Enam Belas

7 1 0
                                    

Arsya tersenyum saat otaknya memutar kembali apa yang sempat terekam tadi pagi. Ekspresi itu. Entah kenapa ia sangat menikmati saat ekspresi itu tertangkap oleh kedua matanya. Hatinya seakan membuncah begitu ekspresi itu tervisualisasi jelas pada sosok itu.

Pandangan Arsya mengarah pada sosok cewek yang sedang berjalan ke arah gerbang, sendirian. Arsya tersenyum penuh arti. Akan ia buat ekspresi itu sering terlihat olehnya dengan cara yang senatural mungkin. Jahatkah dirinya? Rasanya nggak juga. Tapi sekali-kali jahat nggak apa-apa kan? Namanya juga setan, hehe...

"Kok jalan kaki? Ojek kamu mana?" lagi-lagi Fela dikagetkan oleh Arsya yang tiba-tiba sudah berada di sebelahnya, di atas sepeda. Beneran kayak setan nih cowok, kalo muncul selalu bikin sport jantung.

"Ojek? Sledri maksudnya? Udah pulang duluan," jawab Fela. Memang, Fela selalu nebeng Rian sampai halte kalo pulang.

"Oh, Mau nebeng?" tawarnya.

"Nggak, makasih," Fela langsung nolak.

"Kenapa, takut aku suruh bayar lagi?" Sepertinya Arsya emang tau apa yang sedang Fela pikirkan, tapi Fela males jawab.

Tiba-tiba Arsya turun dari sepeda dan ikut berjalan menjajari Fela.

"Eh, kok malah turun?"

"Aku temani kamu jalan. Tenang, gratis kok nggak bayar," jawab Arsya sambil menuntun sepedanya. Kali ini Fela nggak nolak. Lumayan, ada teman ngobrol. Ada banyak hal yang ingin ia tanyakan juga pada Arsya.

"Kenapa sih dandanan kamu nggak kayak kemarin aja tiap harinya?" tanya Fela, mengawali obrolan.

"Kenapa emang sama dandanan aku yang ini? Aneh? Nerd?"

"Ya... nggak juga sih. Tapi seenggaknya penampilan kamu yang kemarin tuh jauh lebih keren daripada yang ini. Yakin deh kamu bisa ngalahin siapa tuh anak kelas X-IIS1 yang jadi idola baru di sekolah? Danan ya? Bahkan kamu bisa ngalah..." ucapan Fela terhenti oleh telunjuk Arsya yang menempel di bibirnya.

"Sssttt...!" Arsya lirik kanan lirik kiri. Kemudian menyondongkan tubuhnya ke arah Fela.

"Jangan keras-keras. Nanti kalo ada wartawan bahaya, aura ketampananku bisa terekspos di sini. Aku nggak mau seisi sekolah heboh kalo tau ada cowok paling kece di sekolah mereka," lanjutnya. Suaranya juga berubah menjadi bisikan. Fela hanya bisa mengedip-ngedipkan mata, masih kaget dengan perlakuan Arsya barusan.

"Jadi sekarang kamu mengakui kalo aku ini keren? Ati-ati, nanti kamu kepincut sama cowok keren bin kece badai ini." Arsya masih berbisik, kali ini bahkan tepat di telinga Fela.

Fela menjauhkan tubuh Arsya dan mutar bola mata, nyesel udah bertanya seperti tadi. Kumat kan jadinya.

"Terus kenapa kamu nggak naik motor aja ke sekolah?" lanjut ke pertanyaan selanjutnya. Sekalian mengalihkan topik agar Arsya nggak keterusan kumatnya. Dan yang lebih penting, menetralkan denyut jantungnya yang mendadak jadi semangat 45 melaksanakan tugasnya.

"Kenapa lagi emang kalo naik sepeda?"

"Nggak apa-apa sih. Tapi jarak rumah kamu ke sekolah, kan lumayan jauh."

Arsya berhenti dan menatap Fela, "Kamu pengen tau jawabannya?"

Fela hanya mengangguk, kaget plus bingung dengan ekspresi Arsya yang berubah serius.

"Sebenarnya alasannya sepele kok. Aku cuma ingin jadi warga negara yang baik," jawab Arsya yang sudah berjalan lagi. Wajah seriusnya udah berganti dengan wajah pendukung nasionalisme sejati.

"Hah?! Jadi warga negara yang baik? Halah lagakmu," Fela mendorong pelan pundak Arsya.

"Tadi tanya, sekarang udah dijawab malah nggak percaya. Gini deh. Sekarang kan pemerintah lagi gencar-gencarnya memproklamirkan aksi stop 'global warming'. Kita sebagai warga negara yang baik harus sepenuhnya mendukung program pemerintah itu untuk mengurangi hal-hal yang dapat menyebabkan dampak global warming semakin meluas. Nah, motor itu, kan pake mesin, mesin pasti pake BBM. BBM menyebabkan polusi. Zat polusi membuat lapisan ozon makin tipis, kalo lapisan ozon tipis, bumi makin panas. Kalo bumi panas, kehidupan jadi terganggu, termasuk manusianya. Kalo naik sepeda kan nggak bikin polusi, sehat lagi plus ngirit ongkos, hehehe..." Arsya menjelaskan dengan panjang lebar tinggi. Lho?

"Bilang aja emang itu alasannya, pake njlimet segala," Fela sedikit keki. Ternyata Arsya masih kumat.

Untuk kesekian kalinya Arsya merasakan kemenangan sudah membuat Fela gondok.

Sledri TengilWhere stories live. Discover now