Tujuh Belas

10 0 0
                                    

Rian udah memantapkan niatnya. Seperti janjinya pada dirinya sendiri, setelah UTS berakhir, ia akan melakukan satu hal besar. Satu hal yang berhubungan dengan hati dan perasaan. Satu hal yang mungkin akan mengubah keadaan, entah itu keadaan baik atau malah sebaliknya.

And this is time. Pokoknya malam ini harus bisa ngungkapin perasaannya sama Fela. Perasaan yang sebenarnya udah lama ia rasakan. Perasaan yang entah sejak kapan menelusup pelan-pelan di atas nama persahabatan. Namun, selama ini ia hanya diam dan menyimpan rapi perasaannya tanpa pernah mengungkapkan karena ia tau, ruang di hati Fela sepenuhnya hanya untuk Novan.

Sekarang Novan udah pergi. Siapa tau hati Fela bisa terbuka untuknya, meski kemungkinannya sangat kecil. Yang penting usaha. Ia nggak mau terus-terusan sembunyi dan jadi seorang pengecut.

Apalagi belakangan ini Fela terlihat sedang dekat sama Arsya. Meski Fela bilang hanya menganggap Arsya sebagai teman, tapi siapa yang tau kalo misalnya Arsya ternyata punya perasaan lebih pada Fela. Perasaan seperti itu bisa muncul kapan aja seiring dengan berjalannya waktu, seperti yang terjadi pada dirinya. Ia nggak mau kalo sampai keduluan sama Arsya. Masa iya senior kalah cepat sama junior?

"Kok ke sini?" Fela mengamati restoran agak mewah di depannya begitu mobil Rian berhenti.

Sejak Rian menjemputnya di rumah tadi, Fela udah curiga. Rian yang biasanya menjemput pake motor, kali ini membawa mobil. Dandanan Rian juga emm... lebih rapi dan lebih keren dari biasanya. Dan sekarang Rian mengajaknya ke tempat seperti ini. Biasanya juga warung kaki lima tapi rasa mendunia. Untung keputusan Fela untuk ganti baju tepat. Terintimidasi secara nggak langsung oleh penampilan Rian, Fela akhirnya menyesuaikan bajunya dengan Rian.

"Pengen aja. Sekali-kali ngajak ke sini nggak apa-apa kan?"

"Wiihhh... lagi banyak duit nih kayaknya. Berkali-kali juga nggak nolak kok, hehehehe..." canda Fela untuk menutupi rasa gugupnya.

Rian hanya tersenyum dan menatap agak lama cewek di sampingnya. Malam ini dandanan Fela agak beda dari biasanya, tapi tetap selalu cantik kayak biasanya.

Satu tepukan keras di pundaknya membuat Rian tersadar. Ia buru-buru membuka pintu mobil. Kemudian ia memutari mobil dan membukakan pintu buat Fela.

Sumpah, Sledri aneh banget hari ini. Apa sebelum berangkat tadi kepalanya kebentur sesuatu? Batin Fela.

Karena asyik dengan pikirannya sendiri, Fela nggak sadar saat Rian menggandengnya masuk dan menarikkan kursi untuk dirinya duduk. Bahkan saat waitrees datang menanyakan pesanan mereka, Fela masih bengong di tempat.

"Samain sama kamu aja, " jawab Fela asal saat Rian menanyakan mau pesan apa. Otaknya udah blank, selera makannya pun udah nggak menggebu-gebu seperti saat Rian ngomong mau mentraktirnya makan enak tadi siang.

Fela menatap sekelilingnya dengan agak risih. Pasalnya hampir setiap meja berisi sepasang pemuda pemudi yang sedang menikmati dinner romantis, maklum satnait. Suatu keadaan yang seketika membuatnya rikuh di depan Rian.

"Kenapa?" tanya Rian setelah waitress pergi.

"Ada apa sih sebenernya?" tanya Fela balik, ekspresinya menandakan ia sedang bingung akut.

Ini saatnya, ucap Rian dalam hati. Mulutnya udah terbuka, tapi tertutup lagi. Tiba-tiba Rian merasa nggak tenang, grogi, takut, dan gemetar. Ia menarik dan menghembuskan napas berkali-kali.

"Kamu kenapa sih? Sakit?" Fela heran melihat sikap Rian yang makin aneh.

