalang."
"Apa? Ulangi kata-kata itu."
"Kau tuli? Aku bilang pergi, jalang." Lalu aku menampar pipinya dengan tanganku. Dia merasa kesakitan dan mengelus pipinya lembut. Aku benar-benar kesal. Tetapi, Harry juga mmeiliki perasaan yang sama sepertiku. Dia marah. Dia mengepal tangannya. Ototnya membesar. Aku bisa melihat uratnya yang mengencang melalui tangannya dan lehernya. Sial. Apa dia ingin membunuhku?

YOU ARE READING
All The Love, H.
FanfictionHeyho! This is my first Story! Well, maafkan daku kalau ada typonya dan hal-hal yang menjijikan. hope you like this story! And don't forget to leave a vote and comments! :D