Delapan Belas

7 1 0
                                    


Rian nggak tau pasti alasan Fela meninggalkannya di restoran kemarin malam, yang akhirnya membuat rencana 'pernyataan cinta'-nya yang udah di depan mata gagal total. Fela juga susah dihubungi seharian kemarin. Tapi satu hal yang pasti, ia tau kalo kemarin malam Fela bersama Arsya. Segitu pentingkah junior itu dibanding dirinya?

Rian juga nggak tahu kenapa hari ini sikap Fela padanya lain dari biasanya. Sejak tadi pagi cewek itu selalu cuek dan acuh padanya. Begitu masuk kelas, Rian juga mendapati Fela pindah duduk di bangku pojok belakang. Ia yakin, pasti ini ada hubungannya dengan Arsya.

Entah setan apa yang udah mengobarkan api kebencian pada diri Rian, cowok itu segera mencari Arsya saat istirahat. Ia harus ngasih peringatan kepada junior itu.

"Apa yang udah kamu lakuin ke Fela?" Rian langsung mendorong tubuh Arsya ke tembok begitu berhasil menyeret cowok itu ke belakang sekolah.

"Woi woi woi... Ada apa nih?" Arsya yang nggak ngerti maksud serangan tiba-tiba itu bertanya sambil membenarkan kacamatanya yang melorot.

"Kamu udah ngasih pengaruh buruk apa aja sama Fela?" Rian memperjelas maksudnya.

"Pengaruh buruk?"

"Nggak usah sok innoncence. Seharian ini sikap Fela nggak kayak biasanya. Dia terkesan cuek sama aku."

"Oh, itu masalahnya? Lagi PMS kali," jawab Arsya santai.

"Heh! Ngajak ribut kamu?" Rian kembali mendorong tubuh Arsya. Ia merasa dipermainkan.

"Woles, Bro... Semua bisa diselesaikan baik-baik. Lagian, Fela yang cuek sama kamu kan? Kenapa kamu marahnya sama aku?"

"Karena aku tau, dia bersikap kayak gitu pasti gara-gara kamu."

Arsya tersenyum sinis, "Gitu? Emang ada bukti kalo dia cuek sama kamu itu gara-gara aku?"

"Satnait kamu sama dia kan?"

"Wiiihhh... segitu cintanya ya kamu sama Fela sampe stalk dia kayak gitu. Ckckck!"

"Bukan urusan kamu. Yang pasti aku nggak suka kamu dekat-dekat sama dia."

Arsya kembali tersenyum sinis, "Kenapa? Cemburu?"

"Kalo iya?" Rian menekan kedua pundak Arsya. Kilatan bara di matanya menusuk tajam ke bola mata Arsya.

"Sejak awal aku emang nggak suka kamu dekat sama Fela. Jadi, mulai sekarang kamu nggak usah sok akrab lagi sama dia," lanjutnya.

"Kenapa? Takut saingan sama junior?" lagi-lagi Arsya menanggapi dengan senyum meremehkan. Hal itu yang membuat Rian semakin geram, ia benar-benar merasa direndahkan oleh junior itu.

"Heh! Justru kamu yang harusnya takut. Baru juga lulus SMP beberapa bulan lalu. Jadi, nggak usah merasa sok hebat. Ngerti?" Rian kembali menekan pundak Arsya sebelum akhirnya melepaskan cengkraman dan tatapan membunuhnya dari Arsya.

Tangan Arsya mengepal kuat, giginya bertaut menahan emosi yang bisa aja ia ledakkan seketika. Tapi ia lebih memilih diam.

* * *

"Rian... pulang bareng yok!" Letta melingkarkan tangannya ke lengan Rian yang baru bangkit dari duduknya.

Begitu tau kalo bangku di sebelah Rian kosong, Letta nggak menyia-nyiakan kesempatan emas itu untuk bisa duduk sebangku dengan Rian. Bahkan ia udah memberi ultimatum pada Fela untuk nggak balik lagi ke bangkunya.

"Sorry, nggak bisa. Aku buru-buru," Rian mencoba melepas tangan Letta. Sementara matanya terus mengikuti Fela yang udah keluar kelas lebih dahulu.

"Kali ini aja. Ayolah..." Letta merengek manja sambil melingkarkan tangannya lebih erat.

"Sorry, aku benar-benar nggak bisa," Rian melepaskan tangan Letta dengan paksa. Kemudian ia buru–buru mengejar Fela, meninggalkan Letta yang kesal dan ngomel–ngomel sendiri.

Begitu tau kalo Rian mengejarnya, Fela mempercepat langkah. Untuk saat ini, ia benar-benar lagi nggak mau ngomong sama Rian.

"Tengil, nebeng sampai halte ya?" pinta Fela pada Arsya yang baru keluar dari parkiran.

"Ojek kamu?" mata Arsya mengarah pada Rian yang berdiri nggak jauh dari mereka.

"Biarin, pokoknya aku nebeng." Fela langsung naik ke boncengan.

"Oke." Arsya menatap Rian sekilas seraya menyunggingkan sebelah bibirnya.

Hati Rian panas bukan main melihat senyum kemenangan yang dipamerkan Arsya. Tangannya yang mengepal bergetar, menandakan tensi emosinya meninggi.

"Fe, please turun. Kita perlu ngomong," ucap Rian untuk kesekian kalinya. Ia masih terus mencoba menjajari sepeda Arsya dan keukeuh membujuk Fela.

"Ojek kamu tuh. Turun gih."

"Kalo kamu nggak mau aku tebengi bilang aja," ucap Fela ketus.

"Bukannya gitu. Kayaknya ojek kamu galau berat tuh gara-gara pelanggan setianya nggak mau pake jasa dia lagi."

"Ya udah kamu aja yang pake jasa dia. Sepeda kamu biar aku yang bawa. Aku lagi males naik motor. Bikin berasap luar dalam." Fela sengaja memberi tekanan pada kalimat terakhirnya dengan suara yang juga lebih dikeraskan.

Arsya menoleh ke arah Rian dan mengangkat alis tinggi-tinggi. Senyum di kedua matanya tercetak sangat jelas.

Cukup, Rian udah nggak tahan dengan wajah penuh euphoria kemenangan Arsya. Ia mengegas motornya dengan gila-gilaan. Arsya geleng-geleng dan mendesah pelan.

"Lagi berantem sama Rian?" Arsya sok basa-basi. Fela diam.

"Mau jalan-jalan dulu?"

"Boleh."

Sledri TengilWhere stories live. Discover now