"Eng...enggak. Aku ke toilet dulu ya," Rian bangkit dan buru-buru pergi sebelum Fela mengintrogasi lebih lanjut.

Rian mondar-mandir di dalam toilet. Keringat dinginnya masih terus mengucur. Jantungnya masih dag dig dug nggak karuan. Entah kenapa semua persiapan yang udah ia lakukan tiba-tiba hilang.

Rian membasuh wajahnya dan mengamati bayangan dirinya di dalam cermin. Mendadak ia kembali ragu dengan keputusannya malam ini. Persahabatannya akan ia pertaruhkan demi secuil perasaan yang belum tentu terbalas. Segala kemungkinan berseliweran di dalam otaknya.

Sementara itu, Fela yang ditinggal sendiri tengah asyik menikmati makanannya. Rian ke toiletnya lama banget sih.

Tiba-tiba HP Rian yang tergeletak di meja berbunyi, ada pop-up notification dari Line. Ada chat masuk. Fela tanpa sengaja melihat ke layar karena kebetulan Rian meletakkan ponselnya di dekat Fela.

Detik itu juga tangannya reflek meraih benda pipih itu. Ditatapnya layar ponsel dengan tatapan nanar. Berharap matanya salah membaca deretan huruf yang tertera di layar sebagai identitas si pengirim. Tubuhnya bergetar hebat, lidahnya kelu dan tenggorokannya tercekat. Dengan tangan yang semakin gemetar, ia menekan tulisan view dan masuk ke chat room. Gemuruh di dadanya semakin hebat begitu membaca chat history antara Rian dan si pengirim.

Fela meletakkan ponsel itu dengan sedikit bantingan. Kemudian ia pergi dengan perasaan campur aduk. Sledri? Peduli amat!

* * *

Arsya yang asyik sepedahan kaget karena ada taksi yang berhenti di depannya. Saat pintu terbuka, ternyata Fela yang muncul.

"Hai!" sapanya pada Arsya, "Ngapain di sini?"

"Sepedahan," Arsya menatap Fela heran saat cewek itu berjalan ke arahnya.

"Malam-malam gini?"

"Seru, lagi. Bebas polusi, terus bisa nikmati pemandangan kota saat malam."

"Kalo gitu ajak aku jalan-jalan ya," Fela naik ke boncengan sepeda.

"Ke mana?"

"Ke mana-mana hatiku senang. Aku masih malas pulang," Arsya nggak bereaksi. Ia merasa ada yang aneh.

"Kok nggak jalan? Aku bayar kok ongkosnya, pake apapun aku mau," ucap Fela lagi yang membuat alis Arsya semakin bertaut. Beneran ada yang nggak beres dengan cewek ini.

"Oke, pegangan ya!" perintahnya, berusaha bersikap biasa. Fela segera melingkarkan tangannya ke pinggang Arsya.

Arsya sedikit kaget, tapi ia segera menguasai keadaan.

"Siap? Meluncur...!!"

Sepedapun meluncur, mengajak Fela muter-muter menikmati keindahan kota saat malam. Lampu kota di sepanjang jalan, lampu kendaraan yang hilir mudik bagaikan kunang-kunang yang beterbangan, serta kelap-kelip bintang yang terhampar memenuhi langit menjadikan suasana malam semakin indah.

Fela lega, untung ia ketemu Arsya. Paling nggak, cowok itu bisa menghiburnya dari rasa sakit hati terhadap Rian dengan celotehan dan sifat somplaknya. Meskipun Fela masih belum bisa percaya dan nggak nyangka apa yang udah Rian lakukan di belakangnya.

"Mau ke mana lagi?" tanya Arsya setelah mereka udah lama muter-muter. Nggak ada respon.

"Non Fela mau diantar ke mana lagi?" Arsya mengulangi pertanyaannya dengan gaya sopir kepada majikan. Masih non respon. Yang ada, Arsya malah merasakan punggungnya terbentur sesuatu.

Arsya menghentikan sepedanya dan menoleh ke belakang. Ternyata Fela tertidur. Arsya membiarkan moment itu terjadi beberapa saat sebelum akhirnya kembali menjalankan sepedanya pelan-pelan.

Sledri TengilWhere stories live. Discover now