Dua Puluh Satu

3 1 0
                                    


Udah Fela putuskan, ia akan minta maaf sama Rian karena udah mendiamkannya seminggu ini.

Senyum Fela mengembang saat Rian berjalan ke arah kelas. Ia udah siap-siap mencegat Rian. Tapi belum juga bertatap muka, Letta udah nyambar dan menggandeng Rian duluan, sok mesra gitu deh.

Fela jadi semakin gondok dengan tingkah cewek centil itu. Apalagi kalo ingat nenek sihir itu langsung mengkudeta bangkunya begitu dirinya hengkang. Acara minta maaf terpaksa harus ditunda. Males banget kalo ada nenek sihir kegatelan itu.

Jam istirahat, rencana minta maaf pun berlanjut. Tapi lagi-lagi harus gagal karena Rian udah ngilang duluan, entah pergi ke mana. Fela udah cari ke kantin, UKS, lapangan, toilet, perpus, belakang perpus, tapi Rian nggak ada.

Fela jadi heran, kok kesannya sekarang jadi kebalik gini? Kenapa mau ngajak ngomong Rian aja susahnya minta ampun? Apa ini balasan karena ia udah ngelakuin hal yang sama pada Rian?

Begitu bel pulang berbunyi, Fela buru-buru merapikan buku-bukunya sambil terus mengawasi Rian. Jangan sampai ia kehilangan target lagi.

Benar, Rian terlihat buru–buru keluar kelas. Fela pun buru–buru mengejar.

"SLEDRI TUNGGU!!" Fela berteriak sambil terus berlari. Rian berhenti dan menoleh.

"Aku mau ngomong," kata Fela setelah sampai. Napasnya sedikit ngos-ngosan.

"Ada apa?" tanya Rian sesampainya di belakang perpus.

"Aku... em... aku... Aku mau minta maaf untuk masalah yang kemarin. Aku baru sadar, nggak seharusnya aku marah sama kamu."

"Oh, lupain aja. Aku udah maafin."

Fela lega, Sledri emang baik.

"Masih ada yang mau diomngin lagi? Kalo udah nggak ada, aku balik dulu."

Senyum di bibir Fela lenyap. Ada apa dengan Rian? Kenapa dia terkesan cuek dengannya? Apa Rian nggak ikhlas ngasih maaf padanya? Atau Rian sengaja gunain jurus 'sok cuek dan nggak butuh' yang biasa digunain cowok untuk membuat cewek makin merasa bersalah?

"Kalo emang nggak ikhlas maafin nggak apa–apa kok."

Rian yang baru berjalan beberapa langkah berbalik.

"Kenapa ngomong seperti itu?"

"Kenapa masih cuek seperti itu?" Fela melontarkan pertanyaan balik.

"Sorry, aku nggak bermaksud cuek sama kamu. Aku hanya..." Rian menelan ludah, "Aku hanya nggak tau harus berbuat apa."

"Maksudnya?"

Rian menyandarkan tubuhnya ke dinding, kepalanya menunduk, "Archi."

"Archi?"

"Dia...hidup," ucap Rian lirih, selirih hembusan angin..

"Hah??!! Archi teman masa kecil kamu yang udah meninggal itu, kan? Kok bisa hidup lagi?" Fela kaget bercampur bingung.

"Selama ini aku taunya emang dia udah meninggal, tapi aku baru tau ternyata dia masih hidup. Waktu kecelakaan itu, dia masih bisa diselamatkan."

"Kamu yakin? Kamu udah ketemu dia?"

Rian menggeleng.

"Udah ke rumahnya?"

Rian menggeleng lagi, "Aku nggak tau dia sekarang tinggal di mana."

"Terus?"

"Aku nggak tau harus gimana," bibir Rian bergetar, matanya berkaca–kaca. Rasanya ada sesuatu yang menghimpit dadanya sehingga terasa sangat sesak.

Fela mendekati Rian dan berdiri tepat di depan cowok itu. Kemudian ia membalikkan badan.

Rian yang udah tau maksud Fela langsung menyandarkan kepalanya ke punggung Fela. Rian menangis.

Fela tau betul perasaan Rian saat ini. Ia cuma ingin membuktikan kalo ia juga selalu ada untuk Rian, sama seperti yang Rian lakukan padanya.

* * *

Flashback

"Tante Ratna!! Benar Tante Ratna, kan?" Rian berusaha meyakinkan bahwa orang yang nggak sengaja ia temui di depan food court salah satu tempat perbelanjaan.

Wanita cantik yang ada di depannya menatap balik dengan heran.

"Iya, betul. Siapa ya?"

"Jadi benar ini Tante Ratna? Aku Rian, Tante... Teman kecilnya Archi," Rian semangat memperkenalkan dirinya kembali. Berharap kalo Tante Ratna masih ingat padanya.

Tante Ratna tampak berpikir keras, "Rian... Rian... Oh, Rian yang dulu gendut itu? yang sering berantem dengan Archi?" Tante Ratna coba menebak.

"Iya, Tante!" Rian agak malu, tapi ia senang Tante Ratna masih mengingatnya.

"Tante apa kabar?"

"Alhamdulillah baik." Tante Ratna tersenyum. Senyum dan wajahnya masih sama seperti yang dulu, manis.

"Kamu sendiri apa kabar?"

"Aku baik, Tan."

"Udah gede, udah nggak gendut lagi ya?" canda Tante Ratna. Rian hanya menanggapi dengan senyum sekilas. Ada sesuatu yang ingin ia sampaikan, tapi ia ragu.

"Emm... maaf ya, Tan! dulu aku sering jahat sama Archi, padahal Archi selalu baik sama aku. Aku nyesel banget, Tan! Apalagi aku belum sempat minta maaf sama dia. Maaf juga dulu aku nggak hadir saat pemakaman Archi dan orang tuanya. Waktu itu aku lagi liburan," kepala Rian menunduk. Archi sekeluarga memang dimakamkan di tempat eyangnya di luar kota.

"Pemakaman Archi dan orang tuanya?" Tante Ratna memastikan. Kemudian wanita itu tersenyum, "Jadi kamu belum tau ya, Yan?"

"Belum tau apa, Tante?"

"Waktu kecelakaan itu, memang kedua orang tua Archi meninggal sebelum sempat mendapatkan pertolongan. Tapi Alhamdulillah Archi masih selamat. Yah... meski kondisinya saat itu sangat kritis dan sempat koma tiga bulan. Mungkin orang–orang berpendapat Archi udah nggak bisa ditolong. Tapi Tuhan berkehendak lain, Archi masih hidup sampai sekarang."

Seperti ada petir yang menyambar Rian saat itu juga sehingga tubuh itu terhunyung dan meluruh seketika.

Sledri TengilWhere stories live. Discover now