Sore yang agak mendung. Semendung hati Fela yang masih gegana akibat kepergian Novan. Fela sedang duduk di bangku taman, sendirian.
Tangannya sibuk mengutak-atik benda persegi panjang pipih di tangannya. Membuka semua akun media sosial yang ia punya, berharap mendapatkan secuil petunjuk akan keberadaan dan keadaan Novan sekarang. Tapi lagi-lagi semuanya nihil.
'Novan kabarnya gimana, ya? Novan lagi apa, ya? Novan sesibuk apa, sih sampai nggak sempat ngasih dia kabar?' Pertanyaan seperti itulah yang sampai sekarang masih menjadi lilitan benang kusut di kepala Fela. Tanpa terasa, beberapa butiran lembut mengalir di pipinya.
Lamunan Fela buyar saat bola matanya memantulkan bayangan es krim. Fela mengedip–kedipkan mata, memastikan. Iya, beneran es krim.
Mata Fela mengikuti arah tangan yang terulur, pada pemiliknya yang ternyata adalah seorang anak laki–laki kecil yang berdiri di sampingnya. Anak laki-laki itu mengukir senyum manis untuknya.
"Kakak udah gede kok masih nangis? Ini, Kak aku kasih es krim. Jangan nangis lagi ya!" ucap anak kecil itu polos. Fela nggak bereaksi.
"Ini, Kak ambil aja, aku masih punya kok. Es krimnya enak, loh!" Anak kecil itu meraih tangan Fela dan memaksanya menerima es krim.
Fela melongo. Ia menatap anak kecil dan es krim secara bergantian.
"Tuh, anak kecil aja tau kalo udah gede itu nggak pantes nangis," tiba–tiba terdengar suara diikuti penampakan sesosok makhluk.
Dih, dia lagi! Ngapain dia ada di sini? batin Fela.
"Siapa yang nangis? aku nggak nangis," Fela mengusap air matanya.
Arsya tersenyum dan mendekati kedua orang itu, "Iya nggak nangis, cuma ngeluarin air mata, kan?"
Fela ingin menyangkal, tapi niat itu diurungkan. Ia lagi nggak mood meladeni si Tengil itu.
"Udah, Dek! Kamu main aja sana. Kakak ini biar Kak Arsya yang nemani."
Anak laki-laki itu mengangguk, "Aku main dulu ya, Kak. Kakak cantik jangan nangis lagi, ada Kak Arsya yang nemani. Kak Arsya orangnya baik kok nggak gigit."
"Udah sana, jangan jauh–jauh, ya!" Arsya mengacak–acak rambut adiknya. Anak kecil itu mengangguk dan pergi.
Kini tinggal mereka berdua yang berada di tempat itu. Arsya duduk di samping Fela yang masih menatap kepergian adiknya.
"Aku heran, tiap ketemu kamu pasti kamu lagi nangis. Emang nggak ada hobi yang lebih kreatif selain nangis?" Arsya membuka percakapan.
"Bukan urusan kamu," Fela bangkit, tapi Arsya mencegahnya.
"Mau ke mana? Iya–iya, aku minta maaf. Kamu itu selain hobi nangis ternyata hobi marah juga ya. Es krimnya lumer tuh!" Arsya mengalihkan pembicaraan.
Pandangan Fela beralih pada es krim di tangannya yang sudah mulai meleleh. Ia segera menyeruput lelehan itu dan duduk kembali.
"Tentang waktu itu... maaf aku udah marah–marah sama kamu."
Bagus deh kalo nyadar. Emang sebenarnya Fela masih agak kesal dengan Arsya waktu kejadian ia hampir ketabrak itu, marah–marah seenak udelnya.
"Aku nggak mau aja kamu bunuh diri hanya karena patah hati. Hidup itu terlalu berarti," lanjut Arsya. Ia melepas kacamata dan mengusapnya dengan kain, kemudian memakainya kembali.
"Aku tau kamu masih sedih, tapi nggak baik juga terlalu larut dalam kesedihan. Ada pertemuan pasti ada perpisahan. Ada saatnya kita memiliki, ada saatnya kita kehilangan. Ada saatnya kita dekat, ada saatnya pula kita harus jauh dengan orang yang kita sayang. Semua itu udah menjadi hukum alam," Arsya sok berfilosofi.
Sok wise, batin Fela. Ia masih bersikap cuek dan membiarkan si Tengil berceloteh sesuka hatinya. Fela malah asyik menikmati es krim di tangannya yang tinggal separo.
Sadar dirinya nggak dianggap, Arsya mencoba mengeluarkan jurus lain.
"Eh, daripada kamu sedih terus, apa kamu nggak berniat untuk nyari selingan? Ya... mumpung cowok kamu lagi di luar negeri, nggak ada salahnya kan kamu selingkuh. Itung–itung buat ngibur diri kamu selama kamu ditinggal pergi. Biar nggak gegana terus gara-gara jarang dibelai. Cowok kamu juga nggak akan tau kalo kamu selingkuh. Kalo kamu berminat, aku mau kok jadi selingkuhan kamu. Serius!"
Berhasil!! Fela reflek menoleh –bahkan sampai tersedak– dan menatap cowok di sampingnya dengan mata yang terbuka lebar.
Ngomong apa, sih barusan? Dasar cowok tengil!