Aku berteriak kecil saat percikan minyak memercik tanganku. Shit, ini panas. Sangat panas.
Spontan Bibi Oliv berlari untuk datang padaku. Dia mengelus tanganku. "Jenna, kau tidak apa-apa? Apa ada yang terluka?"
"Aku baik-baik saja, Bi. Aku hanya terkena percikan minyak itu." Aku meniup tanganku. Ini sangat sakit. "Jenna, sebaiknya kau harus mengobatinya. Ayolah, suruh Liam mengobati tanganmu." Bibi mendorongku ketangga dan menyuruhku untuk naik dan meminta Liam untuk mengobati tanganku. Sungguh, aku baik-baik saja.
Aku mengetuk pintu kamar Dann. "Dann, bolehkah aku masuk?" Lalu dia membuka pintunya. Kamarnya sangag ramai. Sudah sedari tadi pagi kamarnya penuh dengan manusia. "Masuklah. Ada apa?"
Aku melangkahkan kakikku masuk kedalam kamarnya. "Apa Liam ada didalam?" Dia menggeleng. "Dia sedang bertelefonan dikamarmu."
"Baiklah. Terimakasih Dan--" ucapanku terpotong olehnya. "Ada apa dengan tanganmu? Kemarilah, aku akan mengobatinya." Aku menangguk. Dia menarik tanganku ketoiletnya lalu mengambil obatnya. "Kenapa tanganmu bisa terluka?"
"Tadi aku sedang memasak dan--"
Dia mulai mengoleskan obatnya. "Dan kau kena percikan minyaknya?" Aku mengangguk. "Jenna, lain kali berhati-hatilah. Jangan sampai hal ini terulang lagi, oke?" Aku memberi ibu jariku padanya. "Baiklah, pergilah temui Liam." Aku mengangguk lagi. Kami keluar dari toilet dan aku pergi berjalan kekamarku melalui sambungan pintu kekamarku.
"Harry apa yang kau lakukan?! Apa kau sudah gila?! Jika Jenna memarahimu bagaimana? Kau sangat brengsek!" Aku terloncat kaget saat mendengar Liam berteriak di toilet dengan telefonnya.
"Dengar Li, aku mempunyai beberapa urusan dengan orang lain. Aku tinggal disini. Jenna juga tidak mungkin tahu aku berada di London sekarang." Apa?!
"Tapi jika dia tahu? Apa yang akan kau lakukan?"
"Tentu saja menghilang. Bagaimanapun juga jika Jenna tahu aku sedang di London, Jenna pasti akan terkejut dan memarahiku." Tentu saja Harry bodoh. Kau pikir aku tidak akan memarahimu?
"Baiklah, aku harus menutup telefonnya. Yang penting adalah jangan sampai kau terlihat olehnya.. Sampai jumpa." Dia menutup telefonnya. Berarti, sosok Harry yang kemarin aku lihat adalah sosok Harry asli. Sialan, aku harus menelfonnya.
Tetapi sebelum aku mengambil ponselku, Liam keluar dari toilet. Dia terloncat kaget melihatku. Sial, dia pasti tahu aku sudah mendengar semua omongannya dengan Harry ditelefon.
"Jenna? Apa kau mendengarkan semuanya?" Aku menggeleng. Jika aku mendengar semuanya, maka Liam pasti akan marah.
"Benarkah? Jika kau mendengarnya, itu juga tidak masalah." Dia berjalan dan berbaring dikasurku.
"Well, sebenarnya aku mendengar sedikit saja. Tidak-- semuanya. Uh.. Ya." Dia mengkerutkan keningnya. "Apa maksudmu?" Aku duduk diatas kasurku.
"Aku mendengar semua pembicaranmu dengan Harry."
"Oh Baiklah." Itu saja? 'Oh' dan 'baiklah'? Kupikir dia akan menceramahiku. Dia beranjak dari kasurku dan berjalan kearah pintu. "Aku harus pergi dulu. Da-ah." Aku melambaikan tanganku lalu dia menutup pintunya.
YOU ARE READING
All The Love, H.
FanficHeyho! This is my first Story! Well, maafkan daku kalau ada typonya dan hal-hal yang menjijikan. hope you like this story! And don't forget to leave a vote and comments! :D