Arsya tengah asyik duduk di bangku taman sendirian. Matanya sedari tadi terus fokus menatap jauh ke depan. Pada sepasang suami istri yang sedang bersama dengan anak laki-lakinya yang seumuran dengan Rasya.
Anak kecil itu tengah belajar naik sepeda dibantu sang ayah. Arsya ikut tertawa sendiri ketika keluarga itu tertawa dan bercanda ria. Apalagi melihat anak itu yang kadang terjatuh atau oleng saat menaiki sepedanya. Sebuah pemandangan yang selalu membuat jantung Arsya meletup-letup sekaligus membuat hatinya terasa teriris-iris. Tanpa terasa, beberapa butiran bening meluncur bebas dari kelopak matanya.
"Hai! Sendirian aja?" tiba-tiba sosok Fela udah berdiri di samping Arsya. Arsya kaget. Ia buru-buru melepas kacamata dan mengusap air matanya.
Fela mendekatkan wajahnya ke wajah Arsya, keningnya terlipat, "Kamu nangis ya?" tanyanya setelah mengamati mata Arsya yang agak sembab dan berair.
"Em... enggak. Itu... cuma kelilipan," Arsya memakai kacamatanya kembali dan mengeluarkan senyum manis ke arah Fela.
"Rasya mana?" tanya Fela setelah duduk.
"Ikut Bunda pengajian," jawab Arsya. Sesekali Arsya masih mengarahkan pandangan pada keluarga harmonis di depannya.
"Belum baikan dengan Rian?" tanya Arsya. Fela menghembuskan napas panjang dan menggeleng.
"Memang rasanya sakit dibohongi oleh orang yang udah sangat kita percaya. Tapi setiap orang pasti punya alasan mengapa mereka harus berbohong. Sama seperti Rian. Aku rasa Rian nggak bermaksud bohongi kamu. Ada kalanya kita emang harus terpaksa berbohong untuk kebaikan orang lain, meskipun pada akhirnya semua kebohongan pasti menyakitkan," Arsya mulai sok bijak. Kalo boleh jujur, ia mengucapkan kalimat itu untuk dirinya sendiri.
Arsya merasa bersalah sama Fela karena membiarkan hal ini terjadi. Ya, Arsya tau kalo surat itu Rian yang nulis, bukan Novan. Pada hari kepergian Novan waktu itu, Arsya tanpa sengaja melihat sesuatu yang agak mencurigakan pada Rian. Cowok itu terus menatap Fela dengan pandangan yang sulit diartikan. Kemudian cowok itu menulis sesuatu dan meminta Pak Narto memberikannya pada Fela. Hingga pada akhirnya ia melihat Fela yang berlari ke dalam sekolah dengan wajah yang ia yakin sedang menangis. Ia mengikuti ke mana cewek itu pergi untuk memastikan. Makanya ia ada di sana waktu Fela sedang menangis, meratapi kepergian Novan. Tapi selama ini ia memilih untuk diam.
Fela mencoba mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Arsya. Arsya benar, setiap orang punya alasan kenapa dia berbohong. Rian punya alasan, Arsya punya alasan, bahkan Novan pun punya alasan.
"Novan ngelakuin itu supaya kamu membencinya, supaya kamu nggak terlalu berharap lagi sama dia yang nggak akan pernah bisa membalas perasaan kamu. Dia ingin kamu ngelupain dia. Dia ingin kamu bisa buka hati buat cowok lain yang bisa mencintai kamu dengan tulus," seenggaknya itu yang diungkapkan Rian tempo hari.
"Heh, kok malah bengong?" Arsya menyenggol pelan pundak Fela, "Jelek, tau!" lanjutnya seraya mengacak-ngacak rambut Fela.
Deg!
Tiba-tiba bayangan Rian terlintas di pikiran Fela. Rian juga sering melakukan apa yang barusan Arsya lakukan. Belum hilang rasa kagetnya, Fela kembali dikagetkan oleh kedatangan seorang pengamen yang langsung memainkan gitar di tangannya dengan lincah.
Apapun yang terjadi
Ku kan selalu ada untukmu
Janganlah kau bersedih
Cause everything's gonna be okay
Pengamen itu membawakan lagu milik Bondan ft. Fade 2 Black yang judulnya 'ya sudahlah'.
Dalam bayangan Fela, orang yang sekarang sedang memainkan gitar dan menyanyi di depannya adalah Rian. Rian sering banget menyanyikan lagu itu untuk menghiburnya. Karena dia bilang, lagu itu menggambarkan dirinya. Dirinya yang akan selalu ada untuk Fela. Dirinya yang akan selalu siap membantu Fela. Dirinya yang akan selalu buat Fela tersenyum. Dan selama ini, sepertinya itulah yang Rian lakukan untuknya.
Rasanya nggak adil kalo sekarang Fela marah hanya karena masalah itu. Bukankah sahabat yang baik itu akan selalu memaafkan dan nggak akan pernah menjauh setelah tau kebohongan yang dilakukan sahabatnya terbongkar?