Rebecca's POV
Aku menangis.
Aku hanya bisa memangis.
Menghadiri acara mantan Guruku Cecilia Cheng sepertinya bukan ide yang baik.
Betapa aku ingin memeluk Alvero saat dia berada di hadapanku. Meskipun aku tahu kalau Alvero sudah memiliki Cindy, tapi aku hanya merasa ingin memeluknya.
Beban yang ku tanggung terlalu berat untuk ku tanggung sendiri.
Aku tahu, Meskipun Ruben tidak ikut bersamaku dengan alasan dia ada urusan, Ruben pasti mengirim salah satu Premannya untuk mengintaiku lagi.
Ruben gila!
Aku ingin mengatakan semuanya pada Alvero. Meminta pertolongannya yang aku yakin bisa dia lakukan, tapi aku terlalu takut dengan sifat Ruben yang bisa saja menyakitiku lagi.
Aku malah membuang satu-satunya orang yang bisa menolongku dari Ruben. Aku benar-benar tidak bermaksud mengatakan itu semua.
Aku hanya berada di bawah tekanan Ruben yang memintaku untuk tidak menemui Alvero lagi.
Alvero pasti marah padaku yang terlihat kekanak-kanakan.
Semua bukan karena ucapan Alvero tentang persahabatan, aku sudah terbiasa tentang itu semua. Tapi aku hanya menjadikannya alasan agar Alvero tidak lagi menemuiku. Demi permintaan Ruben.
Drrt drrt
Langkahku terhenti saat ponselku berbunyi.
Ditengah derai airmataku yang baru saja membuang cinta 3 tahunku, aku melihat siapa yang menelepon.
Rahangku mengeras. Ingin rasanya aku melempar ponsel itu sejauh-jauhnya.
"Puas, hah?" Tanyaku begitu aku menekan tombol hijau di layarku.
Aku bisa mendengar dengusan disana meskipun suara berisik musik lainnya tidak kalah keras dari latar tempat entah dimana Ruben berada sekarang.
"Tenang, sayang. Kenapa kamu?" Tanyanya menjijikan.
"Puas lo?! Gue udah minta Alvero untuk gak menemui gue lagi. Itu mau lo kan?"
Tawa Ruben membuatku emosi. Ingin rasanya untuk menjadi kuat dan menonjok wajah Ruben.
"Tentu saja, sayang. Itu adalah hal yang harus kamu lakuin sedari dia membuang kamu dulu. Aku hanya menolong kamu kok. Iya kan?" Menjijikan. Aku benar-benar muak dengan omongan Ruben.
"Kamu itu milik aku, sayang. Hanya milik aku."
Aku mendengus dan mengusap airmataku.
"Mungkin lo emang memiliki status sama gue, tapi selamanya lo gak akan mendapatkan hati gue." Ucapku sinis.
Tawa Ruben makin keras.
"Lo sakit Ben, Lo sakit jiwa!!!" Aku memutus panggilan dan berjalan mendekati mobilku yang sudah tidak jauh lagi.
Aku masuk dan membanting diriku di kursi. Aku berteriak dan memukul setirku. Aku benar-benar bisa gila sebentar lagi.
Kenapa malam itu tidak terjadi sesuatu saja antara aku dengan Alvero? Kenapa Alvero harus berhenti?
"AAAAARGHHHH..." Aku memukul setirku dan menjedotkan kepalaku disana dan kembali terisak.
Hatiku sakit...
*
"Aku bawain kamu makan, Sayang." Ujar Ruben yang duduk sambil menyilangkan kaki layaknya bos mafia di depan meja kerjaku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fated! [#DMS 2]
Dragoste(TELAH DI BUKUKAN. BISA DI TEMUKAN DI TOKO BUKU KESAYANGAN KALIAN 😊) Sequel Dirty Marriage - Anindana Orang bilang, Pertemuan PERTAMA adalah kebetulan, Pertemuan KEDUA adalah kepastian, dan pertemuan KETIGA adalah TAKDIR. "Aku hanya bisa bertanya k...