Lima Belas

6 1 0
                                    


Fela tengah asyik berjalan menuju kelasnya sendirian. Hari ini suasana hatinya benar-benar sedang baik. Langkahnya begitu ringan seiring beban di hatinya yang perlahan memudar.

Saat melewati koridor kelas XI, ia merasakan sesuatu yang aneh. Seperti ada yang mengikutinya.

"Nggak usah mulai, ya!" Fela memutar badan sambil melipat kedua tangan di depan dada.

"Kok tau?" Rian yang berniat ngageti Fela mengurungkan niatnya lantaran udah ketahuan lebih dulu.

"Wooo... Nggak tau ya? Sekarang kan aku punya indra ke-100 yang bisa merasakan kehadiran seseorang sampai radius satu kilometer," ucap Fela asal. Padahal ia tau kehadiran Rian karena mencium bau parfum Rian, hwehehe...

"Haha..... bisa aja kamu," Rian mengalungkan tangan ke leher Fela. Entah kenapa perlakuan itu membuat Fela senam jantung dan wajahnya terasa panas. Ia juga jadi senyum-senyum sendiri, aneh!

"Kenapa senyum-senyum gitu?"

"Eh, em... Nggak kenapa-napa."

"Hai, Yan, Fela...." Kiera, anak kelas sebelah yang dulu juga teman sekelas mereka menyapa saat berpapasan. Rian dan Fela membalas 'hai'.

"Cie... Fela." Kiara mencolek lengan Fela sambil memainkan alisnya.

Fela yang sadar tangan Rian masih bertengger di lehernya segera menjauhkan tangan itu dengan kasar.

"Eh, ini nggak seperti yang kamu kira kok. Iya kan?" Fela menyodok perut Rian, kode-kode. Rian cuma meringis, antara mengiyakan jawaban Fela dan menahan sakit. Dua kali di pagi ini dirinya dianiaya.

"Emang aku ngiranya gimana?"

"Ya... em... ya..." Telak. Fela menggaruk-garuk tengkuknya, bingung jawab.

Kiera tertawa melihat wajah cengo dua orang di depannya.

"Kemarin habis jalan sama siapa hayo?" bisiknya, tapi masih bisa didengar oleh Rian.

Fela melotot. Kok Kiera tau kemarin ia habis jalan sama cowok? Fela jadi was-was, jangan-jangan Kiera juga tau kalo cowok yang bersamanya kemarin itu Arsya, junior mereka.

"Ah, em... sama teman."

"Teman apa teman?" sepertinya Kiera kurang yakin, begitu juga dengan Rian.

"Beneran, cuma teman kok."

"Kalo gitu boleh dong kapan-kapan kamu kenalin aku sama dia? Cakep juga ih."

"Em... iya, boleh kok boleh."

"Thanks ya. Em... aku ke lapangan dulu, hari ini giliran kelasku yang jadi petugas upacara soalnya. Bye!" Kiera berlalu.

Fela mendesah lega, untung Kiera nggak tanya-tanya tentang Arsya. Tapi ia jadi ingin tertawa sendiri. Ternyata beneran nggak ada yang tau kalo kemarin itu Arsya. Emang, sih penampilan Arsya kemarin beda banget. Kalo hari-hari biasa Arsya selalu tampil agak cupu dengan kacamatan dan rambut yang selalu tidur, kemarin Arsya tampil tanpa kacamata, fashion dan hairstyle-nya juga aptudet dan anak muda banget. Kalo saja tiap hari penampilan Arsya seperti kemarin, ia yakin Arsya akan jadi magnet bagi cewek-cewek seantero sekolah.

"Emang kemarin kamu habis jalan sama siapa?" gantian Rian yang tanya. Fela senam mata sebelum akhirnya menjawab pelan, "Arsya."

"Arsya? Kok bisa? Bukannya kamu sebel banget sama dia? Sejak kapan kamu dekat sama dia?"

"Belum lama sih. Ternyata dia anaknya asyik kok," tentunya kalo nggak lagi kumat, tambah Fela dalam hati.

Panjang umur, orang yang mereka bicarakan terlihat baru saja memarkirkan sepedanya di tempat parkir. Kemudian ia berjalan memasuki koridor yang letaknya berseberangan dengan koridor yang dilewati Fela. Dipisahkan oleh sebuah taman kecil. Penampilannya kembali seperti biasa, a nerd boy.

Saat melihat Fela, Arsya langsung melambaikan tangan tinggi-tinggi. Fela hanya meringis. Malu kali kalo harus membalas dengan cara yang dilakukan Arsya. Bisa-bisa langsung jadi amunisi gosip orang-orang yang suka banget salah paham.

Arsya menggerakkan bibirnya, berbicara tanpa suara yang ditangkap Fela sebagai kalimat "Udah diterima?"

Fela mengangguk dan membalas dengan cara yang sama, "Udah, makasih banyak ya."

"Semalam pasti nggak bisa tidur kan?"

Fela mencibir, "Sotoy. Tidur nyenyak malah."

"Yakin? Kok aku ngerasanya kamu kebayang terus ya sama artis kece ini?"

"Masih pagi nggak usah kumat."

Arsya tertawa, "Kapan-kapan jalan-jalan lagi yok sama artis."

Jarak yang jauh bukan jadi kendala bagi keduanya untuk berkomunikasi. Buktinya mereka tetap sama-sama mengerti dengan apa yang diucapkan lawan bicaranya. Seperti ada chemistry yang membuat keduanya seakan punya ikatan batin.

Fela tidak menyadari kalo di sebelahnya ada orang yang dari tadi mengikuti komunikasi isyarat yang dilakukanya dalam diam.

Sledri TengilWhere stories live. Discover now